XII. Menuju Puncak
PANDANGAN Molly seburam alam pikirnya yang berawan. Sial. Seluruh indranya menumpul. Seseorang harus memberinya lima puluh kilogram makanan atau sesuatu buruk akan terjadi. Masalahnya, Sam dan Cathy tak tampak bersedia, apalagi Kazu. Sial untuk kedua kalinya. Andai ia sedikit lebih kuat, Molly bisa membuat tanah merekah dan melahap segala isi di bawahnya ....
"Ha!" gertakan Kazu memecah keheningan ruang. "Sudah kubilang, Molly, kau mestinya percaya padaku." Napas Kazu yang terengah-engah membuat suaranya bergetar. Wajahnya merah ketika kaki dan tangannya meregang. "Satu detik dan kau membuat keputusan yang salah. Andai kau mendengarkan aku—"
"Kau adalah orang paling terakhir yang akan kudengar!" Molly meraung. Satu teriakan lagi dan sang demigod bakal menyayat tenggorokannya yang kering. "Kau mengkhianatiku!"
Sam dan Cathy saling melempar tatapan penuh arti sementara kedua monster di seberang mereka bertikai. Demigod yang hampir sekarat dan seorang pemuda yang tertahan di udara oleh rantai-rantai keji berarti pertanda buruk yang mesti diakhiri secepatnya.
Cathy berbisik, sepelan yang mampu didengar Sam. "Setidaknya kita tak termasuk daftar terbawah monster itu."
Sam melotot. "Bisa-bisanya kau memikirkan itu sekarang?"
Cathy mendesis. "Kalau terjadi sesuatu, yang bakal mati duluan adalah Kazu, bukan kita! Kita bisa kabur, kan?" ia menambah pertanyaan dadakan itu secepat gagasan yang terlintas di benaknya. Saat Sam hanya merespons dengan menelan ludah, Cathy mendadak panik. "Hei. Kau tak berpikir kita bakal ikut mati di sini, kan?"
Sam baru saja membuka mulut, tetapi teriakan Molly membuyarkan obrolan. Lolongan pilu itu keras, panjang, dan wajah Molly begitu merah seolah-olah sekujur pembuluh darah pecah. Sang demigod mengerang kesakitan tanpa sebab, sementara Kazu tertawa-tawa.
"Kau takkan bertahan lama, Molly!" Kazu berseru. "Lepaskan aku dan akan kuselamatkan kamu. Cepatlah!"
"Oh, tidak." Cathy terkesiap. Tanpa pikir panjang, ia melompat.
"Cathy!"
Bodoh amat dengan segala fobia yang Sam miliki—Cathy adalah satu-satunya yang ia miliki saat ini. Sam mengejar Cathy yang mendekati sang demigod.
Molly memandang Cathy penuh harap. Oh, jika ia mampu membuat Cathy memberinya santapan, maka ....
"Apa yang kau lakukan?!" Kazu membentak. "Menjauhlah! Dia bisa membunuhmu!"
Molly nyaris menangis. Tidak! Ia cuma ingin makanannya agar bisa berpikir jernih! "Tolong ...." Molly tak menyangka akan mencapai titik rendahan seperti ini. "Aku harus makan!"
Padahal Cathy nyaris mencapai Molly, tetapi Kazu menghentikannya. Sam pun buru-buru mengerem diri sebelum menabraknya. Dengan napas tersengal-sengal, Cathy dan Sam panik akan tarik ulur kedua musuh itu.
Kazu menyentak kedua tangannya hingga rantai bergemerincing, menambah kadar ketakutan mereka. "Molly entitas yang sangat berbahaya," desisnya. "Salah langkah dan kau akan terlumat dengan cara yang sangat kejam. Sekarang dengarkan aku, kalian berdua. Biarkan Molly sekarat. Semakin lemah ia, semakin bagus! Akulah yang seharusnya kalian lepaskan!"
Cathy sama sekali tak menyukai ini. "Kau menyerahkan kami kepada Rizky," kilahnya. "Mengapa kami mesti menolongmu?"
Gertakan Cathy membuat Kazu gentar. Pemuda itu naik pitam dan suaranya gemetaran hebat. "Apa kau tak berpikir bahwa menolong demigod perusak lebih berbahaya?"
"Bohong!" Molly meraung. "Aku bisa mengubah segalanya untuk kalian! Tolong aku!"
Sam bisa gila sekarang, tetapi Cathy justru memikirkannya masak-masak. Ia menatap tajam kepada Molly. "Apa kau sanggup memegang janji?" selidiknya. "Aku bisa memberimu makanan, tapi dengan satu syarat."
"Apapun!"
Cathy tersenyum. Semoga apapun yang ia harapkan sungguhan terjadi. Dadanya berdegup kencang. "Kau tak ingin mati cepat, bukan? Kalau begitu, perlambat waktu kita."
Sam menatap Cathy syok. Perlambat waktu? Bukankah mereka membutuhkan bantuan secepatnya?
"Dan," imbuh Cathy, "percepat waktu di luar ruangan ini. Bukankah kau bisa segala hal?"
—
Ditulis oleh: andywylan
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top