Tea

[ Tea]
.
.
.

"Jadi intinya, aku berhasil mendapatkan unit untuk diproduseri, Tenshōin."

"Ya, aku mengerti, tapi bisa tidak jangan seenaknya mengganggu kegiatan klub orang?"

Chiyo meletakkan cangkir tehnya ke atas meja, lalu menoleh ke arah seorang pemuda yang beristirahat di bawah pohon rindang.

"Aku tidak datang seenaknya," jawab Chiyo santai, mencomot sepotong kue kering tanpa mengalihkan pandangan dari si pemuda, "Ritsu mengundangku. Ya, kan, Ritsu?"

Kali ini, giliran Eichi yang meletakkan cangkir di meja dan ikut memandang Ritsu. Senyum simpul terulas di wajah, tetapi matanya tak ikut tampak senang.

"Mhm, itu benar," jawab Ritsu, tetap bergeming di bawah pohon, lalu menguap pelan, "Chiyo sering mencarikan tempat untuk tidur yang enak untukku ... sesekali membalas budi ... tidak ... a ...."

Dengkuran halus terdengar dari bawah pohon, tanda si pemuda mengantuk itu telah terlelap ke dalam mimpi. Eichi berdecak pelan, mengingatkan diri untuk memarahi Ritsu nanti.

"Sudahlah, kau tidak bisa mengusirku, jadi menyerah saja," Chiyo kembali angkat suara, kemudian menyeruput teh kamomilnya, "Aku tidak akan pergi kalau ada makanan gratis."

"Kau bukan anggota klub, ini tidak gratis untukmu," Eichi segera menukas, menatap sengit gadis yang duduk di hadapannya.

"Oh, ya, ini gratis. Ritsu memberikan bagiannya untukku," Chiyo membalas, kembali mencomot kue, "Sudah kubilang, menyerah saja."

Eichi menghela napas, pasrah. Sudahlah, yang terjadi biarlah terjadi. Bila Ritsu sudah mengizinkan, ia bisa apa, kan tidak ada larangan untuk memberikan jatah teh ke orang lain. Lagipula, ia dan Ritsu sering memanjakan Hajime dengan memberikan sang pemuda lebih banyak manisan saat kegiatan klub.

"Senang melihatmu menyerah," Chiyo menceletuk, terkekeh. Hal ini membuat Eichi kembali tersenyum sengit.

"Berisik," timpal Eichi, kembali meminum tehnya.

"Kalau berisik, kau juga diam dong."

"Kau diam duluan."

"Enak saja, kau duluan dong. Kan, kau yang bilang berisik."

"Kau berisik."

"Baik, baik. Aku akan diam. Silakan mengobrol dengan pohon atau dedemit sekalian."

"Mana mungkin aku jadi sarap begitu?"

Eichi menghela napasnya, lalu menatap Chiyo. Namun, sang gadis hanya tersenyum miring, tak berniat menjawab.

Gadis itu memang menuruti Eichi, tetapi entah mengapa, sang pemuda merasa kalah.

Untuk pertama kali semenjak pesta teh kecil ini dimulai, Eichi cemberut. Melihat itu, Chiyo tertawa tanpa suara dan lanjut menikmati tehnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top