Bagian 11

Info ya teman-teman, versi lengkap bisa dibaca d KBMapp atau Dreame. Mau peluk bukunya? Masih ada juga stoknya.  Terima kasih udah mampir baca. 😊😊😊
.
.
.
.

Dengan langkah ringan Sasa memasuki kamar kosnya, badannya terasa benar-benar lelah. Ia butuh mandi untuk menyegarkan kembali tubuhnya. Kemudian Sasa rebahkan badannya sejenak setelah membersihkan diri. Mengembuskan napas pelan, ia merindukan mamanya.

Tak terasa sebulan sudah Sasa berada di kota ini, memutus semua kontak yang berkaitan dengan masa lalunya, kecuali dengan mamanya. Ya, ia meminta agar sang mama tidak memberitahukan tentangnya pada siapapun, termasuk keluarga tante Risa yang sudah seperti keluarga mereka sendiri. Ia juga mengganti nomor ponselnya dengan nomor baru, terkesan pengecut memang. Tapi bukankah untuk maju kita harus meninggalkan sesuatu yang menghambat dan seharusnya ditinggalkan di masa lalu. Sasa hanya ingin memulai lembaran barunya tanpa ada bayangan Tara dan semua hal yang berkaitan dengan pria itu.

Tring

Bunyi notifikasi pesan masuk, membuat tangan kanan Sasa terulur ke nakas samping tanpa merubah posisinya sedikitpun. Dahinya berkerut saat mendapati sebuah nomor asing terpampang di layar, namun satu hal yang sukses membuat pertahanannya sebulan ini menjadi sia-sia ketika sebuah chat singkat dengan nama seseorang yang sangat ia kenal di akhir pesan.

08121296****
Gimana kabar kamu, Sa?
-Tara-

Deg

Jantung Sasa seakan memberontak, berdebar kuat namun entah karena apa. Berbagai pertanyaan sontak muncul dalam pikirannya. Kenapa Tara tiba-tiba kembali mengusik hidupnya? Dari mana pria itu tahu nomor ponselnya yang baru? Untuk apa pria itu menghubunginya?

Sasa mengacak rambutnya tak bisa memikirkan apapun lagi. Pesan Tara sukses merusak moodnya, ia benci namun tak dipungkiri masih terselip rasa rindu di hatinya untuk pria yang diam-diam ia cintai selama hampir tujuh tahun itu. Nyatanya satu bulan yang ia lewati kalah dengan pesan yang Tara kirim kurang dari sepuluh menit lalu. Sasa benci ini.

Mencoba mengabaikan pesan tersebut, Sasa bergegas mengambil jaket serta dompetnya, meninggalkan ponselnya tergeletak begitu saja di atas ranjang. Ia harus keluar menghirup udara segar untuk menenangkan perasaannya.

***

"Sendirian?" Sebuah suara familiar seseorang membuat mood Sasa semakin kacau.

"Enggak, banyak orang." Tanpa melihat si pemilik suara, Sasa menjawab pertanyaan Raksa.

Raksa melihat ke sekeliling, benar juga. Ini malam sabtu, dan suasana taman terlihat cukup ramai karena tak jauh dari sana terdapat sebuah pasar malam.

Sewaktu Sasa meninggalkan kamar kosnya dengan berjalan kaki, Raksa yang kebetulan pulang dari membelikan martabak manis pesanan Bu Yuli seketika langsung berbalik mengikuti gadis itu tanpa masuk rumah. Hari sudah malam, dan jalanan sekitar kos mulai terlihat sepi. Sebagai pemilik kos, ia ingin memastikan agar tidak terjadi sesuatu pada penghuni kos-nya dengan membuntuti kemana tujuan Sasa. Sebuah alasan yang dirasa pas untuk membenarkan kelakuannya memang.

Sasa yang membiarkan begitu saja saat Raksa dengan santai duduk di sebelahnya meski bangku seberangnya masih kosong, membuat Raksa heran. Apa yang terjadi dengan gadis ini?

"Makan ini." Raksa menyodorkan kotak martabak manis rasa coklat keju yang telah terbuka ke hadapan Sasa. Yang ia tahu, coklat bisa membuat perasaan seseorang sedikit membaik, yah setidaknya masih ada kandungan coklat dalam martabaknya ini.

Sasa yang semula bergeming, mengalihkan padangannya pada Raksa.

"Kenapa kamu selalu saja tiba-tiba muncul?" Alih-alih menerima tawaran Raksa, Sasa malah memberi pertanyaan random pada Raksa.

"Ini kota kelahiranku, jadi nggak akan ada yang ngelarang kapan aku mau pulang. Kamu keberatan?" Raksa mengalihkan kotak yang semula ia pegang ke atas pangkuan Sasa, kemudian menyandarkan punggungnya dan memandang lurus pada kerumunan area permainan di seberang jalan.

"Kalau maksud kamu nanya karena pengen tahu aku kerja apa, aku bukan pegawai kantoran di Jakarta. Cuma usaha coffe shop kecil yang aku rintis bareng temen." Raksa menjelaskan tanpa diminta.

Jika dulu kota ini menjadi tempat terakhir yang akan ia kunjungi semenjak kepergian sang kekasih enam tahun lalu, entah kenapa kini ia ingin selalu berada di sini. Itulah sebabnya ia selalu pulang ketika weekend kecuali di akhir bulan.

"Makan aja keburu dingin." Raksa mencomot satu potong martabak manis ketika mendengar suara perut Sasa yang keroncongan.

Dengan sedikit menahan malu pada Raksa, Sasa ikut menikmati martabak yang Raksa berikan. Gegara galau karena chat tak terduga Tara, Sasa sampai melupakan niatnya untuk mengisi perut.

***

"Cepet masuk kamar. Ganti baju terus tidur. Udah larut malam." hanya itu ucapan singkat Raksa sebelum menghilang berbelok ke rumah utama.

Tanpa sadar Sasa tersenyum. Raksa, pria itu selalu muncul saat dia sedang tidak dalam suasana hati yang baik. Tingkah konyol serta celetukannya sering membuat mood Sasa tanpa sadar membaik. Sama seperti Tara. Ah, Tara ... Kenapa Sasa harus mengingat lagi nama itu? Raksa dan Tara adalah dua sosok yang berbeda, dan Sasa tidak boleh membandingkan keduanya jika ia tak ingin terhanyut kembali pada perasaan yang berujung kekecewaan. Ia ingin fokus pada tujuannya datang ke kota ini, untuk membuat mamanya bangga jika dia bisa hidup mandiri.

Tak ingin berlarut, Sasa memilih segera memasuki kamarnya dan segera memejamkan mata. Membalas pesan Tara hanya akan membuka kembali rasa kecewa di hatinya. Lebih baik seperti ini, tak membuka peluang untuk Tara kembali dalam hidupnya dan pergi dengan menyisakan luka.

...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top