Bagian 25

Hujan deras yang mengguyur sedari pagi seolah tidak memberi kesempatan pada matahari untuk menampakkan diri. Hal itu tidak sedikitpun menyurutkan keinginan Mika untuk bertemu seseorang di tempat ini.

"Maaf telat, Mas ada rapat tadi. Kamu udah pesen, Mik?" Pria itu menyampirkan jas yang sedikit basah terkena air hujan pada bangku yang akan didudukinya.

"Udah, Mas. Nunggu dianter aja."

Setelah Tara selesai memesan makanannya, pelayan yang mencatat pesanannya bergegas undur diri.

"Kamu nanti nginep di rumah Mas aja. Nanti kita ambil barang kamu di hotel," tawar Tara.

"Enggak usah, Mas. Mika enggak sendirian kok ke sini. Mika sama temen." Terang Mika sesaat setelah obrolan mereka terhenti karena pelayang mengantar pesanan gadis itu sebelumnya.

"Temen?" Tara memastikan, dan Mika memberi anggukan sebagai jawaban seraya mulai menyendok makanannya dalam mulut.

"Kok nggak diajak ke sini?" Tara saling menumpukan kedua tangannya di atas meja.

"Dia enggak enak katanya sama Mas kalo ikut," jawab Mika santai sambil mengunyah makanannya.

"Kenapa gitu? Mas kan gak gigit. Oiya, ajak temen kamu sekalian nginep di rumah Mas sekalian kalo gitu. Biar kalian lebih leluasa kalo mau lebih lama di sini." Tara berucap antusias, setidaknya kehadiran adiknya dan sang teman di rumahnya akan sedikit membuat suasana rumah sedikit ramai nanti.

"Mas yakin?" Mika memicingkan matanya, meyakinkan sang kakak atas ucapannya sendiri.

"Iya, nanti Mas jemput sepulang kantor aja kalo gitu, jadi kalian bisa kemas-kemas dulu." Pembicaraan mereka terhenti ketika pesanan Tara telah diantar oleh pelayan restoran.

Keduanya menikmati makan siang masing-masing dalam diam. Mika sedikit tersenyum ketika sang kakak dengan mudah menerima dia dan sang "teman" untuk tinggal di rumahnya.

***

"Mbak, kita kemas-kemas ya. Nanti sore kita pindah tempat menginap," ucap Mika yang sedang membereskan pakaiannya dalam tas tanpa perlu membalik badan saat mengetahui seseorang memasuki kamar.

"Loh, kenapa? Hotelnya nggak nyaman buat kamu ya? Mau Mbak pesenin hotel lain aja, atau kalau nggak kamu aja yang pilih nanti Mbak yang atur." Wanita itu tampak bingung dengan keinginan Mika yang tiba-tiba mengajaknya berpindah penginapan.

"Enggak, Mbak. Kan aku yang ngajak Mbak liburan ke sini. Mbak tenang aja, kita bisa di sini sepuas kita. Mumpung Mika liburnya lama." Mika sebelah mengerlingkan matanya di akhir ucapan.

"Yakin?" Wanita itu masih terlihat ragu.

"Iya, Mbak percaya aja deh sama Mika. Ayok kemasi barangnya. Bentar lagi kita dijemput." Mika merapatkan resleting tasnya.

"Dijemput? Sebenernya kita mau kemana sih, Mik? Jangan aneh-aneh ya, kalo ada apa-apa gimana Mbak musti tanggung jawab sama Mama kamu," ucapnya sarat kekhawatiran.

"Sini, Mika bantuin. Tenang aja, Mika enggak akan bikin kita dalam bahaya. Malah tempatnya nanti sangat aman buat kita." Mika menarik koper kecil yang tersimpan di kolong tempat tidur sebelahnya, membuat si lawan bicara sedikit terpaksa memasukkan barang-barangnya dengan pikiran penuh tanya.

***

"Udah siap?" tanya Tara saat melihat Mika berjalan ke arahnya dengan menjinjing travel bag pink favorit gadis itu ketika bepergian.

"Tunggu bentar lagi, Mas. Temen aku ke toilet dulu." Mika mengangsurkan tasnya pada Tara.

"Yaudah, Mas taruh tas kamu ke mobil dulu. Mas tunggu di mobil aja ya?" tawar Tara yang mendapat anggukan dari adik semata wayangnya.

Hingga tidak berapa lama Tara menunggu dalam mobil, terlihat Mika berjalan dengan seorang wanita disebelahnya. Gerimis yang mulai intens membuat Tara tidak terlalu bisa melihat siapa orang itu, tapo sepintas dia merasa mengenali gadis itu, namun ia tepis jauh dugaannya. Tidak mungkin kan orang itu ada di sini bersama adiknya.

"Ayo, Mas! Hujannya keburu deres." Entah sejak kapan Mika sudah duduk manis di sampingnya, Tara sepertinya terlalu larut dalam pikirannya sendiri hingga tidak menyadari jika adiknya telah masuk mobil.

