KEHIDUPAN AFFAN

Di dunia ini banyak sekali kisah yang masuk ke dalam ratusan istilah seperti contohnya Rumor.

Banyak yang menyakini jika rumor yang terdengar dari telinga ketelinga itu hampir 90 persen bisa di buktikan dengan nyata dan rumor yang sekarang tengah hangat di perbincangkan adalah rumor mengenai seorang anak yang tumbuh dewasa dengan di urus oleh seorang mayat.

Terdengar lucu memang, namun banyak bukti yang mengarah jika rumor itu benar.salah satu buktinya adalah rekaman CCTV yang menunjukkan jika ada seorang wanita yang bangkit dari kematian lalu membawa putra yang ia lahirkan sebelumnya.

Rekaman CCTV yang 17 tahun lalu sempat viral hingga sekarang dan menjadi rumor paling di sukai oleh para penduduk yang ada di kota Cirebon.

Fakta lain yang mencengangkan adalah...

Bayi yang sebelumnya di bawa lari oleh wanita yang bangkit dari kematian itu kini sudah tumbuh menjadi seorang remaja yang sangat tampan nan pintar.

Remaja bernama Affan Aryasatya Fazairan.

Jika memang rumor itu hanya isapan jempol belaka, lalu bagaimana bisa bayi itu tumbuh dengan sehat di rumah yang sudah di tinggalkan oleh kedua orangtuanya?

“Dokter Hendra?”

Seorang pria yang awalnya masih menatap dokumen yang merincikan data pasien yang bangkit dari kematian 17 lalu itu tersentak kaget dan menatap seorang suster yang sudah berdiri di depannya.

“Iya, Sus, ada apa?”

“Kita sudah tak memiliki jadwal kontrol lagi, anda sudah bisa pulang sekarang Dok.”

“Ah baiklah, terima kasih.”

“Iya, Dok, permisi.”

Hendra segera membereskan berkas yang berserakkan di meja kerjanya dan menoleh kearah jendela yang sudah menampilkan sembraut jingga untuk beberapa saat sebelum ia menyambar tas kerjanya dan berjalan keluar rumah sakit.

Di perjalanan pulang, pria itu sempat menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah mewah yang bercat krem itu dan memperhatikan seorang remaja tampan yang tengah menyapu halaman dengan telaten.

“Masih hidup dengan bahagia rupanya,” ucap pria itu seraya mengenggam kemudi dengan sangat erat sebelum ia kembali melajukan mobilnya membelah jalanan kota Cirebon.

Sementara itu dilain hal.

Affan masih terus membersihkan halaman dengan teliti, karena ia sangat menyukai kebersihan sama seperti sang ibu.

“Hei rupanya ada anak zombie.”

Affan menghentikan aktifitasnya dan mendongak menatap sekumpulan anak seusianya yang tengah menatap dirinya dengan remeh sekaligus jijik.

Anak zombie.

Panggilan itu sudah akrab di telinganya sejak ia masih kecil.

Alasan kenapa sikap Affan yang seakan kasar dan tak punya sopan santun karena memang sejak dulu dia sudah di perlakukan demikian oleh masyarakat di lingkungan tempat dia tinggal.

Bukankah prilaku anak itu tergantung sikap orangtua dan lingkungannya?

Sejak kecil ia tak memiliki teman karena semua orang di sini tahu rumor yang menyangkut dirinya juga sang ibu, sehingga mereka semua takut dan tak pernah membiarkan anak mereka bermain dengan Affan kecil.

Jika Affan nekat mendekat, dirinya akan di tarik paksa untuk menjauh dari sana dan di lemparkan ke dalam halaman rumahnya dengan sangat kasar hingga akhirnya ia memilih untuk tetap di dalam rumah dan bermain dengan sang ibu meski berkali-kali ibunya itu menyuruhnya untuk bermain keluar.

