PERTEMUAN
Bintang bersinar dengan indah di tengah malam yang sunyi, menyanyikan lagu tidur untuk sebagian besar manusia yang sudah terlelap walau ada sebagian lagi yang masih terjaga, Affan dan Narai contohnya.
Keduanya kini tengah berdiri berhadapan di tengah kebun buah milik panti asuhan Kasmia yang tak jauh dari pintu belakang bagunan itu.
Narai mengeratkan pegangannya pada pedang miliknya untuk berjaga jika sesuatu yang tak diinginkan terjadi sementara Affan terdiam dengan tangan kosong.
"Manurut pemikiran saya, kekuatan portal milikmu bisa dibuka dengan kedua hal yang memang mengatur dua kekuatan milikmu yang semuanya merupakan pengontrol alam bawah sadar manusia."
"..."
"Sekarang kita coba satu persatu, mulai dari pemikiran dulu... kau bilang kekuatan Psikometri milikmu bisa muncul jika memang kamu menginginkannya?"
"Iya."
"Sekarang coba kau pikirkan bahwa kamu ingin bertemu dengan ayahmu dan membuka portal tepat dimana ayahmu berada."
"Baiklah."
Affan berusaha konsentrasi, ia menutup kedua manik emasnya dan memunculkan keinginan untuk membuka portal lalu bertemu dengan sang ayah, namun menit-menit berlalu dengan sia-sia karena portal yang mereka maksud sama sekali tak muncul.
"Hah, sepertinya percuma...," gumam Narai.
Affan membuka kembali matanya dan menatap lirih Narai yang tengah tersenyum simpul kearahnya.
"Tak apa, namanya juga mencoba kan?"
"Hm."
"Sekarang coba dugaan kedua yaitu emosi... um... saya pikir emosi yang harus kamu keluarkan ada Cinta, rasa Cinta kepada Ayahmu yang besar, sekarang cobalah!"
Affan mengangguk dan siap mencobanya namun sebuah suara berisik yang berasal dari dalam panti membuyarkan konsentrasinya hingga ia menatap bangunan yang masih nampak gelap itu dan diikuti oleh Narai tak lama kemudian.
"Kenapa? Apa ada anak yang rewel?" gumam Affan.
Remaja itu lalu melangkah menuju pintu belakang namun urung saat ujung matanya mlihat seorang anak perempuan berusia sekitar 9 tahun berlari kearahnya dengan ketakutan.
"Kenapa Veny? Ada apa?"
"Di-di dalam-"
Syut!
Jleb!
Perkataan gadis kecil itu terhenti saat ada sebuah anak panah melesat lalu menancap di kepala bagian belakang dan membuat ia tewas seketika.
Affan masih diam mematung saat tubuh mungil itu ambruk ke tanah, kedua matanya lalu melihat kearah dimana asal panah itu berasal dan dapat ia lihat seorang pria yang mengenakan pakaian prajurit kerajaan tengah membidiknya.
"A-apa-apa-apaan?"
Panah itu kemudian melesat dan hampir mengenainya andai Narai tak segera menyentaknya dengan pedang lalu bersiaga di hadapan remaja itu.
"Apa-apaan kau? Bagaimana kau sampai sini?"
Pria itu terdiam dan menyimpan busurnya lalu maju setelah menarik pedang miliknya hingga tak lama kemudian adu pedang itu terjadi namun tak berselang lama karena Narai jelas lebih hebat dari pada prajurit kerajaan itu.
"Ini aneh! Mengapa dia sampai di sini? Dan ia juga berani melawanku."
Affan terdiam, kaki jenjangnya lalu berlari untuk masuk ke dalam diikuti oleh Narai dan saat masuk kedua matanya membola sempurna melihat keadaan di dalam panti yang sudah porak poranda dengan darah dan mayat bergelimpangan di mana-mana.
"Berengsek!" desis Affan sebelum akhirnya ia masuk semakin dalam dan melihat Kasmia tengah di cekik oleh Frain sementara anak-anak lain tengah duduk ketakutan dengan beberapa prajurit yang menghunuskan pedang kearah mereka semua.
"Jendral! Apa-apaan kau?!"
Frain menoleh dan tersenyum manis kearah Narai lalu melepaskan kecikannya saat pemuda tampan itu hendak menebasnya.
