Bagian 2
Keramaian peron stasiun sore ini tidak sedikit pun mengalihkan perhatian gadis dua puluh dua tahun itu dari benda yang masih berada di tangannya. Sebuah liontin kecil sederhana berbentuk oval dengan ukiran huruf T yang sebelumnya terbungkus kertas dengan sedikit bercak darah Tara yang mengering di beberapa bagian. Liontin yang ia kira hilang saat beberapa tahun lalu dirinya hampir tenggelam di kolam renang milik keluarga Tara nyatanya masih nampak terawat.
Perlahan ia buka pengait kecil yang terselip di salah satu sisi liontin emas itu, sebuah potret masa remaja terpampang jelas di sana. Liontin yang merupakan hadiah terakhir sang ayah sebelum pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya. Senyum Sasa sedikit terukir ketika kembali mengingat sang ayah, namun beberapa saat kemudian berganti dengan gurat kesedihan.
***
"Ini punya Mbak Sasa, Mas Bima ingin mengembalikannya." Mika menarik pelan telapak tangan Sasa dan memasukkan benda terbungkus kertas yang semula ia pegang dalam genggaman anak tetangga sebelah rumahnya itu.
"Mika enggak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi di kertas itu Mas Bima jelas nulis nama Mbak Sasa. Apa Mbak enggak mau nunggu Mas Bima sadar dulu buat denger penjelasannya?"
Hanya gelengan pelan yang Sasa tunjukkan sebagai jawaban. Sedari awal sudah ia putuskan, ia akan mencoba menghapus nama Tara dari hati dan pikirannya. Ia menyerah, Tara bukanlah jodohnya sejak ia menerima undangan itu, bertepatan itu pula ia diterima bekerja di tempat yang jauh dari kota kelahirannya. Sebuah kebetulan yang mungkin telah Tuhan gariskan untuknya.
"Titip bilang makasih aja sama Mas Tara karena udah nemuin liontin aku. Semoga dia lekas sehat. Aku pamit dulu." Sasa tersenyum tulus pada Mika dan bergegas melanjutkan langkahnya. Jika dulu cintanya bisa menunggu, kali ini ia tak akan membiarkan hatinya terluka lebih dalam jika bertahan di sekitar Tara yang tak akan pernah membalas perasaannya.
¤¤¤
Announcement dari petugas stasiun membuat Sasa tersadar dari pikirannya. Bergegas ia masukkan benda itu dalam saku, kemudian beranjak masuk dalam kereta yang akan membawanya meninggalkan kota metropolitan menuju kota pelajar.
"Permisi, Mas. Kursi 12A," Sasa menegaskan nomor tempat duduknya pada pria yang sudah duduk dengan mata terpejam, kepala bersandar pada jendela serta headset yang terpasang di kedua telinganya.
Tak ada respon apapun dari pria itu, membuat Sasa memberanikan diri menepuk pundak pria itu sedikit keras hingga terbangun karena terkejut.
"Apaan sih Mbak? Baru juga mau mimpi ketemu Katrina Kaif." Pria kulit putih, hidung mancung serta rambut yang terlihat gondrong itu mengucek mata membenarkan posisi duduknya dengan menggerutu.
"Mas, bisa lihat tiketnya? Saya yang seharusnya duduk di sana." Sasa menyodorkan tiketnya pada pria yang kini merogoh saku celananya untuk melihat tiketnya sendiri.
"12B, tukeran aja deh Mbak. Udah PeWe ini, saya mau lanjutin tidur biar ketemu Katrina, entar kalo pindah bisa buyar semua." Pria itu menepuk kursi sebelahnya agar Sasa duduk.
"Mas itu kan cowok, masa saya yang suruh ngalah. Mas pindah atau saya laporin ke petugas kalau Mas nyerobot tempat duduk saya?" Sasa melipat kedua tangannya di depan dada serta menaikkan sebelah alisnya. Ia sedang tak ingin berdebat, namun pria asing ini sungguh menyebalkan.