"Langsung pulang atau mau makan dulu?" Tara perlahan melajukan mobilnya seraya melirik pada Mika.

"Gimana, Mbak?" tanya mika sedikit memiringkan tubuhnya menghadap belakang.

"Terserah kamu aja," jawab wanita yang duduk di sisi yang tidak terjangkau oleh kaca spion tengah mobil.

Deg!

Suara itu, Tara sedikit terkejut mendengarnya. Bagaimana bisa? Bukankah wanita itu bilang jika sudah mengajukan mutasi ke luar jawa setelah membatalkan semua?

"Kita pulang langsung aja, Mas. Sepertinya Mbak Kia udah capek." putus Mika.

Hening, tidak ada di antara mereka yang kembali membuka suara setelahnya, hingga mobil pada akhirnya berbelok memasuki sebuah perumahan tempat Tara tinggal.

"Kalian masuk aja, biar aku yang bawain barang-barangnya," ucap Tara sesaat sebelum dirinya keluar dari mobil menuju bagasi.

Melihat kakaknya telah berlalu, Mika menghadapkan dirinya pada Kiara yang masih saja bungkam enggan beranjak dari tempatnya.

"Mika tau, Mbak pasti kaget sama semua ini. Bukan Mika mau ikut campur, tapi Mika tau ada yang belum selesai di antara kalian, dan aku melakukan ini buat kalian. Jangan sembunyiin apa pun lagi dari Mas Bima. Pengorbanan Mbak udah terlalu besar buat Mas Bima. Sekarang kita turun dulu ya, Mika janji enggak akan bikin Mbak kerepotan lagi setelah ini."

Kiara terlihat menarik napasnya dalam setelah mendengar ucapan Mika. Niatnya bersama Mika datang ke kota ini hanya untuk melepas penat, namun tidak ia sangka malah membawa dirinya kembali bertemu Tara. Sia-sia sudah usahanya melupakan pria itu.

***

"Rencananya kalian mau kemana aja selama di sini?" tanya Tara berusaha mencairkan suasana canggung saat makan malam.

"Kemana-mana yang bisa di kunjungin lah Mas. Santai aja," jawab Mika sambil menyendok makanannya.

"Enggak cari yang emang bener pengen dikunjungi aja? Kan waktunya nggak banyak, cuti Kia enggak akan cukup kalo buat jelajahin semua wisata Jogja." Tara menumpukan kedua tangannya di atas meja, menatap bergantian pada Mika dan Kiara yang duduk di hadapannya.

"Cuti? Siapa bilang Mbak Kia cuti?" Ucap Mika setelah menelan makanannya serta meletakkan sendok yang ia pegang, mengangkat sebelah alisnya memfokuskan diri pada Tara.

"Terus?" Tara melihat Kiara dengan pandangan bertanya.

"Ck, Mbak Kia tuh udah lama resign kali Mas. Udah beberapa bulan lalu malah. Masa Mas Bima enggak tau sih?" cibir Mika.

Sementara Kiara yang sejak awal berusaha keras menelan sedikit demi sedikit makanannya, semakin menunduk dengan tangan memegang erat gagang sendok.

Tara terdiam mendengar ucapan Mika. Beberapa bulan lalu? itu artinya, Kiara melakukannya saat mereka masih bertunangan dan akan menikah. Tapi kenapa Kiara melakukan itu?

Deg!

Jantung Tara seakan berhenti sejenak ketika mengingat suatu hal saat mereka pertama kali bertemu setelah perjodohan.

***

"Pendapat kamu soal pasangan hidup itu kayak apa?" tanya Kiara kala itu.

"Aku pengen punya istri yang semua waktunya buat aku dan keluarga. Kalo kamu gimana?" tanya Tara yang duduk di seberang Kiara saat mereka berada di sebuah kafe.

"Aku akan melakukan apa aja buat suami aku nanti, termasuk kalo aku mesti lepasin semua karir yang aku raih susah payah saat dia minta. Itu wujud cinta aku sama dia," jawab Kiara dengan sebuah senyuman tulus.

***

"Mas! Mas Bima!" panggilan Mika menyentak lamunan Tara hingga pria itu memerlukan waktu beberapa saat untuk menguasai dirinya kembali.

"Jadi, kamu beneran resign Kia?" tanya Tara pada akhirnya.

"I ... iya." Sebuah jawaban singkat yang cukup menjawab kegamangan Tara dengan pikirannya sendiri.

"Sebaiknya kalian selesaikan yang belum terselesaikan antara kalian. Apa pun keputusannya nanti, terserah kalian. Mika cuma enggak mau kalian saling menghindar lagi setelah ini." Mika beranjak serta berlalu meninggalkan keduanya. Biarkan ini menjadi urusan dua orang dewasa itu.

...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top