Di sekolah pun, Affan terisolir sendiri.
Jika boleh membuka aib, dirinya di terima masuk ke dalam lembaga pendidikkan yang ada di sana karena kemampuan otaknya yang melebihi batas normal. Dirinya bisa mengingat semua hal hanya dengan sekali lihat dan menguasai segalanya sejak pernglihatan pertama.

Saat dia berusia 3 tahun, Affan sudah bisa memperlajari pelajaran kelas 6 SD dengan sangat sempurna berkat semua buku yang ada di perpustakaan pribadi rumahnya yang sebagian besar memang terisi oleh buku pelajaran dari berbagai versi cetak dari tingkat 1 SD sampai 12 SMA.

Setelah menamatkan semua buku yang ada, ia meminta sang ibu membelikan lebih banyak buku untuk dirinya baca dan sesekali ia juga berselancar ke dunia internet hanya untuk memenuhi rasa ingin taunya.

Awalnya ia ingin mengambil jurusan kedokteran karena dia sudah hafal semua pelajarannya, namun ia lebih tertarik dengan dunia Arsitektur dari pada kedokteran, jadi dia memilih jurusan itu dan menamatkan S3 di usia 16 tahun.

Akan tetapi dengan semua pencapaiannya itu seakan tak ada gunanya untuk melawan rumor yang sudah sangat melegenda itu.

“Bagaimana kabar ibu mayatmu itu? Sudah penuh ulat kah badannya?”

Affan mengigit bibir bawahnya dengan keras dan menatap tajam gerombolan anak itu.

“Kenapa kau menatapku begitu? Aku salah yah? Ibumu memang mayat kan?”

“... tau dari mana kau jika ibuku itu mayat?”

“Tau dari mana? Semua orang di kota ini tahu jika kau di besarkan oleh seorang mayat hidup! Makanya ibumu itu tak pernah menunjukkan wujudnya kekhalayak umum!”

“...”

“Bilang pada ibumu itu, liang lahatnya sudah mengering menunggu tubuh penuh ulatnya!”

Affan mengertakkan giginya, ia melempar sapu yang ia pegang dan maju, hendak melayangkan pukulan kearah anak tersebut namun sebebuah seruan membuatnya menghentikan langkah.

“AFFAN!”

“LARI MAYAT HIDUP KELUAR DARI PERSEMBUNYIANNYA!!”

Affan terdiam, wajahnya yang biasanya tanpa ekspresi kini menampilkan raut terluka.

Remaja itu menurunkan kepalan tangannya dan tertawa kecil sebelum ia berbalik menatap sang ibu yang sudah ada di ambang pintu keluar dengan sebuah senyuman sedih.

“Sebaiknya kamu masuk, sebentar lagi maghrib.”

Affan mengatubkan bibirnya dan menunduk dalam, satu pertanyaan dalam kepalanya sekarang.

Apakah rumor itu benar?

Jika benar, alasan mengapa sang ibu tak pernah menujukkan wajahnya kepada Affan karena dirinya adalah mayat hidup?

“Kenapa sayang?”

Affan menyingkirkan pikiran negatif yang menghantui kepalanya dan segera melangkah masuk ke dalam rumah namu ia kembali termenung kemudian.

Memang jika ia pikirkan, ucapan mereka ada benarnya.

Ibunya itu tak pernah sekalipun keluar rumah dan memilih bekerja dengan mengandalkan kecanggihan teknologi, mengurus perusahaan properti miik mendiang ayahnya. Jika berbelanja ia juga lebih memilih untuk belanja online atau menyuruh orang lain berbelanja lalu meletakkannya di sebuah alat pengecek paket yang akan mengantarkan barang ke dalam rumah setelah di schan, mirip seperti pemeriksa barang bawaan yang ada di bandara hanya saja skala ukurannya kecil sedangkan uangnya akan muncul sesaat setelah barang itu masuk dengan lajur alat yang berbalik.