"Ah, hallo Pangeran dan calon pewaris tahta kerajaan Anzaran."
Narai masih memasang pose siaga setelah ia menyingkirkan prajurit yang menghunuskan pedang kearah anak-anak lalu menyuruh mereka berlindung di belakangnya bersama dengan Kasmia dan Affan yang tengah memeluk tubuh lemah milik Neneknya itu.
"Hah, masih banyak penghuni bangunan ini yang masih hidup... jadi menyingkirlah pangeran agar hamba bisa membunuh mereka lalu melenyapkanmu setelahnya."
"Kenapa kau-"
"Saya merasa ada yang aneh dengan Jendral Frain."
"Maksud kamu apa, Nak?"
"Saya yakin dialah yang bertanggungjawab atas kematian Ayahanda, Ibunda."
Deg!
Tunggu!
Jadi dugaan kakaknya beberapa waktu lalu itu ada benarnya.
Sial! Seharusnya ia mempercayai perkataan sang kakak waktu itu dan membantunya membongkar kematian sang ayah, bukan malah pergi tanpa memperdulikan apapun.
Memang, penyesalan selalu datang saat semua keadaan berbalik mencekik kita.
Narai berusaha melawan beberapa prajurit yang mendekat dan hendak menyakiti orang-orang yang ada di belakang tubuhnya dengan sekuat tenaga hingga akhirnya prajurit-prajutit itu tergeletak tak berdaya.
"Saya salah dalam memperkirakannya, saya pikir portal yang saya buat untuk membuang baginda raja akan membuatnya terbunuh karena dendam masalalu, tapi saya ternyata salah menempatkannya dalam dimensi ini karena nyatanya dia malah membuat pintu portal pribadi sendiri."
"Jadi kau-"
"Yah, saya yang membuat potral dan membuang kakakmu itu ke dimensi ini."
"...berengsek kau!"
"Hm? Kau bilang saya berengsek? Kalian lebih berengsek dariku!"
Frain menarik keluar pedangnya lalu beradu dengan Narai hingga tak lama kemudian Narai terkena sayatan pedang yang sangat dalam di bagian perut yang membuat pemuda itu jatuh dan saat Narai mendongak, kedua matanya terbelalak saat melihat ujung pedang Frain sudah ada tepat di wajahnya.
"Kalian yang berengsek! Kalian membunuh kakak saya hanya karena dia berhubungan dengan manusia dari dimensi lain lalu memiliki anak dengannya, kalian juga bahkan membunuh keponakan saya yang tak bersalah dan tak tau apa-apa!"
"..."
"Lalu dengan tanpa rasa bersalahnya kalian malah menjadikan tubuh keponakan saya sebagai pusaka kerajaan dan melenyapkan semua buku yang membahas tentang ilmu pembuka potral, di sini siapa yang berengsek?!"
"..."
"Dari sana aku bersumpah akan melenyapkan semua keturunan kerajaan dan orang-orang yang mereka sayangi tanpa kecuali!"
Frain melafalkan mantra dan tak lama kemudian ada sebuah cahaya hijau yang berbentuk lingkaran besar muncul lalu beberapa prajurit keluar dari sana dengan membawa tubuh tak bernyawa milik seorang wanita yang membuat air mata lolos dengan cepat dari kedua mata milik Narai.
"IBUNDA!!"
Narai hendak mendekat namun ia terdiam saat pedang milik Frain menembus tubuhnya dan membuat Kasmia dan anak-anak yang melihatnya menjerit ketakutan sedangkan Affan hanya bisa diam dengan tatapan mata yang tak bisa diartikan namun nampak sangat gelap.
Frain mencabut pedangnya saat tubuh Narai ambruk tak beradaya ketanah lalu mendekati ujung ruangan dimana Affan dan yang lainnya berlindung sekaligus meringis ketakutan.
"Matilah kalian!"
Frain hendak menebas satu persatu diantara mereka andai tak ada beberapa bulu burung yang lumayan besar menamcap di punggungnya, dengan perlahan ia berbalik dan menemukan Narai tengah berdiri dengan tangan kanan bertumpu pada dinding sedangkan tangan kirinya ia gunakan untuk menghalau darah yang mengalir deras dari lukanya tak lupa dengan sebuah sayap berwarna putih kemerahan yang ada di tubuhnya tengah terbuka lebar seolah siap kembali melayangkan beberapa jarum bulu kearah Frain.
