Trial

[ Trial ]
.
.
.

Ini mungkin terdengar sedikit narsis, tetapi semenjak ia memasuki kelas, Chiyo merasa seolah diperhatikan. Bila hanya sekadar dilirik-lirik, rasanya wajar, mengingat ia satu-satunya perempuan di kelas itu. Namun, tatapan ini berbeda. Rasanya seolah ada yang dendam atau sesuatu pada sang gadis.

Ketika ketidaknyamanan akhirnya memuncak, Chiyo memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Pemuda berambut pirang yang duduk di belakang kursi sang gadis segera tampak girang ketika gadis itu menoleh. Ia segera mencerocos tentang sesuatu, tetapi Chiyo mengabaikannya dan menatap pemuda berambut merah jambu di belakang. Tampangnya garang dan ia terus menerus memelototi Chiyo.

"---begitulah! Eh, Chiyo-chan, kau dengar, tidak?" tanya pemuda berambut pirang itu, menarik kembali Chiyo ke realita. Gadis itu menatapnya, lalu mengangkat bahu.

"Tidak," sang gadis berkata enteng, membuat pemuda berambut pirang itu mencibir. Tawa pelan terlepas dari bibir mungil sang gadis, lalu ia segera menambahkan, "Maaf, maaf. Tadi kau bilang apa, ehm ...."

"Hakaze Kaoru! Panggil saja Kaoru," jawab pemuda itu, kembali tersenyum cerah ketika melihat sang gadis tertawa. Chiyo hanya mengangguk, sebelum mencoba mengobrol dengan sang pemuda hingga guru akhirnya masuk.

.
.
.

"Kau kelihatan seperti penguntit,"

Suara itu membuat Itsuki Shu nyaris menjatuhkan kain yang ia bawa menuju ruang klub Prakarya. Dengan kesal, sang pemuda membalikkan badan, hendak memarahi siapapun yang memanggilnya. Mulut sang pemuda terbuka, siap menyumpah, tetapi kembali menutup lagi ketika menyadari sosok yang memanggilnya.

Kinshiro Chiyo si murid pindahan kini menatapnya, berdiri tegak dengan tangan disembunyikan di balik punggung. Kirana lembayung senja yang membias dari jendela memberi gemerlap indah pada iris merah gelap sang gadis, serta menekankan betapa pucat kulit putih yang kontras dengan rambut legam yang dikepang itu. Ditambah dengan tubuh yang tergolong mungil, sang gadis terlihat layaknya seorang boneka yang dipajang di tengah-tengah lorong sekolah.

Shu mengerutkan kening. Gadis di hadapan sang pemuda begitu rupawan, ingin rasanya didandani ....

"Kau menatapku lagi," Chiyo kembali berkomentar, mata menyipit waspada.

"Apa maumu?" Shu membalas ketus, mengeratkan pegangan pada kain yang ia bawa.

"Kau yang mau apa," sang gadis kembali angkat suara, kini berjalan mendekat, "Menatap seseorang dari jauh itu mencurigakan."

"Aku hanya menatap."

"Ya, dan kau bisa dilapor ke polisi berkat itu."

"Konyol."

"Memang, tetapi bukan berarti tidak bisa terjadi."

Langkah sang gadis terhenti di depan sang pemuda. Keduanya saling menatap, hingga Chiyo kembali mengulas senyum, kini lebih manis dan polos.

Shu bergeming. Cantik. Mirip boneka.

"Barusan, apa kau pikir aku mirip boneka?" Chiyo bertanya, senyumannya mengembang menjadi seringai, "Itsuki Shu-kun ... mau membuat kontrak? Aku memiliki penawaran menarik untukmu."

Iris delima itu menatap sang pemuda dengan tatapan jahil. Berbahaya. Itsuki tahu bahwa apapun yang dikatakan perempuan itu, sudah pasti membawa bencana.

Pemuda itu membuka mulut, hendak angkat suara. Namun, di saat yang bersamaan, sang gadis berjinjit, lalu membisikkan sesuatu di telinga sang pemuda.

Satu detik, kemudian iris ametis sang pemuda segera membelalak.

.
.
.

Pintu klub Prakarya dibanting terbuka dengan kasar. Dua pasang langkah kaki segera memasukinya, satu tergesa-gesa, satu lebih santai.

Mendengar suara keras itu, Kagehira Mika mengalihkan pandangan dari boneka mini yang ia buat. Iris dwiwarnanya segera berkerlip girang ketika melihat siapa yang datang, kemudian memanggil, "Oshi-san---"

"Bawakan aku meteran!" tukas Shu, nadanya suaranya tak sabaran sambil meletakkan kain di tempat terdekat. Mika hanya bisa mengerjap, sebelum akhirnya bertanya, "Untuk apa---"

"Cepat!"

Bentakan Shu sukses membuat Mika berlari, mengambil rol meter terdekat dan memberikannya dengan panik. Tanpa menunjukkan sedikitpun rasa terima kasih, sang pemuda berambut merah jambu mengambilnya dengan kasar, sebelum menoleh ke arah pintu dengan ekspresi masam seperti biasa.

"Jangan menatapku begitu, aku tak akan pergi ke mana-mana," Sebuah suara cempreng ala perempuan terdengar, membuat Mika akhirnya sadar akan keberadaan Chiyo yang menyenderkan punggung ke tembok.

"Aku tak suka buang-buang waktu," Shu kembali berkata ketus sambil mulai berjalan ke pojok ruangan, "Kemari; akan kuukur badanmu."

Chiyo terkekeh, tampak terhibur melihat kelakuan sang pemuda dan mulai mengikutinya. Sambil berjalan, pandangannya beralih pada satu pemuda lagi yang tadi memberikan meteran pada Shu.

Sang gadis mengerjap. Iris pemuda itu cantik sekali, dwiwarna, kuning-biru bagai permata.

Indah.

"Sore," Chiyo akhirnya memutuskan menyapa, tak kunjung menghentikan langkahnya yang mengikuti Shu, "Namaku adalah Kinshiro Chiyo, untuk sebulan ke depan, aku akan menjadi produser Valkyrie. Salam kenal."

Satu senyum terulas, lalu sosok sang gadis hilang di balik lemari, meninggalkan Mika yang terus mengerjapkan mata, masih tidak mengerti.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top