DITAKUTI

Pagi menjelang dengan semangat walaupun matahari masih enggan untuk kembali mendudukki tahtanya.

“Ayo, Sayang sarapan, kamu bukannya harus ada di kampus sepagi mungkin.”

“Iya, Mah bentar.”

Affan merapihkan kembali kemeja berwarna biru langit miliknya sebelum ia menyambar tas dan keluar dari kamar untuk menemui sang ibu di ruang makan.

“Tahun lalu kamu tidak sepagi ini berangkat mengajar saat ada mahasiswa baru.”

Affan meletakkan tasnya di sofa sebelum ia duduk di kursi meja makan.

“Aku jadi pengawas kegiatan Mah bersama beberapa dosen lain, jadi harus pagi berangkatnya.”

Aiza mengangguk paham kemudian menaruh piring yang sudah ia isi dengan nasi dan lauk pauk di hadapan anak sematawayangnya itu.

“Semangat yah, jangan makan gaji buta.”

“Ahaha... iya, Mah.”

Affan segera menyantap sarapan yang ada di depannya sementara Aiza diam memperhatikan, selama 17 tahun hidupnya, Affan tak pernah sekalipun melihat sang ibu makan, jika di tanya kenapa ibunya selalu bilang kalau ia tidak lapar jadi nanti saja makannya.

Setelah selesai dengan kegiatan sarapan, Affan segera pamit untuk mengajar kepada sang ibu.

Letak rumahnya bisa di bilang sangat strategis karena dekat dengan rumah sakit dan kampus Univ Maung Bodas di mana ia dulu kuliah dan sekarang mengajar, jadi Affan bisa sampai di kampus dalam 10 menit berjalan kaki.

Saat sampai, Affan masuk dengan segera setelah pintu gerbang di buka oleh panitia.

“Selamat pagi Pak Affan,” sapa salah satu panitia.

Affan tersenyum tipis sebelum ia mengangguk kecil dan kembali melangkah, namun baru beberapa langkah ada seorang gadis cantik dengan rambut pirang tergerai panjang menghadang jalannya.

Jika di lihat dari pakaian yang di gunakan, gadis itu adalah salah satu mahasiswa baru di kampus itu.

“Kamu punya koneksi apa sih sampai bisa seenaknya masuk saat kau datang terlambat?!”

Affan terdiam, ia menaikkan salah satu alisnya dan menatap gadis di depannya untuk seperkian detik sebelum menunduk.

Affan sadar sekarang kenapa gadis itu menghadang jalannya, karena dirinya seumuran dengan mahasiswa baru tahun ini dan di tambah ia menggunakan kemeja biru langit yang merupakan pakaian yang harus di gunakan oleh mahasiswa baru, jadi gadis itu mengira bahwa dia adalah salah satu dari mereka.

“Maaf bisakah anda menyingkir dari hadapan saya? Saya ingin lewat.”

“Tidak bisa! Kamu harus di hukum dulu dong!”

“Hukum?”

“Iya, kamu kan terlambat!”

“Maaf, tapi saya tidak terlambat.”

“Ada apa ini?”

Affan melirik seorang pemuda yang menghampiri keduanya dengan raut wajah bingung, pemuda itu merupakan salah satu panitia yang ada.

“Ini kak, dia terlambat tapi main seenaknya masuk!” ucap gadis tadi seraya menunjuk Affan.

“Err... biarkan dia lewat dan menyingkirlah dari jalannya!”

“Kok begitu sih kak?!”

“Dia salah satu dosen yang bertugas untuk mengawas jalannya kegiatan ini,”

Sang gadis tercengang kaget dan menggeser tubuhnya dengan segera dan Affan kembali melangkahkan kakinya menuju ruang dosen.

Bukan sekali dua kali dia menerima perlakuan tadi dari para mahasiswa baru dan Affan tak mempermasalahkan hal itu karena dia sadar umur.

Setelah sampai di ruang dosen, Affan segera duduk di mejanya dan sedikit memperbaiki softlens yang ia gunakan.

Affan tak tahu karena alasan apa, kedua manik miliknya yang seharusnya berwarna hitam khas mata orang Indonesia malah berwarna kuning keemasan, memang terlihat sangat indah sih namun tetap saja itu adalah warna yang aneh bagi mata manusia, jadi Affan memutuskan untuk menggunakan softlens atau kacamata hitam jika keluar rumah sejak ia duduk di bangku SMA saat usianya 9 tahun.

