KISAH AIZA DAN NIRAI
Sudah 3 hari keretakan itu terjadi dan Aiza masih tak tau harus berbuat apa karena putranya hanya mau menjawab pertanyaan yang ia lontarkan dengan singkat dan enggan terus bertatap muka dengannya.
Seperti sekarang.
Aiza hanya bisa menatap lirih pintu kamar putranya yang tertutup rapat, sejak tadi putranya itu tak keluar dari kamar dan melewatkan jam sarapan. Aiza sudah mengetuk pintu dan menyuruh Affan untuk makan namun tak ada sahutan balik dari dalam, di hari minggu yang cerah ini Aiza hanya bisa diam dan hampir menyerah untuk kembali membujuk Affan.
Salahnya yang sudah merahasiakan semuanya dari Affan, namun mau bagaimana lagi?
Ia takut putranya itu tak akan mampu hidup normal jika ia tau siapa sebenarnya dirinya.
Aiza lalu berdiri dan berjalan menuju kamarnya lalu membuka lemari pakaian untuk mengambil sebuah kotak seperti peti yang selama ini ia simpan.
Wanita itu kemudian duduk di tepi ranjang lalu membuka peti tersebut yang berisi sebuah pakaian dengan model seperti pakaian raja pada jaman dahulu lengkap dengan mahkota juga perhiasan raja lainnya dan 3 buah buku kuno.
Kedua matanya lalu menatap ke pojok kanan kamar dimana di sana terlihat sebuah pedang panjang dengan sarung ukiran yang sangat indah nan mewah, semua ini milik mendiang suaminya, Nirai Fazairan.
Pikirannya lalu kembali ke masa dimana pertama kali ia bertemu dengan seorang pemuda aneh yang berpakaian seperti jaman dulu dan nampak sangat bodoh dan kebingungan.
Saat itu Aiza berusia 18 tahun.
FLASBACK ON
Aiza berjalan santai di trotoar seraya mengandeng tangan mungil milik seorang anak laki-laki berusia 3 tahun.
Anak laki-laki yang ia temukan di tong sampah 3 tahun yang lalu saat ia dan Hendra pulang sekolah. Saat itu keadaan bayi tersebut masih merah dengan tali pusar yang masih menempel, jelas menandakan bahwa ia baru saja di lahirkan saat di buang.
Aiza yang kasihan segera membawanya ke panti dimana ia tinggal dan akhirnya bayi tersebut di rawat dengan baik dan diberi nama Muhammad Ibrahim Saleh atau kerap di sapa Boim.
Bayi itu kini tumbuh menjadi anak laki-laki yang tampan dan cerdas yang sudah seperti pengawal kecil bagi Aiza karena bocah itu selalu mengikuti kemanapun Aiza pergi kecuali saat ia sekolah.
“Boim mau es klim Mbak!”
“Ndak boleh! Kata Ibu kan Boim di larang makan es krim.”
“Huh.”
Boim menyentak tangan milik Aiza lalu duduk di trotoar dengan wajah cemberut, kebiasaan bocah itu ketika ngambek karena keinginannya tidak di penuhi.
“Mbak tinggal yah kalau begitu....”
“HUWEEE...!”
Aiza meringis kesal karena Boim malah menangis kencang saat ia mengancam bocah tersebut, jadi mau tak mau ia harus mengendong bocah itu dan melanjutkan langkahnya.
Baru beberapa lamgkah ia berjalan, kedua mata Aiza menangkap seorang pemuda dengan pakaian seperti raja jaman dahulu yang lengkap dengan mahkota dan pedang tengah berjalan dengan gagahnya walau kepalanya terus ia tolehkan ke sana dan ke sini.
“Aktor nyasar yah?” gumam Aiza.
Gadis itu terus memperhatikan pemuda tersebut sampai pandangan mereka bertemu dan tentu saja Aiza termenung karena pemuda aneh itu memiliki wajah yang sangat rupawan, wajahnya benar-benar tampan.
