ANEH


Dua minggu telah berlalu sejak kejadian di mana Aiza kembali hidup, wanita itu kini tengah menatap sedih pantulan tubuhnya yang mulai membusuk dan mengeluarkan bau tak sedap.

Kini Aiza sadar, biarpun ia hidup kembali namun tubuh yang ia tempati adalah mayat dirinya sendiri yang seharusnya sudah dikubur sehingga perlahan tubuhnya itu akan membusuk seiring berjalannya waktu.

“Aku harus mengawetkan diriku sendiri,” gumamnya.

Aiza kembali menatap wajahnya yang sudah terlihat begitu mengerikan sebelum ia menatap pangerannya yang masih terlelap di ranjang bayi.

Mau bagaimanapun ia harus melakukan sesuatu terhadap dirinya agar sang putra bisa tumbuh dengan baik dan tak menyadari bahwa ibunya yang ada disampingnya saat ini adalah mayat.

“Tenang yah, sayang, Mamah tidak akan membuatmu menderita.”

Aiza kembali termenung sebelum sebuah senyuman sedih menghiasi wajahnya.

“Maaf yah, sayang, sebaiknya kamu tak pernah tahu wajah Mamah.”

17 tahun kemudian..

Langit biru nampak tersayat oleh goresan jingga yang menandakan bahwa senja sudah menyapa dengan anggunnya sehingga banyak aktifitas manusia yang berada di luar ruangan akan segera berakhir.

Di trotoar jalnan kota Cirebon, terlihat banyak orang yang berlalu lalang untuk menuntaskan urusan mereka ataupun pulang ke rumah untuk beristirahat.

Tak terkecuali dengan seorang pemuda tampan yang tengah berjalan santai di trotoar jalan seraya mengulang kembali hafalan al-qur’an yang sudah ia hafalkan.

Ia berbelok kearah sebuah rumah yang lumayan mewah dan memasukkinya setelah membiarkan sistem keamanan mengschan kartu yang ia bawa.

“Assalamu’alaikum!” sapanya seraya melepas sepatu dan meletakkannya di rak.

“Wa’alaikumussalam, sudah pulang, Sayang?”

“Iya, Mah.”

Pemuda dengan nama Affan itu tersenyum tipis saat melihat sang ibu muncul dari arah dapur dengan wajah tertutup niqab dan kacamata hitam yang menutupi kedua matanya, selalu begitu sejak ia kecil hingga sekarang.

Ibunya itu selalu berpakaian dengan sangat tertutup hingga semua tubuhnya tak kelihatan dan lucunya dia juga tak pernah tahu wajah dan kulit sang ibu seperti apa walau ia adalah darah dagingnya sendiri.

Affan segera mengambil tangan kanan sang ibu untuk takzim sebelum ia berjalan menuju sofa untuk meletakkan tas yang sedari tadi ia bawa.

“Bagaimana di kampus? Bukannya besok ada acara penyambutan mahasiswa baru?”

“Iya, makanya hari ini hanya ada rapat untuk membahas tugas mengajar.”

“Kamu dapat kelas pascasarjana lagi?”

“Tidak, Mah, aku mengajar kelas sarjana.”

Aiza tersenyum di balik kain niqab yang ia kenakan, entah karena keajaiban atau apa, putranya yang baru menginjak usia 17 tahun itu sudah menjadi dosen di uiversitas Maung Bodas Cirebon atas izin khusus dari pemerintah karena sudah banyak mengharumkan nama bangsa.

Affan menyelesaikan pendidikkan S3 di usia 16 tahun dan setelah lulus, ia langsung di tarik mengajar di univ tersebut karena kecerdasannya memang sangat luar biasa. Ia bahkan mendudukki orang termuda di dunia yang berhasil menyelesaikan S3.

Namanya juga tercatat sudah puluhan kali mengharumkan nama sekolah bahkan Indonesia di olimpiade-olimpiade yang di adakan karena selalu menjuarai olimpiade tersebut, terdengar mustahil memang namun itulah kenyataannya.

“Kekamar gih, lepas softlens kamu terus siap-siap buat sholat maghrib di masjid.”

“Iya, Mah.”

