Sleeping Beauty

[ Sleeping Beauty ]
.
.
.

Semakin jauh Eichi melangkah, semakin samar suara hiruk-pikuk terdengar. Pemuda itu berjalan menaiki tangga menuju atap, mengharapkan sebuah ketenangan dalam riuh rendah DDD.

Kenop diputar hingga pintu terbuka. Ketika silir angin menerpa, sang pemuda menarik napas dalam, menikmatinya. Ia berjalan, mencari bangku kosong sebagai tempat peristirahatan---dan malah menemukan sesuatu yang tak disangka.

Di atas bangku panjang, seorang gadis terbaring. Model rambut kepang dua yang menjadi ciri khas itu seolah meneriakkan nama sang gadis yang terlelap pulas tanpa peduli dengan dunia.

Eichi membungkukkan badan, lalu dengan jahil menusuk pelan pipi Chiyo menggunakan jari telunjuk. Tidak ada reaksi. Dilihat dari kaus olahraga, kantung mata gelap dan wajah pucat, pastilah gadis itu kelelahan menjadi panitia DDD.

Eichi mengerjapkan mata. Ia penasaran, reaksi apa yang akan didapat kalau gadis itu dibangunkan? Apakah ia akan marah? Atau hanya pasrah? Atau tidur lagi? Sang pemuda ingin tahu, tetapi ia tidak punya benda apapun untuk membantu membangunkan gadis itu, jadi ia hanya bisa menusuk pipi sang gadis saja.

Tusuk, tusuk, tusuk.

Tusuk, tusuk, tusuk.

Tusuk, tusuk---

"Berhenti menusuk pipinya, Selang Infus. Apa kau tidak lihat kalau dia kelelahan?"

Suara lembut tetapi bernada dingin itu membuat Eichi bergeming sesaat. Pemuda itu mendongak lambat, menatap wajah si pemanggil.

Seorang gadis jangkung berdiri, mengenakan lencana panitia DDD. Rambut putih ikalnya dihiasi sepasang pita hitam ala kelinci, sementara sepasang iris lazuardi itu menatap sang pemuda dengan tatapan yang sulit dibaca.

Sakuma Ikika---murid dari jurusan produser dari kelas 3-B dan tidak berhubungan darah dengan dua Sakuma bersaudara. Eichi mengenalnya; mereka sama-sama datang dari keluarga konglomerat yang uangnya tidak akan habis meski sudah tujuh turunan.

"Ikika-san," sapa Eichi, tersenyum---lalu menusuk pipi Chiyo lagi.

Ikika mengerjapkan mata, tak memberi reaksi berarti. Melihat itu, Eichi menusuk pipi Chiyo sekali lagi.

"Aku yakin kalau kau mendengarku dengan jelas," Ikika menyatakan, berjalan mendekat dan berhenti di depan gadis yang tertidur itu.

"Kau bilang sesuatu tadi?" Eichi berdusta, tersenyum simpul dan tampak menikmati interaksi mereka.

"Apa telingamu sudah rusak setelah mendengar jeritan kesakitan para pasien rumah sakit?" Ikika menyindir; jemari lentiknya menyelipkan diri dengan mudah di balik punggung dan paha Chiyo, lalu mengangkat gadis yang tertidur itu dengan hati-hati, "Kalau iya, kau perlu ke dokter THT sesegera mungkin."

"Kasar."

Mendengar komentar itu, Ikika mengulas senyum tipis. Sang gadis jangkung mulai melangkah pergi, bersiul pelan seolah menyanyikan lagu pengantar tidur kepada bayi yang baru lahir.

"Ke mana kau akan membawanya?" Eichi bertanya, berjalan mengekori kedua gadis tersebut.

Ikika mengerling ke arah sang pemuda, tetapi tak kunjung menjawab. Gadis itu melirik sosok Chiyo yang masih anteng terlelap, lalu angkat suara---

"Ke tempat ia seharusnya berada. Sekarang diamlah; kita bisa membangunkan Putri Tidur ini tanpa sengaja."

---dan menjawab dengan ambigu.

Eichi mengerutkan kening, cemberut. Namun, ketika ia melihat wajah Chiyo yang tampak nyaman dalam gendongan Ikika, sepasang iris birunya mengerjap dan mendadak ia tak ingin berkomentar apapun lagi.

... Dia bisa berwajah seperti itu, ya. Polos dan tanpa perlindungan, seperti bayi. Selama ini, dia selalu tampak kelelahan, makanya ... aku ....

"Selang Infus---"

"... Aku punya nama---"

"---apa menurutmu, sebuah mawar yang dinodai darah sudah tidak cantik lagi?"

Eichi terdiam, irisnya mengerling waspada ke arah Ikika. Sang pemuda memahami makna di balik ucapan itu. Ia telah mengenal Ikika cukup lama untuk mengerti permainan tebak-tebakan ambigu milik sang gadis.

Karena itulah, Eichi membukakan pintu bagi kedua gadis itu, tetapi tidak kunjung menjawab. Dua pasang iris biru saling memandang, mengetahui bahwa satu sama lain tidak akan angkat bicara duluan.

Ikika mengerjapkan mata, lalu mengangguk, paham bahwa pertanyaannya tak akan dijawab sama sekali. Gadis itu mengangguk sebagai tanda terima kasih, lalu berjalan pergi.

***

Sakuma Ikika © meongmuu

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top