Pemuda tersebut melangkah mendekat kearah Aiza dan saat jarak mereka cukup dekat gadis itu tertegun karena pemuda itu menodongkan pedang yang baru saja ia cabut kearahnya.
“Berani sekali kamu menatap saya secara langsung, tidak kah kamu tau sopan santun kepada sang raja?”
Aiza mengerjab sekali, kemudian dua kali sebelum akhirnya ia memiringkan sedikit kepalanya bingung.
“Pak maaf, anda kesasar saat syuting yah?”
Nirai mengeriyit bingung, pasalnya ia tak paham dengan apa yang di ucapkan gadis itu.
Syuting?
“Apa itu syuting?” tanyanya kemudian.
“He?”
Nirai menurunkan pedang miliknya dan menyarungkannya kembali sebelum ia menatap lamat gadis di depannya.
“Bisakah kamu beritau saya sekarang ada dimana? Pasalnya saya bingung karena banyak sekali kerajaan dengan bangunan tinggi menjulang di sini.”
“...?”
“Di sini juga banyak sekali benda yang bergerak sendiri, saya benar-benar bingung sekarang.”
“... anda kabur dari rumah sakit jiwa yah?”
“Rumah sakit jiwa? Daerah mana itu?”
Aiza menahan diri untuk tidak menjedugkan kepalanya ke pohon terdekat karena pemuda di depannya ini sangat gila dengan tampang polosnya.
Manusia jaman kapan yang tidak tau apa itu syuting dan rumah sakit jiwa?
Bolehkah Aiza mengumpat sekarang? Ia yakin laki-laki ini adalah pasien rumah sakit jiwa yang kabur.
“Mari saya antarkan anda ke tempat dimana seharusnya anda berada,” ucap Aiza dengan nada kesal sekesal kesalnya.
“Kau tau asal saya? Kamu pernah mengunjungi kerajaan Anzaran?”
Aiza terdiam saat pemuda itu menyebutkan nama salah satu kerajaan yang tak asing di telinga Aiza.
Kerajaan Anzaran?
Bukankah itu adalah nama kerajaan dari dimensi lain yang biasa di tulis dalam buku ilmiah SANG PENJELAJAH WAKTU?
Buku yang menjadi best seller saat ini karena pembahasannya sangat unik dan terkesan sangat nyata karena memiliki banyak ilustrasi yang juga nampak nyata sekali seakan sang penulis memang pernah mengunjungi kerajaan tersebut.
“Jika memang anda tau jalan menuju kerajaan Anzaran, saya minta tolong antarkan saya kembali, saya tersesat setelah sebelumnya mengikuti cahaya biru yang tiba-tiba saja muncul di dalam kamar saya.”
“Kamu sedang tidak membual bahwa kamu berasal dari kerajaan Anzaran kan?”
Nirai memiringkan sedikit kepalanya sebelum ia merogoh sebuah tas dari kain yang diikat dan mengambil sebuah buku kuno dengan sebuah lambang kerajaan di sampulnya yang membuat Aiza jelas semakin tertegun.
“Ini lambang kerajaan yang saya pimpin, kerajaan Anzaran.”
Aiza mendongak dan menatap Nirai dari atas hingga bawah dengan tatapan tak percaya.
“Jadi bisa bantu saya?”
“Kamu benar-benar berasal dari kerajaan Anzaran atau kamu ini sedang membual?”
“Membual? Apa itu membual?”
Aiza memilih diam sementara Boim sedari tadi terus saja merengek.
“Saya tidak tau jalan kembali untuk mengantarkan kamu ke kerajaan Anzaran yang kamu maksud, tapi lebih baik kamu ikut saya dulu ke tempat saya tinggal untuk berganti pakaian jika kamu tak ingin di tangkap oleh kepolisian.”
“Kepolisian?”
“Sudahlah, ikuti aku saja!”
Nirai mengeriyit bingung sekaligus kesal karena gadis itu tak bersikap dengan hormat kepadanya, namun mau tak mau ia harus mengikuti gadis itu karena ia sendiri tak tau jalan di daerah ini.
