17. seorang ibu

•••

Kakinya lemas. Setelah hari yang begitu emosional, saat tidur pun tidak pernah berteman dengan kenyamanan. Selalu ada suara yang membuatnya terjaga.

Dengan perlahan, ia menekan betis kanan kirinya secara bergantian. Ah lupakan, hasilnya sama saja. Ia bukanlah seorang pemijat yang handal. Ia membaringkan tubuhnya dengan kasar. Panas. Kelambu putih itu tertembus oleh sinar matahari yang masih begitu menyengat.

"ah sial. Apa aku harus kembali bangun dan menutupi kelambu bangsat itu?! "

Iya, batinnya. Dengan terpaksa ia bangkit dan melempar selimut tebal yang sedari tadi bertengger di kasurnya sembarangan ke arah kelambu. Mengudara. Meskipun entah bagaimana caranya selimut itu tersangkut di tiang penyangga kelambu sehingga bisa menutupi sinar matahari yang masuk--meskipun tidak sempurna.

Ia tersenyum senang. Lalu di detik berikutnya, tubuhnya sudah ada di atas ranjang meringkuk seperti bayi. Tidak peduli gaun malamnya sudah terbuka disana-sini, rasa lelahnya memudarkan segalanya.

'buat apa ditutup, toh udah banyak yang liat', batinnya. 

Batin yang meredup, disusul dengan semangat hidup yang berkurang setiap harinya. Miris. Matanya terpejam, gelap. Namun otaknya penuh. Hidup terasa begitu melelahkan sekarang.

'seharusnya aku mati saja bersama janin itu', kembali batinnya mengingatkan dirinya pada kesalahan terbesar yang ia lakukan. Ia ingat, setelah hari itu hidupnya menjadi begitu berantakan. Memang sebaiknya ia menjadi seorang ibu sehingga hidupnya tidak akan dipenuhi penyesalan. Sampai akhirnya, ia benar-benar menghancurkan dirinya sendiri dengan terjun ke dunia malam.

Sudah terlambat.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top