4
“Kamu yakin?”
“Iya. Cewek suka yang manis, kaya Kinan.”
“Tapi nggak yakin nih.”
“Bilang aja nggak berani?” sindir cewek itu sibuk menerawang jauh ke luar jendela.
“Ah tau dah. Gara-gara cewek itu,” rutuk Gazy menggaruk tengkuknya.
Di kantin.
“Buat kamu.”
“Ha?”
Melongo, cewek bersurai sebahu itu terkesiap memandang Gazy. Cowok aneh bin nyeleneh yang baru saja datang dan menyodorkan sekotak pocky padanya. Sedang Gazy sama terkejut karena respons berbeda yang ditunjukkan Hara tak sesuai prediksi. Salah siapa dia harus percaya dengan Kinan!
Merasa canggung juga malu. Akhirnya Gazy kabur dari sana, meninggalkan Hara pontang-panting.
Aku sudah tidak waras?
Tunggu ….
Tungkai Gazy berhenti kala teringat Kinan. Segala skenario yang telah disusunnya bakal
berantakan. Terlebih saat dia harus bersikap egois dan mengabaikan pesan Kinan.
Ketidaksengajaan antara Hara dan Gazy malah membuat cowok tersebut terjebak dalam misi lain. Andai saja tau begini, mungkin dia tak perlu bertingkah seperti orang bodoh. Tetapi, bisa saja itu adalah permintaan satu-satunya yang harus Gazy lakukan.
Argh!
Di lorong kelas Gazy bergumam sendiri seraya berjongkok frustasi.Tak peduli jika anak-anak di sekitarnya memandang aneh. Sejak menginjakkan kaki di sekolah ini pun mereka sudah mencap cowok tersebut.
“Hei, apa yang kamu lakukan?”
Suara barusan membuat Gazy mendongak. Di depannya berdiri Alula dengan tampang kepo. Berbeda sekali saat pertemuan pertama. Di mana gadis dora itu terbirit ciut untuk sekadar menatap. Sekarang tanpa ada keraguan Alula menyapanya. Coba saja pandangan murid-murid lain sama seperti cewek ini.
“Tidak ada,” sahut Gazy langsung berdiri.
“Kalo begitu mau ke kantin?”
“Hah? Emang kamu nggak punya temen sampai harus mengajakku?”
Dia cukup terkejut sampai nada bicaranya meninggi. Pasalnya tidak ada satu gadis atau siswa pun yang pernah mengajaknya makan bersama. Ini bener-benar tak terduga. Lagipula siapa yang mau mendekati seorang preman gadungan seperti dirinya.
Raut muka Alula berubah sendu. Apa perkataan Gazy barusan telah menyinggungnya?
“Eh maksudku bukan begit—“
“Aku memang belum punya teman …,” ujar Alula memberenggut.
“Ah, begitu.” Entah mengapa hanya sepatah dua patah kata yang lolos dari bibir Gazy.
“Makannya bertemanlah denganku. Akan aku traktir makan. Gimana?”
Sejenak Gazy berpikir. Memandang Alula sambil memastikan sesuatu. “Baiklah, tapi ada satu syarat untukmu?”
“Apa?”
Seringai nakal tergurat di bibir Gazy. Lalu dia menarik bahu Alula mendekat, hingga gadis itu bisa merasakan deru napas Gazy di telinganya. Lantas cowok itu membisikkan sesuatu, sampai membuat Alula manggut-manggut mengerti.
^0^
“Wah ada mantan Puteri di sini. Kok makan sendirian sih? Nggak punya temen ya.” Satu geng beranggotakan empat siswi menghampiri Hara.
Gadis itu tidak berselera meladeni mereka. Ia membuang muka dan lebih memilih melanjutkan makan. Namun, Sora tanpa permisi mengambil alih sendok dari tangan Hara. “Gila lo, selain gembel juga budek ya. Gue lagi ngomong nih.”
“Apa?” sorot mata Hara menatap tajam cewek menel itu.
“Wow, lihat lo gini gue jadi takut,” katanya memeluk diri berlebihan. Kompak teman-temannya ikut tertawa nyaring, kecuali satu siswi.
“Wih ada pocky, mayan buat ngemil nih.” Dicomotnya jajanan tersebut. Siswi itu tak peduli
dengan sang pemilik yang menolehkan kepala.
“Apa kalian nggak malu ngambil barang orang?”
