BERKAS MEDIS AYAH
Suasana kota cirebon terlihat sangat lengang karena hari ini adalah hari libur, hari dimana manusia banyak yang memilih istirahat dari aktivitas yang menguras tenaga dan pikiran.
Tak terkecuai dengan Affan, remaja tampan itu melangkah masuk ke dalam rumah setelah ia selesai berolahraga di car free day depan rumahnya.
“Mah, bikin jus ngak hari ini?”
Aiza menghentikan kegiatan memotong buah yang tengah ia lakukan lalu menatap sang anak yang tengah meneguk sebotol minuman yang baru ia ambil dari kulkas.
“Mamah sudah bikin kok, ada di pintu sebelah kanan.”
Affan segera mengambil gelas dan mengisinya dengan jus alpukat buatan sang ibu sebelum ia duduk di kursi meja makan tepat di hadapan Aiza.
“Affan boleh pinjam berkas kantor ngak Mah?”
“Loh, buat apa?”
“Belajar, Affan kan harus memegang kantor nanti.”
“Wiihh... rasa-rasanya bakalan punya bos baru nih!”
Boim yang baru selesai dari kamar mandi tiba-tiba saja mendudukkan dirinya di samping Affan lalu mencomot satu potong buah mangga yang baru saja Aiza selesaikan.
“Yap, nanti Om bakalan aku pecat, liatin aja!”
“Heh, kok serem sih.”
Aiza hanya bisa tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya mendengar perdebatan sang adik dan putra kesayangannya.
“Kamu tau ngak sayang, Om mu ini dulu suka banget ngintilin Mamah loh kemana aja.”
“Mbak! Kok tetiba buka aib sih?”
“Ahaha... ketahuan nih Om dulunya manja.”
“Heh bocah, emangnya kamu ngak manja? Dasar manusia kurang gizi kau!”
“Enak aja, badan Affan tuh proposional yah... dari mananya coba kurang gizi?”
“Heh—”
“Sudah-sudah! Sayang, kamu katanya mau ambil berkas kantor, ambil aja di ruang kerja Mamah.”
“Oke Mah.”
Affan beranjak dari sana setelah sebelumnya ia menjulurkan lidah kearah Boim yang di balas dengan jitakan penuh cinta dari pemuda itu.
“Mbak!”
“Hm?”
“Affan sudah tau semuanya?”
Aiza terdiam, gerakan tangan yang tengah mengupas kulit apel berhenti dengan kedua mata tertutup kacamata hitamnya menatap lamat sang adik yang menatapnya dengan serius.
Detik berlalu dengan cepat sebelum akhirnya Aiza menggeleng lemah sedangkan Boim menghela nafas.
“Kenapa, Mbak?”
“...mbak takut dia akan takut dan benci sama Mbak, Im.”
Boim terdiam, ia kembali memakan potongan buah yang ada di meja sementara pikirannya berkenala jauh.
Selain Kasmia, Boim adalah orang kedua yang tau kondisi Aiza karena pemuda itu sempat melihat kedua mata Aiza yang nampak tak normal sehingga mau tak mau Aiza membongkar aibnya kepada sang adik.
Satu misteri yang masih berhelantungan di kepalanya adalah.
Mengapa roh kakaknya bisa terjebak di dalam mayat dirinya sendiri?
Sementara itu...
Affan masuk ke dalam sebuah ruangan dengan dominasi warna emas itu dan mendekati sebuah rak besar berisi banyak buku kantor untuk memilih berkas apa saja yang akan ia pinjam dan pelajari.
Namun kedua matanya meyipit bingung saat ia melihat sebuah amplop coklat yang nampak sudah usang tergeletak begitu saja di dalam laci meja kerja saat ia hendak mengambil data cabang kantor yang biasanya di simpan di laci oleh sang ibu.
Karena penasaran, Affan meletakkan buku berkas yang sudah ia pilih di atas meja sebelum ia duduk dan mulai membuka amplop yang ternyata isinya sebuah surat laporan autopsi.
“Kok Mamah punya berkas kayak begini yah,” gumamnya sebelum ia melanjutkan bacaannya sehingga tak lama kemudian kedua matanya terbelalak lebar melihat siapa nama jasad yang di outopsi tersebut.
“Ayah... ini laporan outopsi mayat Ayahku.”
Dalam berkas itu terdapat banyak print foto tubuh kaku milik sang ayah yang berlumuran darah segar dan beberapa foto pendukung asumsi bahwa ayahnya adalah korban pembunuhan tepat 6 bulan sebelum ia lahir.
“Tidak... Mamah bilang jika ayah meninggal karena sakit, bukan di bunuh.”
Affan kembali memeriksa berkas itu dengan teliti hingga tiba-tiba saja kedua matanya terasa panas dan air mata berusaha lolos.
“Kenapa...? kenapa Mamah menyembunyikan kenyataan ini dariku?”
Tanpa membuang banyak waktu, Affan segera menggeledah meja kerja sang ibu dan menemukan sebuah berkas dari kepolisian bahwa kasus ayahnya di tutup dan tak terpecahkan.
“Sial, kenapa? Mengapa?”
“Affan! Nak! Sudah ketemu belum berkasnya?!”
Dengan cepat Affan menutup kembali laci dan menyelipkan dua berkas tadi di antara tumpukkan berkas kantor yang sudah ia ambil lalu keluar ruangan dan bertemu dengan sang ibu yang hendak masuk.
“Affan pinjam lumayan banyak nih, boleh kan Mah?”
Aiza tersenyum lebar meski ia tau sang anak tak akan melihatnya.
“Boleh dong sayang, semangat yah mempelajarinya.”
“Iya Mah, Affan ke kamar yah.”
“Iya.”
Affan segera masuk ke dalam kamar dan meletakkan semua berkas yang ia ambil ke meja belajarnya untuk kembali meneliti dua berkas yang menyita semua perhatiannya.
Kedua manik emas miliknya lalu menatap sebuah bingkai foto pernikahan kedua orangtuanya yang sengaja ia minta dari sang ibu sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke 17 tahun tadi yang terpajang rapih di nakas samping tempat tidurnya.
Foto dimana menjadi satu-satunya cara ia bisa tahu wajah kedua orang tuanya hingga ia sadar wajahnya ini adalah perpaduan yang sangat sempurna dari wajah kedua orangtuanya.
Entah karena apa, dirinya merasa sangat tak puas dengan keputusan polisi yang memilih menutup kasus ini.
“Ayah tenang yah, Affan akan memecahkan misteri yang ada dan menyeret orang yang sudah membunuh Ayah ke tiang gantungan!”
Tbc
----
A/N : punten liwat sluurr 😵
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top