Sejak saat itu Nirai tinggal di panti bersamanya dan anak panti lain, dia menceritakan segalanya mengapa ia sampai di sini dan sempat termenung lama saat Aiza menjelaskan di dunia apa ia tinggal saat ini sebelum akhirnya pemuda itu mau belajar tentang dunia ini lalu memulai bisnis dengan mendirikan sebuah perusahaan yang baru berkembang pesat setelah 2 kali gagal.
Lalu dalam 4 tahun perusahaan yang bergerak di bidang properti itu sudah menjadi perusahaan besar karena memang Nirai sangat jago sekali menjadi pemimpin dan akhirnya pemuda itu menikahi Aiza saat usianya menginjak 24 tahun.
Pernikahan keduanya hanya bertahan selama 1 tahun karena Nirai tewas di bunuh oleh Hendra tepat saat usia kehamilan Aiza menginjak 3 bulan.
FLASBACK OFF
Tok..tok..tok...
“Mah?”
Lamunan Aiza buyar saat ia mendengar pintu kamarnya di ketuk, wanita itu lalu menaruh peti yang ada di pangkuannya sebelum ia membuka pintu dan mendapati putra kesayangannya berdiri di sana dengan wajah tertekuk.
“Mamah kok ngak bikin puding coklat keju sih? kan yang kemarin habis di makan sama Om.”
Aiza tersenyum haru melihat putranya itu akhirnya mau berbicara dengannya juga.
“Maaf, Mamah tadi lupa.”
Affan mengigit bibir bawahnya sebelum ia berhambur memeluk ibunya dengan erat.
“Maafin Affan yah Mah, Affan sudah buat Mamah sedih.”
Affan memperkuat gigitannya saat ia merasakan kedua matanya mulai memanas, setelah merenung selama 3 hari terakhir akhirnya Affan memilih untuk mengakhiri saja acara permusuhannya dengan sang ibu karena dalam islam tak boleh ada permusuhan yang melewati waktu 3 hari, haram hukumnya.
Jadi Affan memilih untuk meminta maaf dan melupakan saja inti masalah yang ada meski ia masih sakit hati dengan keputusan sang ibu.
Sementara Aiza membalas pelukan sang anak dan menyingingkan sebuah senyuman bahagia.
“Tanpa kamu minta maafpun Mamah sudah maafin kamu kok sayang.”
Affan mengendurkan pelukannya dan menatap wajah sang ibu yang tertutup sempurna oleh kain hitam yang biasa di sebut cadar.
“Makasih Mah.”
“Iya sayang, oh iya sebentar.”
Aiza melepas pelukan sang anak lalu masuk ke dalam kamar untuk mengambil peti yang tadi lalu menyerahkannya kepada sang anak.
“Apa ini Mah?”
“Itu peninggalan ayahmu dan...”
Aiza kembali masuk ke dalam kamar lalu mengambil sebuah buku ilmiah dengan judul SANG PENJELAJAH WAKTU dan sebuah jurnal yang di tulis oleh Nirai untuk di berikan juga kepada Affan.
“Karena kamu sudah tau Mamah menyimpan banyak rahasia darimu, maka Mamah memutuskan untuk memberikan ini kepadamu agar kamu tau salah satu rahasia yang selama ini Mamah sembunyikan dari kamu.”
“...”
“Mamah harap setelah ini kamu tak menyesal mengetahuinya dan masih bisa menjalani kehidupanmu dengan normal kedepannya.”
Affan mengeriyitkan dahi sebelum ia menatap lamat benda-benda pemberian sang ibu yang sudah ada di tangannya.
Entah kenapa sekarang ia merasa... takut untuk mengali lebih dalam tentang siapa sebenarnya dirinya.
Namun keputusannya sudah bulat, ia harus tau jati dirinya yang sebenarnya.
Harus!
Walaupun ia akan menyesal nanti.
TBC
----
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top