BRAK!
"Hei ada apa ini?"
Semua mata yang tengah bersitegang itu menoleh dan mendapati beberapa warga datang dengan peralatan seadanya karena mendengar keributan dari arah panti.
"Hei kalian, Cepat urus mereka!" ucap Frain yang segera di angguki oleh beberapa pria dengan seragam prajurit itu lalu mendekat kearah warga yang sudah memasang mode siaga.
Namun belum sempat mereka menyentuh warga, sebuah balok-balok kayu menghantam telak tengkuk mereka hingga pingsan disusul oleh tubuh warga yang ambruk karena kesadarannya di ambil oleh Affan yang sudah berdiri dengan tatapan menusuk.
"Hentikan semuanya!" ucapnya dengan nada rendah nan serak seolah menahan amarah.
Kasmia hanya bisa diam dan terus memeluk anak-anak panti yang ada di dekatnya agar mereka tak kembali melihat adegan yang tak seharusnya mereka lihat.
Hss...
Hss...
Krak!
Frain tersentak kaget saat potral dimensi yang di keluarkan olehnya perlahan berubah warna menjadi kemerahan dan tubuhnya perlahan ia rasakan sangat sakit sekali hingga darah pun tiba-tiba saja keluar dari semua pori-pori tubuhnya.
"Huwaaarrrggghhh...!!"
Darah yang keluar itu menuju portal yang semakin lama semakin membesar dengan kilatan petir yang menghiasinya.
Bruk!
Tubuh milik Frain lalu ambruk ke tanah dengan tragis karena kehabisan darah sementara Narai masih mematung di tempatnya.
Kenapa ini?
Apa yang terjadi?
Kedua matanya lalu perlahan menatap Affan yang juga tengah menatapnya dengan tatapan yang sangat menakutkan.
"Affan..."
"Kau seharusnya tak kesini!"
"...?"
"Jika kau tak masuk ke dimensi ini, mereka semua tak akan mengalami kejadian mengerikan ini."
Narai melipat sayapnya ke depan sebagai tameng jika memang Affan ingin menyerangnya lalu menutup kedua matanya saat ia merasakan sekujur tubuhnya terasa sangat sakit dan tubuhnya juga mulai mengeluarkan darah.
Tidak!
Ia tak mau berakhir seperti Frain, lagi pula semua hal ini bukanlah salahnya!
"Hik... argh...."
Narai jatuh tersungkur dan terus merintih kesakitan, bagaimana ini?
Masa dirinya juga harus ikut mati dan terkurung di ruang antar dimensi bersama sang kakak padahal ia berniat menyelamatkan kakaknya itu.
"Argh.... Affan-argh!"
Narai pasrah, ia memeluk tubuhnya sendiri yang terasa bagaikan tercabik-cabik itu seraya menunggu ajal menjemputnya, namun tak lama kemudian rasa sakit itu berangsur menghilang setelah sebuah suara yang sudah lama ia rindukan menyeru.
"Hentikan Nak!"
Perlahan...
Narai mendongak dan melihat seorang pria berusia sekitar 25 tahun yang mengenakan pakaian dengan setelan hitam putih tengah berdiri di depan potral berwarna merah yang juga perlahan menghilang.
Wajah itu.
Wajah yang sama dengannya hanya saja nampak lebih dewasa dari terakhir kali ia melihatnya.
"Hentikan Sayang, kau tak seharusnya membunuh pamanmu sendiri, semua ini bukan salahnya!"
Dapat Narai lihat, Affan masih diam mematung menatap pria itu begitupun dengan Kasmia.
"Tenanglah sayang, Ayah sudah ada di sini."
Nirai menyunggingkan sebuah senyuman hangat dan merentangkan tangannya untuk menyambut sang anak yang kini tengah berlari kearahnya lalu memeluknya erat.
"Ayah... hiks...."
"Stt!! Terima kasih sudah berusaha mencari cara untuk mengeluarkan Ayah dan maaf karena Ayah semua hal ini harus terjadi."
Affan menggeleng dalam pelukan sang ayah, "Tidak, Ayah tidak memiliki kesalahan apapun."
"..."
"Hiks... selamat datang kembali Ayah."
TBC
---
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top