"Ck, cewek selalu aja nggak mau ngalah." Pria itu berdiri kemudian memberi jalan agar Sasa bisa duduk di tempatnya sendiri, lalu mendudukkan diri di kursi 12B.
"Mbak mau kemana?" terlanjur bangun membuat pria itu mencari bahan obrolan.
Sasa diam, tak menanggapi ucapan pria itu. Ia memilih melihat ke luar jendela yang menampilkan deretan rumah berjajar padat setelah kereta berjalan.
"Raksa Pramudya, panggil saja Raksa." Dengan percaya diri Raksa mengulurkan tangannya ke hadapan Sasa, namun juga tak ada tanggapan apapun dari Sasa.
"Mbak, lagi patah hati ya?" ucap Raksa sambil menarik kembali tangannya yang semula menggantung di depan Sasa.
Mendengar hal itu membuat Sasa yang sedari tadi menahan rasa jengkelnya beralih cepat menghadap pria yang mengaku bernama Raksa.
"Saya diam bukan berarti patah hati. Mas tuh jadi cowok kenapa cerewet banget sih. Mending Mas tidur aja daripada gak ada kerjaan." Sasa mulai membetulkan letak bantal leher dan menutup matanya, tak menghiraukan lagi Raksa yang entah bersuara apa.
¤¤¤
"Mbak," suara serta goncangan di pundak membuat Sasa terusik dari tidurnya.
"Mbak, turun dimana? Udah di stasiun cirebon ini." Suara Raksa semakin jelas terdengar.
Dengan mata terpejam, Sasa merogoh saku dan mengulurkan tiketnya pada Raksa. Ia terlalu malas membuka mata, tubuhnya terasa lelah.
"Tavisha Xaviera. Oh jadi namanya Tavisha ya. Tujuan kita sama ternyata."
Mendengar Raksa mengeja namanya, membuat Sasa terbangun dan seketika merebut tiketnya kembali. Ia lupa jika ada namanya dalam tiket itu.
"Ck, gitu aja panik." Dengan santai Raksa kembali bersandar dan menyilangkan kakinya.
"Ke Yogyakarta mau apa? Nyusul pacar ya?"
"Bukan urusan anda." Sasa memalingkan wajahnya mencoba menerawang ke luar jendela, namun hanya pantulan dirinya dan Raksa yang menunggu jawaban yang terpampang di tengah gelapnya malam.
"Tavisha, enaknya panggil Tavi aja ya. Atau Tata? Ah, sepertinya Mbak nggak akan peduli saya mau panggil apa." Raksa mengendikkan bahunya, kemudian perhatiannya beralih pada pramugari kereta api yang menawarkan menu makan malam saat kereta api kembali melaju.
"Ini, Mbak dari tadi belum makan kan? Pasti lapar." Raksa menyodorkan sebuah nasi goreng di depan Sasa.
"Mas makan saja, saya belum lapar. Dan tolong berhenti memanggil saya Mbak, sepertinya saya tidak lebih tua dari Mas." Sasa meneguk air putih yang sedari tadi berada di sampingnya.
"Oke, Tavi. Panggil saya Raksa." Raksa meletakkan nasi goreng yang memang ia beli untuk gadis itu ke atas pangkuan Sasa.
"Sasa," akhirnya ia mengalah, ia lebih suka dipanggil Sasa. Hanya ayahnya yang boleh memanggilnya dengan nama Tavi.
"Sasa, panggilan yang cantik kayak yang punya nama."
Sasa hanya menghela napas, memindahkan sekotak nasi goreng ke atas rak minuman di depannya, kemudian mencoba kembali memejamkan mata berharap segera sampai ke kota tujuannya dan memulai semua dari awal.
....
Maaf untuk slow repost, yang masih baca dan penasaran, bisa ke KBMapp atau dream ya. Yang masih sabar menanti up di sini, tunggu up selanjutnya ya... Terima kasih 😊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top