Affan segera menuju kamarnya meninggalkan Aiza yang termenung sendiri di ruang tamu seraya menatap foto keluarga di mana ia juga menutup seluruh tubuhnya tengah duduk di kursi dengan Affan yang memeluknya dari belakang.

Sebenarnya ia juga merasa sangat bersalah karena tak pernah menunjukkan wajahnya kepada sang putra, namun mau bagaimanapun ini adalah yang terbaik bagi putranya karena apa yang akan ia rasakan jika ibu yang selama ini merawatnya adalah seorang mayat hidup?

“Maaf yah sayang, maafkan Mamah.”

Sementara itu di dimensi lain…

Di dunia yang masih terlihat sangat kuno baik dalam berpakaian dan lain sebagainya terlihat banyak orang yang tengah sibuk berlalu lalang menjalankan aktifitas mereka.

Sekilas tak ada yang aneh dengan dunia itu andai beberapa orang di sana tidak tengah terbang dengan kedua sayap yag ada di punggung mereka.

Dibalik hituk pikuk yang ada, terlihat seorang pemuda berpakaian ala bangsawan jaman dahulu tengah berjalan pelan seraya memperhatikan sekitarnya.

“Pangeran Narai!”

Pemuda berusia sekitar 21 tahun itu menoleh dan tersenyum kearah seorang pria berpakaian jendral tengah berlari kearahnya.

“Ada apa Frain?” tanyanya kemudian.

“Anda harus segera ke istana, Baginda Ratu mencari anda.”

Narai berdecak, sudah hampir sebulan ini ia kehilangan kebebasannya karena sang kakak yang seharusnya menjadi raja di negeri ini tiba-tiba saja menghilang secara misterius.

Untuk menekan berita besar itu agar tak terjadi keributan dan pemberontakan, akhirnya mau tak mau dirinya harus menjadi raja pengganti sampai sekiranya sang kakak di temukan nanti.

Karena mereka memiliki wajah yang serupa karena kembar, tak akan ada yang menyadari jika yang sekarang ada di tahta adalah Narai Fazairan, adik kembar Nirai Fazairan yang merupakan raja saat ini.

“Pangeran?”

“Hish, iya iya.”

Narai menutup kedua matanya yang berwarna biru cerah itu dan mengucapkan mantra untuk mengeluarkan sayap indah berwarna putih bersih miliknya lalu terbang menuju istana dengan Frain yang mengikuti dari belakang, pengawalnya itu memiliki sayap berwarna biru kehitaman.

Sesampainya ia di istana, Narai segera menghadap ratu yang merupakan ibundanya.

“Salam hormat pada anda yang mulia Ratu,” ucap Narai seraya menundukkan sedikit kepalanya.

“Kemana saja kamu? Harusnya kamu tau jika sekarang istana sedang kacau!”

“Maaf, Ibunda.”

Sang ratu menghela nafas maklum, putra keduanya itu sangat berbeda dengan sang kakak yang lebih tertarik dengan urusan politik sedangkan ia lebih suka bidang seni.

“Sudahlah, cepat ganti pakaianmu, sebentar lagi akan ada rapat dengan para petinggi istana.”

Narai berusaha keras untuk tidak mengerutu jadi ia segera berbalik dan berjalan menuju kamarnya dengan di ikuti oleh beberapa dayang yang sedari tadi ada di ruang singasana.

“Jendral!”

Frain segera berlutut begitu pangkatnya di panggil oleh sang ratu.

“Iya Baginda.”

“Apakah pasukan yang saya tugaskan untuk mencari yang mulia raja sudah menemukan titik terang?”

“Maaf, Baginda, dengan berat hati saya menyatakan bahwa keberadaan yang mulia raja masih misteri.”

“Ya Allah, kemana perginya Nirai? Kenapa dia bisa mendadak mengilang begini?”

Sang jendral hanya bisa diam menunduk, karena ia sendiri juga tak tahu mengapa sang raja bisa hilang dan tak meninggalkan satupun jejak, seperti hilang di telan bumi.
.
.
tbc

----

A/N : karena lagi bahagia aku up deh hari ini 😆 biar yg nunggu cerita ini up juga bahagia *ngarepdikitbolehlahyah

sabtu besok juga up lagi kok tenang, sesuai jadwal 😆

oke see you next part luv 😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top