“Ah, ini punya lo. Gue kira nggak ada yang punya. Pelit amat sih jadi cewek.”
“Atau dia nggak mampu beli lagi nih, karna udah jadi kismin.”
Satu persatu mereka duduk di kursi kosong deket Hara. Bergaya seolah akrab. Sebelum semakin tidak jelas, ia bangkit dan akan beranjak. Sayang, Sora lebih dulu menarik lengan Hara supaya kembali duduk. Pintar sekali memancing emosi Hara untuk menghapus kesabaran.
“Mau ke mana? Duduk sebentar nggak papa ‘kan. Udah lama kita nggak kumpul gini.”
Cewek berambut keriting itu menampilkan senyuman lebar. Asal tahu saja, Hara ingin muntah dibuatnya.
“Kalian mau makan apa, pesen aja deh. Ntar gue yang bayar atau …,” ucapnya melirik siswi di hadapannya. Lana.
“Gue nasi rames, es jeruk.”
“Gue bakso jumbo, teh botol yang dingin.”
“Lo nggak pesen Na? Tega banget ya padahal udah kita ajak bareng ke kantin.” Sora berujar seraya menjentikkan jemarinya.
Yang ditanya kicep. Tak sekalipun menatap lawan bicara. “Hmm, gimana kalo gue yang mesenin?”
“G-gue mie ayam aja.”
“Ck.” Hara berdecak sinis. Ia merotasi bola mata, ditatapnya satu-satu cewek-cewek tersebut.
Pemandangan di depannya seperti menonton adegan sampah. Ia masih kesal jika mengingat masa lalu. Tetapi, ia juga enggan ikut campur dalam drama perundungan itu.
Sepintas ingatan tentang masa lampau berputar dalam kepala Hara. Membuka cerita lama yang seharusnya sudah selesai. Ia tak perlu membuka lagi lembaran yang telah ditutup. Meski ada seorang yang perlu pertolongan. Rasanya cukup adil, ketika karma menimpa orang lain karena melakukan kesalahan bengis.
“Ayo dong kita lanjut makan, Ra.” Lamunan Hara pudar kala denting sendok beradu dengan mangkuk bakso. Tentu saja ulah Sora.
Pesanan mereka sudah datang, dan disambut riang dengan tampang menyebalkan seperti biasa. Diam-diam ekor mata Hara terhenti pada Lana yang mematut mie ayam. Ia tahu pasti apa yang ada dalam pikiran gadis itu.
“Gue duluan.”
Hara tak mau lebih lama bersama anak-anak tersebut. Obrolan ngalor-ngidul yang mereka bahas sangat mengganggu indra pendengarannya.
“Eits! Buru-buru amat sih. Lo nggak perlu khawatirlah sama kita-kita. Gue cuma mau ngobrol doang, sans aja,” ledek Sora menaik turunkan alis matanya.
“Terserah.”
“Wah kok lo nyolot sih.” Salah satu teman Sora menyalak dengan tampang tak suka.
“Kayaknya perlu kita kasih pelajaran, Sor.”
“Ide bagus tuh. Gimana kalo kit—“
“Hara! Di sini kamu rupanya.” Panggil Alula yang tiba-tiba muncul entah dari mana.
Hara terlonjak, hampir saja jantungnya lepas lantaran cewek dora itu menggelayut di lengannya. “Kamu?”
“Aku nyariin kamu dari tadi. Ingetkan aku pernah janji mau traktir?”
“Apa … tapi.”
“Udah ikut aja, sekalian makan bareng Gazy,” paksa Alula menyeret gadis jutek itu ke meja di sudut kantin. Di sana sudah ada Gazy, duduk manis. Sementara Sora dan teman-temannya hanya bisa terpaku akan aksi Alula barusan.
“Guys, cabut yuk,” ajak Sora pada temannya. Setelah selesai makan. “Na, jangan lupa ya ini semua, gue percaya sama lo.”
“Ha ha, parah lo Sor. Nanti dia nangis lagi gimana.”
“I don’t care. Dia bakal nurut, tenang aja deh.”
“Parah emang lo. Tapi gue suka. Sering-sering ajalah ajak dia, lumayan makan gratis terus.”
Samar-samar Hara bisa menangkap percakapan mereka yang berlalu ke luar kantin. Di meja sana, tersisa Lana sendiri. Terduduk dengan tangan mengepal, antara marah dan tak berdaya. Secepat kilat Hara membuang muka, berusaha abai.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top