Bagian 14
Pagi ini Tara berniat menyempatkan diri menjenguk tante Ratih, setelah sebelumnya dirinya tanpa sengaja berpapasan dengan Raja yang baru akan masuk dalam rumah sendirian. Kondisi rumah yang sejak semalam gelap dan sepi membuat Tara menanyakan sebabnya.
Tanpa disangka, Raja memberitahunya kalau tante Ratih mengalami kecelakaan kemarin sore dan di rawat di rumah sakit yang kebetulan searah dengan kantor Tara. Untuk itu ia berniat mengunjungi Ratih pagi ini sebelum ke kantor, mumpung masih ada waktu mengingat minggu ini ia harus menyelesaikan semua tanggungan pekerjaan sebelum meninggalkan Jakarta. Mika yang tahu kabar itu merengek untuk ikut dengan Tara, meski tahu dia pasti akan terlambat sampai sekolah.
"Mas Bima, Tante Ratih lagi istirahat. Nanti sore aja kita ke sininya ya." Mika yang sejak tadi sudah berada di depan ruang rawat, segera mencegah Tara ketika melihat sang kakak berjalan mendekat menyusulnya dengan membawa parcel buah dengan senyum mengembang.
"Udah nyampe sini, sekalian aja. Kerjaan kantor lagi padet, ntar malah gak sempet." Tara masih bersikeras.
"Tapi, Mas...," ucapan Mika menggantung. Terlambat, Tara sudah lebih dulu menggeser tubuh Mika yang menghalangi jalannya.
Langkah Tara terhenti, senyum yang menghiasi bibirnya seketika surut ketika mendapati pemandangan dari balik kaca pintu depannya. Sasa, gadis yang belakangan mengganggu pikirannya ada di dalam sana. Tara ingin mengatakan rindu, namun keberadaan pria lain di sisi Sasa yang terlihat akrab, membuat Tara melangkah mundur.
"Permisi, Pak. Saya ingin mengecek pasien," ucap seorang perawat yang sudah berada di belakang Tara.
"Oh maaf, Sus." Tara memiringkan badannya.
"Oh ya, Sus. Bisa tolong titip ini untuk Bu Ratih? Saya ada urusan mendadak. Kalau beliau nanya, bilang aja dari Mika." Tara mengangsurkan parcel berpindah tangan pada si perawat.
Setelah mendapat anggukan dari perawat, Tara segera mengajak Mika keluar dari rumah sakit. Mika pun hanya diam menuruti kemauan sang kakak. Ia tahu, Tara baru menyadari jika pria itu memiliki perasaan khusus pada Sasa. Dan apa yang terjadi di dalam sana pasti mengusik perasaan Tara.
Siapa dia? batin Mika.
***
Sesampainya di kantor setelah Tara mengantar Mika terlebih dahulu, Tara tak bisa fokus pada pekerjaannya. Pikirannya dipenuhi dengan keakraban Sasa dengan seseorang yang ia lihat pagi tadi.
"Apa perasaan kamu buat aku udah nggak kayak dulu lagi, Sa?" Tara bergumam dengan kedua tangan yang terkepal menyangga dagu.
Pria itu pikir, ia akan dengan mudah mengambil hati Sasa, namun mengingat hal tadi membuat kepercayaan diri Tara sedikit jatuh. Masihkah perasaan Sasa sama untuknya, atau Sasa telah menemukan kebahagiaannya setelah gadis itu pergi dari hidup Tara. Pertanyaan demi pertanyaan berkelebat dalam pikirannya.
***
Sementara itu di ruang rawat Ratih, Raksa berpamitan pada Sasa. Telepon yang mengatakan ia harus segera ke kafe membuatnya dengan berat beranjak dari sana.
"Tante, Raksa pulang dulu. Kalo ada apa-apa hubungi Raksa aja. Dua puluh empat jam, Raksa siap kapan aja calon mertua manggil." Raksa menunjukkan cengirannya.
Beberapa jam berada dalam satu ruangan dengan pria itu membuat Ratih bisa memaklumi sisi slengekan Raksa. Tak ia pungkiri jika keberadaan Raksa membuat Sasa lebih ceria, meski mereka berdua lebih sering tidak akur.
"Jaga bicara kamu! Jangan sembarangan ngomong kamu tuh." Sasa kembali memukul pundak Raksa.
Bukan meralat ucapannya, justru Raksa malah mengacak rambut Sasa.
"Jangan galak-galak, ntar aku tambah suka." Raksa mengambil tas, "Raksa balik ya, Tante." Kemudian keluar dari ruang rawat
Setelah Raksa menghilang di balik pintu, Ratih menatap lekat putrinya yang sedang membetulkan tatanan rambutnya yang diacak Raksa.
"Kenapa, Ma? Gitu banget deh liatin Sasanya." Sasa nampak salah tingkah.
"Raksa lucu, ya? Mama suka sama dia," ucap Ratih melihat respon Sasa.
"Lucu apanya, nyebelin gitu,"gerutu Sasa.
"Tapi Mama suka, rame dia. Baik juga kayaknya."
"Mama suka sama dia? Yang bener aja, cari yang seusia sama Mama aja deh, Ma. Sasa nggak mau punya ayah tiri macem Raksasa gila," sungut Sasa.
"Ish, kamu ini. Suka tuh bukan berarti terus Mama jatuh cinta sama dia. Gini juga Mama cuma mau papa kamu buat jadi satu-satunya."
"Terus, tadi maksudnya gimana?" Sasa menatap polos sang mama dengan sevelah tangan menggaruk kepala yang tak gatal, ia malu salah menduga perkataan mamanya.
"Mama suka aja. Anaknya rame, baik, sama keliatan apa adanya. Yang enggak jaim gitu patut dipertimbangkan buat jadi pasangan loh, Sa. Kamu nggak tertarik apa sama dia?" goda Ratih.
"Ya ampun, Ma. Kayak gak ada laki lain aja. Lagi Sasa tuh sebel banget sama itu orang. Emang sih baik, tapi sering bikin darah tingginya." sanggah Sasa.
"Santai kali, Sa. Mama kan cuma nanya." Ratih terkekeh.
"Mbak," Suara Raja mengalihkan perhatian keduanya.
"Loh, Ja? Katanya ke sini siangan?" Sasa mengernyit bingung, pasalnya Raja sudah rapi dengan seragam sekolahnya, tapi kenapa bukan langsung ke sekolah, malah ke sini.
"Mau nganter ini, Mbak. Tante Risa nitip buat Bude." Raja mengangkat rantang di tangannya kemudian meletakkannya di atas meja.
Sasa hanya mengamati apa yang dilakukan sepupunya itu.
"Raja pamit ya, Bude ... Mbak Sasa."
Raja yang hendak keluar mengurungkan niatnya dan berbalik menghadap keduanya kemudian berkata, "Mas Bima sama Mika jadi mampir kesini kan? Tadi pagi Raja cerita, terus katanya mau ke sini pas berangkat kerja sekalian."
Mendengar ucapan Raja, Sasa yang semula fokus pada laki-laki itu seketika menatap parcel buah yang kini ada di samping nakas. Tadi perawat membawanya dari luar dan hanya menyampaikan jika parcel itu titipan dari Mika. Tapi Raja mengatakan jika Mika bersama Tara, Itu artinya Tara juga berada di sini tadi. Tapi kenapa alih-alih masuk, malah lebih memilih menitipkannya pada perawat?
...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top