FILM
Semua orang di dunia ini pasti memiliki sesuatu yang di benci, sama halnya dengan Affan.
Remaja itu masih melayangkah tatapan nyalang kearah Andirani yang membeku diam di depan tanpa mau menatap siapapun.
“Saya menugaskan kamu untuk menjelaskan materi kalkulus dasar kepada teman-temanmu, bukan menjadi pajangan ngak guna begini!”
Andirani tersentak dan sekuat tenaga ia menghalau air mata yang hampir keluar dengan kedua tangan yang setia berada di belakang tubuhnya yang gemetar takut.
“HEI!!”
“...”
Affan menghembuskan nafas kasar sebelum ia mengusap wajahnya frustasi, ia paling tidak suka saat seperti ini di mana mahasiswa yang ia ajarkan menyepelekan tugas yang sudah ia berikan.
“Saya dengar kau masuk ke univ ini dengan beasiswa penuh karena otakmu yang cerdas, tapi apa sekarang? Kamu cerdas dalam menyepelekan tugas yah?”
Walau perkataan Affan bisa dibilang lucu, namun tak ada satupun penghuni kelas itu tertawa.
“Jika memang benar kau sepintar itu, harusnya kamu bisa menguasai materi dasar kalkulus yang mudah itu!”
“...”
“Atau jangan-jangan otak cerdasmu itu tertinggal sehingga kamu hanya membawa kepalamu yang kosong melompong bego itu yah?”
“...”
Affan berdiri dan menghampiri Andirani saat kedua matanya menatap ada cairan merah yang mengalir membasahi bagian belakang rok panjang berwarna pink yang ia gunakan.
“Tunjukkan tanganmu!” perintahnya setelah ia sampai di depan gadis berkacamata itu.
Andirani masih setia diam dan malah menguatkan kepalan tangannya hingga aliran darahnya semakin deras.
Karena tak ingin membuang banyak waktu, Affan segera menarik tangan kanan Andirani dan terkejut saat ia mendapati sebuah luka yang panjang dan dalam di telapak tangan gadis itu.
Sama halnya dengan Affan, semua murid di sana juga tersentak kaget melihat tangan Andirani yang sudah basah karena darah.
Andirani mencoba melepaskan pegangan tangan Affan namun nihil, kekuatan pemuda itu jauh lebih kuat dibanding dia.
Menyadari ada yang tidak beres, Affan melepaskan tangan Andirani dan menatap seluruh muridnya yang masih setia diam.
“Kita langsung mulai saja kuis hari ini, dan kamu keluar dari kelas saya!”
Andirani terperanjat dan menunduk dalam, ia mengigit kuat bibir bagian bawahnya sebelum ia melangkahkan kaki keluar dari ruangan.
“Dan temui saya setelah jam perkuliahan berakhir.”
Andirani termenung di depan pintu kelasnya yang tertutup lalu menatap tangan kanannya yang terluka cukup dalam hingga mengeluarkan banyak darah.
Gadis berkacamata itu mulai menghalau air mata yang hampir keluar dan duduk termenung di kursi taman yang berada tak jauh dari kelasnya.
“Mengapa hidup sesulit ini ya Allah,” gumamnya dengan suara serak.
Kegiatan kuliah berakhir kemudian, membuat para mahasiswa yang suudah tak memiliki jam kuliah membubarkan diri tak kecuali dengan para dosen.
Affan yang sudah menyelesaikan kelas terakhir kini berjalan santai menuju ruangan dosen dengan setumpuk tugas mahasiswa yang sudah di kumpulkan tadi.
Langkah remaja itu berhenti saat ada seseorang yang menghalangi jalannya lalu ia menghela nafas lelah seraya membuang bukanya kesamping.
“Oh jadi begini caramu menyambut senior?” ucap seorang wanita paruh baya yang dulu menyindirnya di aula saat acara orientasi dimulai.
“Cih, bahkan tingkat pendidikan saya lebih tinggi dari anda, juga gaji yang saya terima sama dengan anda yang sudah lama mengajar di sini.”
“Jadi kamu menyombongkan pangkatmu itu?”
“Ah, bahkan saya sudah diangkat menjadi dosen tetap di sini, tak seperti anda yang bisa sewaktu-waktu terkena surat pemindahan.”
“Dasar bocah kurang ajar, bagaimana cara ibumu itu mengajarkan sopan santun kepada yang lebih tua?”
“Jangan salahkan ibu saya, kalian sendiri yang mendidik saya menjadi seperti ini, saya permisi!”
Affan kembali melangkah dan meninggalkan dosen paruh baya itu dengan begitu saja. Saat ia sampai, kedua matanya menatap gadis berkacamata tengah menungguinya di depan pintu ruangannya.
“Masuk!”
Affan masuk ke dalam ruangan itu dan duduk di kursi kebesarannya sementara Andirani masih setia berdiri dengan kepala tertunduk.
“Duduk!”
“...”
“Ada apa?” tanyanya tanpa menatap lawan bicara dan malah sibuk memeriksa tugas yang ada di mejanya.
“Maaf...?”
“Kenapa kau tak mengerjakan tugas dariku, ah, dari dosen lain juga.”
“...”
“Saya tak punya banyak waktu!”
“Saya salah, Pak.”
“...”
“Beri saja hukuman saja.”
“Kau pikir saya terus memberikan kesempatan padamu? Jika kamu tak mau bicara jujur, saya tak akan pernah mengijinkan kamu masuk ke kelas saat jam kuliah saya berlangsung.”
“!”
“Jika sudah paham, silahkan keluar dari sini.”
“Pak—”
“Saya akan membiarkan kamu mengikuti pelajaran saya saat kamu sudah mau menceritakan semuanya.”
Andirani terdiam, gadis berkacamata itu lalu berdiri dan segera keluar dari ruangan Affan sedangkan Affan menghembuskan nafas samar di mejanya.
Sebenarnya tanpa dikatakanpun Affan tahu masalah apa yang di alami gadis itu.
Jadi remaja itu termenung di mejanya, menerawang jauh ke sebuah perputaran film yang ia lihat saat ia menatap mata dan menyentuh tangan gadis itu.
“Menyeramkan,” desisnya.
Tbc
----
A/N : weh ini hari apa yah, hampir lupa aku woe 😭 maap yak, aku habis cari loker dan menuhi panggilan interview siang ini habis dzuhur ☹ doin yah moga lulus.
oke udah bacotnya, see you next chapter guys 😘
luuv you 😍😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top