“Sayang?”

Affan tersentak dan merutukki kebodohannya sedetik kemudian.

“Kenapa sih? Kamu ada masalah?”

“Ah ngak kok Mah, cuman mikirin materi buat pertemuan MABA besok.”

“Kamu ngak bohong kan? Gelagatmu aneh loh.”

“Eng—ngak kok Mah.”

“Yaudah, besok setelah pulang ngajar kamu bisa mampir ke rumah Omma ngak?”

“Huh?”

“Kamu sudah lama ngak mengunjungi Omma loh.”

“Ah, iya Mah ... nanti Affan mampir ke tempat Omma.”

“Oke, siap-siap ke masjid sana, sudah mau maghrib.”

“Siap Mah.”

Aiza tersenyum hangat kearah sang putra meski anaknya itu tak dapat melihat senyumannya. Dirinya yang sebatang kara dan mungkin tak di inginkan oleh orangtuanya hanya memiliki Nyi Kasmia sebagai keluarganya yang merupakan pemilih panti asuhan ANUGRAH ILAHI yang letaknya tak jauh dari sini, hanya satu kali naik angkot saja sudah sampai.

Selama Affan masih kecil, Nyi Kasmia sering bekunjung ke rumahnya dan beliau adalah salah satu orang yang tahu keadaan Aiza seperti apa.

Karena kondisi beliau semakin tua, akhirnya Aiza sering menyuruh Affan untuk mengunjunginya dengan diantar oleh orang suruhannya, namun sekarang anaknya itu sudah terbiasa menggunakan angkot jika ingin berkunjung.

“Affan berangkat yah Mah.”

Aiza tersentak dan segera berbalik untuk melihat putranya yang sudah kembali ke ruang tengah dengan baju koko lengkap dengan sarung, sajadah, Al-Qur’an, dan peci.

“Iya, ajarin anak-anak ngajinya yang benar yah.”

“Iya.”

Affan segera salim dan keluar dari rumah untuk menuju masjid. Disana, Affan mengajarkan beberapa anak-anak untuk mengaji atas permintaan salah satu ustad di sana yang kwalahan mengurus anak-anak, meski awalnya banyak orangtua yang menolak namun karena dia adalah seorang Hafiz maka mereka akhirnya menyetujuinya.

Tak jarang Affan juga di minta mengimami sholat meski selalu ia tolak dengan berbagai alasan.

Tak!

“Awh!”

Affan menghentikan langkahnya saat ada sebuah kaleng bekas minuman membentur jidatnya dengan telak, dengan kesal ia mendongak dan menemukan segerombolan remaja yang tadi mengejeknya di halaman rumah tengah tertawa karena lemparan mereka mengenai sasaran.

“Dasar anak mayat hidup!” ejeknya.

Affan menghela nafas berat sebelum ia kembali melangkah, memilih untuk diam dan tak meladeni anak-anak tak memiliki akal sehat macam mereka.

Namun setelah ia dekat dengan mereka ada sebuah kaki yang menghalangi sehingga Affan tersandung lalu terjerembab ke tanah dengan tak elitnya.

“Ahahaha!!”

Sudah cukup!

Dengan cepat Affan bangun dan memukul orang yang peling dekat dengannya hingga tersungkur jatuh.

“Maaf, aku tak sengaja!” ucapnya dengan dingin sebelum ia meninggalkan anak-anak tersebut yang masih mencerna apa yang terjadi saat ini.

Mereka tak menyangka jika Affan berani melawan mereka semua.
Wah... ternyata perkiraan mereka meleset jauh sekali.

Karena nyatanya, kehidupan kelam yang selama ini ia alami, menjadikan Affan seseorang yang seolah tak memiliki rasa takut kepada siapapun.

.
.
TBC
.
.

----

A/N : Sesuai jadwal yah 😘 silahkan di ramaikan 😀 lov you all 😍😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top