Setelah merasa nyaman, remaja itu segera keluar dan berjalan menuju aula dimana para mahasiswa baru di kumpulkan.

“Pagi Pak Affan,” sapa salah satu panitia kepadanya sesaat setelah ia memasuki aula.

“Hm,” jawabnya singkat sebelum ia melangkahkan kakinya lebih dalam ke aula untuk bergabung dengan para dosen lain yang tengah duduk di kursi yang di sediakan tepat di sisi kanan panggung yang ada di depan aula.

“Baru sampai Pak Affan?” tanya salah satu dosen muda dengan sakartis.

Affan hanya melirik sekilas belum ia duduk di kursi kosong yang hanya tersisa satu lalu mengeluarkan Al-Qur’an kecil dari saku kemejanya.

“Cih, dosen baru saja belagu dia,” olok salah satu dosen wanita paruhbaya seraya menatap Affan dengan sinis namun tak di indahkan oleh remaja itu, karena perlakuan seperti ini sudah ia dapatkan sejak mengajar—tidak, lebih tepatnya sejak ia masih kecil.

Kehadirannya sontak menjadi topik hangat para mahasiswa baru karena pemuda yang seumuran mereka itu ternyata adalah salah satu tenaga pengajar yang ada di sana sebelum akhirnya ketua BEM naik keatas panggung untuk memberi sambutan serta membuka kegiatan orientasi.

Setelah sambutan selesai, sang ketua BEM pun memperkenalkan para dosen yang sudah hadir di sana satu persatu.

“Yang terakhir adalah dosen belia yang seumuran dengan kalian semua, Pak Affan Aryasatya Fazairan. Beliau tahun lalu mengajar di kelas pascasarjana jurusan Arsitektur dan tahun ini mungkin kalian akan di ajar oleh beliau jika kalian masuk jurusan Arsitektur,”

Affan menyudahi kegiatan memetik pahalanya lalu melirik sekilas ke depan dimana para mahasiswa baru itu terdiam menatap dirinya dengan sorot mata yang takjub sekaligus takut tatapan mata yang sudah sering sekali ia dapatkan jika mereka tahu siapa dia sebenarnya.

Hish, bisa-bisanya ia kembali mendapatkan sorot mata itu kembali.

“Baiklah, sepertinya kalian sudah kenal kan dengan para dosen kita kali ini? Sekarang mari kita memulai kegiatan orientasi mahasiswa baru tahun ajaran 2019/2020 Universitas Negeri Maung Bodas Cirebon!”

“YAAA!!”

Hari itu berjalan dengan cepat, sembraut jingga sudah menghiasi pelantara langit yang biru menandakan jika kegiatan orientasi sudah selesai di laksanakan sehingga dengan lincah Affan mengenakan tasnya dan berjalan cepat untuk segera pulang.

Di jalan ia terus mengangguk kecil menjawab sapaan dari para MABA dan anggota BEM hingga 10 menit kemudian ia sudah sampai di depan rumahnya namun pemuda itu menghentikan niatnya untuk membuka pintu karena ia merasakan adanya hal janggal yang sedari tadi memperhatikannya.

Dengan waspada ia mengarahkan tatapan matanya ke segala penjuru lalu mengeriyit heran saat ia tak menemukan satupun kejanggalan yang ada.

“Apa hanya perasaanku saja?” gumamnya.

Dreek!

“Kamu sedang apa sayang? Ayo masuk!”

Affan tersentak saat monitor yang biasa di gunakan untuk melihat tamu yang datang dari dalam bersuara, ia yakin sang ibu sudah menunggunya jadi dengan cepat ia membiarkan alat keamanan mengschan kartu aksesnya lalu masuk ke dalam tanpa menyadari ada seorang pria yang terus memperhatikannya dari dalam mobil sport yang terparkir tak jauh dari sana.

“Ternyata bocah itu masih hidup... tapi tinggal dengan siapa dia? Apa rumor itu benar? Aku harus mencari tahu,” desis pria itu sebelum ia menghidupkan mobil dan beranjak dari sana.
.
.
Tbc

----

A/N : sampai ketemu di hari rabu 😘 lov you all 😍

Terima kasih udah mau membaca cerita receh aku yah 😅😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top