XI. Redemption
KONTRAS dengan kekacauan yang mengguncang jauh di dalam gunung, kawanan yang tertinggal berusaha menghangatkan diri dari sisa-sisa asa. Embusan angin pasca Rassenkrieg tak pernah ramah—kau boleh sebut ini hanyalah pelampiasan emosi dengan menyalahkan situasi, tapi kau bukan penduduk Veigrvollr yang terkutuk.
Misaka mengerling pada muda-mudi yang memeluk lutut di dekat pintu baja. Cuaca yang membeku tidak membantu penyembuhan.
"Kita mesti ikut masuk," usulnya. Namun, Nasr menggeleng dengan cepat. Tak ada keraguan pada penolakannya. Misaka tidak menyerah. "Setidaknya kalian tak menggigil seperti itu. Kau lihat perbekalan kita sudah semakin mengeras?" lalu, sebelum Nasr bersuara, Misaka terus berkilah. "Andy. Dia akan pingsan kedinginan."
Misaka tahu Nasr menyukai gadis itu. Hanya orang buta yang tak tahu kalau Nasr berulang kali mencuri pandang kepada Andy, memerhatikan lekat-lekat pada setiap kesempatan yang tak mengharuskannya berpikir keras.
Andy mempertegas permintaan Misaka. Ia balas menatap Nasr, kali ini dengan penuh selidik. "Aku mengenalmu," katanya. Yang benar saja, siapa yang tega membiarkan gadis pujaannya membeku dengan cedera otot? "Apa yang kausembunyikan, Nasr? Tenang saja, tak ada alasan bagiku untuk mengkhianatimu."
Nasr tanpa sadar melirik kepada Misaka. Andy, menyadari sisa-sisa keengganan Nasr, mengulurkan tangan dan meremas lutut pemuda itu. "Misaka bisa dipercaya."
Nasr mengernyit. "Tapi ia semula membersamai Molly."
Misaka memicingkan mata tersinggung. "Siapa yang mengira ia ternyata seorang monster?"
Andy mendesah. "Ini bukan waktunya berdebat. Maukah kau bergegas, Nasr? Sebab jika tidak, aku akan meninggalkanmu di sini. Misaka, bisakah kau membuka pintunya lagi?"
"Jangan bodoh!" Nasr melompat. Sempat terlewat kenyataan bahwa kakinya butuh waktu kesembuhan. Saat pahanya berdenyut keras, ia mengerang. "Oh sial—baiklah, aku akan mengatakannya! Aku mencurigai Kazu. Dia pasti menyembunyikan sesuatu!"
"Dan apa yang membuatmu begitu curiga?" tanya Misaka. "Kalian mengenalnya lebih baik dariku. Apa yang membuatmu menaruh kecurigaan seperti itu?"
"Pertama-tama, dia bersekongkol dengan Rizky. Yang kedua, dan andaikan kau belum tahu, Kazu dahulu bekerja dengan Molly, sampai Rizky memberinya tawaran yang lebih hebat." Nasr menyeringai saat mata Misaka membulat dalam kengerian. "Aku tak tahu apa yang direncanakan Kazu, tetapi jika kawan-kawan kita berusaha melawan Molly, dan monster itu mencoba memancing Kazu dengan tawaran menggiurkan, ia bisa saja berbalik arah. Sam dan Cathy dalam bahaya."
"Mengapa aku tidak heran?" gumam Andy. "Dan kau membiarkan Kazu pergi bersama Sam dan Cathy?"
"Sam kuat. Aku tidak khawatir jika terjadi sesuatu. Begitu pula dengan Cathy. Ia unik. Jika Cathy bisa membuka rahasia Molly, mengapa tidak dengan kejutan lainnya?" ujar Misaka, tanpa sadar membenarkan ucapan Nasr yang baru saja didebatnya. Jika ada satu hal yang menyatukan mereka kembali saat ini, maka itu adalah kepekaan terhadap berbagai hal.
"Rencanamu tidak hanya ini, bukan?" desak Andy. "Kau pasti memikirkan sesuatu, Nasr. Kita tidak bisa diam saja."
"Ya, aku memang memikirkan sebuah rencana. Kita juga tak bisa membiarkan Sam dan Cathy menghadap bahaya begitu lama." Nasr menghela napas. "Tapi, tolong jangan benci aku karena ini."
Andy spontan bertukar tatap dengan Misaka. Apa kiranya itu?
"Kita bangkitkan Wahyu lagi."
Andy membeliak. "Kau bercanda?"
"Tidak, sumpah." Nasr gugup. "Tapi, kita butuh senjata untuk menembus gunung. Andai Molly mengancam hidup Sam dan Cathy, kita butuh Wahyu! Dia musuh Molly, yang—akui saja—mau melindungi kita, meski caranya salah!"
Kala Andy dan Misaka terdiam gelisah, Nasr menjadi frustasi. Ia menambahkan. "Tentu saja kita tak membiarkan Wahyu hidup lama. Kita harus membunuhnya lagi."
"Wah, kejam betul kalian, eh?"
Andy, tanpa disangka, berbalik membela Nasr. "Yah, mengingat apa yang Wahyu lakukan pada kami, maka ini ide yang bagus. Ayo!"
—
Ditulis oleh: andywylan
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top