Bagian 5
Baru kemarin ia berharap sebuah lembaran baru untuk hidupnya, namun kini sebuah pesan sukses merusak semua rencananya hari ini.
From : Raksasa
Lima menit lagi.
Kalo kamu enggak mau ketemu Mama, biar Mama yang ke sini.
"Raksasa gila!" Sasa mengeraskan suaranya, ia tahu Raksa masih ada di luar kamar kosnya.
"Ayo Sa! Aku tunggu sampe kamu keluar kamar, kalo enggak biar Mama yang ke sini buat lamar kamu." Pria dua puluh sembilan tahun itu tak menyerah begitu saja.
"Mending kamu cari cewek lain sana! Nyusahin orang aja." Pintu kamar terbuka bersamaan dengan gerutuan Sasa pada Raksa.
"Yah, anggap aja timbal balik karena kemarin kamu nyusahin aku." Raksa berujar tenang seraya menarik tangan Sasa dan menutup pintu kamar sebelum membawa Sasa ke rumah utama tempat tinggalnya.
"Oh, jadi kamu minta imbalan? Oke, Dan setelah ini semua impas." Sasa menarik tangannya dari genggaman Raksa, dan berjalan mendahului pria itu.
"Assalamu'alaikum," ucap salam terdengar disertai pintu yang Raksa buka agar Sasa segera masuk.
"Wa'alaikum salam," bukan suara Bu Yuli yang menjawab salam melainkan Wahyu Pramudya --papa Raksa-- yang baru sekali ini Sasa jumpai.
"Loh? Siapa ini Le?" Pak Wahyu nampak heran melihat sang putera membawa seorang gadis ke rumah.
"Ini pacarnya Dya, Pa. Temennya Rea juga. Sama-sama dari Jakarta mereka, semalem pas mereka datang Papa udah tidur duluan." Bu Yuli menyahuti keheranan suaminya.
"Sini, Nak. Sarapan dulu bareng kita." Bu Yuli meminta Sasa menuju meja makan.
"Tapi, Bu...," Sasa merasa sungkan dengan keluarga Raksa. Pasalnya, ia bukanlah kekasih sang putera seperti yang Raksa kenalkan kemarin.
"Udah, sini. Jangan sungkan."
Sasa terpaksa duduk di sebelah Raksa mengingat hanya itu satu-satunya kursi yang tersisa.
"Kok nggak dimakan?" Suara Bu Yuli mengagetkan Sasa, bisa-bisanya ia melamun hingga tanpa sadar cuma mengaduk-aduk makanan yang ada di depannya. Kehangatan suasana sarapan di keluarga Raksa membuat Sasa mengingat saat terakhir ia sarapan bersama kedua orang tuanya.
"Ah, I ... Iya Bu." Sasa memasukkan suapan pertamanya.
"Kalo ngumpul gini, kita kayak keluarga lengkap ya, Pa. Seneng kalo bisa ngumpul gini sama anak dan mantu."
"Uhuk,"
"Uhuk, "
Perkataan Bu Yuli membuat keduanya --Raksa dan Sasa-- tersedak karena kaget. Dengan cepat keduanya menandaskan air putih yang ada, dan menghirup napas dalam-dalam.
"Biarin dulu mereka lah, Ma. Masih muda ini." Pak Wahyu hanya bisa geleng kepala mendengar ucapan sang istri.
"Kamu udah siap kan, Sa?" tanya Bu Yuli tak menghiraukan ucapan suaminya.
"Ya Bu?" ucap Sasa dengan pandangan bertanya, ia terlalu larut dalam pikirannya hingga tak terlalu fokus pada ucapan Bu Yuli, namun pertanyaan Sasa disalah artikan oleh Bu Yuli.
"Dya, tunggu apalagi. Secepatnya anterin Mama ketemu orang tua Sasa. Kita lamar segera." Wanita paruh baya itu nampak bersemangat.
"Apa?!" ucap Raksa dan Sasa bersamaan.
¤¤¤
Sebuah kelegaan muncul ketika Sasa bisa melewati acara sarapan yang baginya mendadak berubah mencekam setelah ucapan Bu Yuli soal lamaran dan di-aamiin kan Pak Wahyu. Sungguh bertemu dengan Raksa adalah cobaan sabar terberat baginya. Bisa-bisanya pria itu dengan santai melanjutkan sarapan, saat dirinya tengah menjadi bahan perbincangan kedua orang tua Raksa.
"Kita sudah impas, lebih baik secepatnya aku pindah kos." Sasa meninggalkan Raksa dengan hati kesal.
"Sa! Tunggu! Ini belum selesai." Dengan langkah lebar Raksa mengimbangi Sasa yang berjalan cepat.
"Belum selesai? Kamu gila! Jangan main-main kamu Raksa. Lebih baik kamu jujur dan terima perjodohan dari mereka. Aku udah nggak ada hutang budi sama kamu. Kita impas!" Sasa bergegas masuk dalam kamar dan mengunci pintu.
"Dasar pria gila! Aku mesti cepet cari kos lagi sendiri sekarang. Bisa ikut gila lama-lama di sini," gumam Sasa sembari membuka aplikasi untuk mulai mencari tempat tinggal baru.
"Dapat!" tak lama kemudian sebuah senyum mengembang di bibir Sasa.
Bergegas ia masukkan baju-bajunya ke dalam tas travelnya, serta membereskan sebagian barangnya yang baru mulai ia tata di kamar tadi pagi. Dengan langkah ringan ia keluar kamar. Ia bisa bebas sekarang.
"Lhoh, Sa? Kamu mau kemana?" Rea yang tiba-tiba muncul di depan pintu membuat Sasa terperanjat.
"Aku dapat kos baru, lebih deket sama kantor, Re. Jadi nggak perlu bingung lagi soal angkutan, tinggal jalan kaki sampai. Makasih ya kamu udah bantuin aku cari kosan sebelumnya." Sasa menjelaskan pada Rea.
"Kan kamu belum sehari di sini, masa mau pindah? Kalo bingung soal angkutan, kamu kan bisa berangkat pulang bareng aku." Rea berusaha mencegah Sasa. Pasalnya, Bu Ratih diam-diam menitipkan puterinya pada Rea tanpa Sasa tahu.
"Enggak apa-apa kok, Re. Kita ketemu besok ya, aku buru-buru." Sasa meninggalkan Rea yang curiga dengan keputusan Sasa.
"Mau kemana?" Raksa mencekal pergelangan tangan Sasa saat gadis itu hampir sampai di rumah utama untuk berpamitan pada Bu Yuli selaku pemilik Kos.
"Pindah. Biar gak ikut gila kayak kamu." Sasa berusaha melepaskan cekalan Raksa dari tangannya.
"Maaf." hanya itu yang Raksa ucapkan. Ia merasa bersalah telah membawa Sasa masuk dalam masalahnya. Tapi entah kenapa sejak awal melihat Sasa, Raksa seperti merasakan sesuatu yang berbeda. Ia tak pernah lagi jatuh cinta. Tapi, bisakah pertemuannya dengan Sasa disebut jatuh cinta pada pandangan pertama? Raksa tak ingin gegabah dengan perasaannya.
....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top