2

🎼

Mati aku.

Ratap gadis Dora di luar gerbang sekolah. Rambut pendeknya ikut terayun bersama gerakan kecil yang dilakukan Alula. Ia seakan seperti maling gagal yang tinggal menunggu terciduk massa.

Dari lima menit lalu, Alula berderap ke pagar samping sekolah. Ia masih berusaha mencari celah atau tembok runtuh yang mungkin bisa digunakan untuk lewat. Mustahil. Semua dinding pembatas sekolah itu kokoh bak benteng Takeshi dalam acara TV. Sudah kehabisan ide, ia hanya mematung sambil merengut pada pagar tak bernyawa di depannya.

“Arggh! Wika. Kenapa dia ninggalin aku?” Alula menggeram kesal kala teringat tetangganya yang pergi ke sekolah lebih dulu. Hingga membuat gadis berpipi tembem itu nyasar entah ke mana, dan berakhir dengan keterlambatan.

Jangan tanyakan kenapa itu bisa terjadi. Sebab, ia anak baru yang pindah ke wilayah tersebut beberapa hari lalu. Maka dari itu, banyak ketidaktahuan yang dialami Alula. Di samping memang sifat pikunnya.

“Butuh bantuan?”

Tanya siswa asing terdengar menyapa. Alula yang memang tersentak, langsung berbalik pada sumber suara. Namun, sedetik kemudian ia kembali memutar badan. Jantung lemah dalam dirinya bergemuruh seperti diterpa badai. Sampai ia sendiri menahan napas sesaat dan meneguk ludah kasar.

“Dia, kenapa ada di sini? Apa ini hari terkutuk?”

“Huwahh! Apa yang kamu lakukan?” pekik Alula ketika siswa tadi dengan enteng mengangkat tubuh mungil Alula. Sampai gadis tersebut bisa meraih pagar setinggi hampir tiga meter.

“Sstt. Pelankan suaramu,” suruhnya masih berdiri di bawah sana dengan kedua lengan melingkar di pinggang ramping Alula.

Sumpah! Alula ingin menghilang saja. Ia teramat malu untuk mendapati dirinya diperlakukan demikian.

“Aa-awas saja kamu melakukan hal yang tidak sopan, ya.”

“Udah buruan manjatnya. Nanti ketauan guru.”

“Iya. Sebentar, susah banget ini,” tutur Alula berusaha sekuat tenaga karena ia masih menggantung tak jelas, sekali lompatan Gazy berhasil bertengger di atas pagar. Tanpa disuruh kemudian dia menarik Alula supaya berhasil.

“Lompat cepetan.” Gazy menyuruhnya dengan segera karena Alula telah berada di atas pagar yang sama.

Bukannya buru-buru, gadis Dora itu mengernyitkan dahi seraya melongo ke sisi bawah.

“Hiih! Tinggi banget.”

Keraguan membelit Alula dan membuat ia takut untuk terjun ke bawah. Sampai seorang siswi lain berlari tergesa-gesa di luar tembok sekolah. Ada lagi yang terlambat.

“Kamu?”

Kompak. Baik Hara juga Gazy berujar bersamaan. Bagaimana pun, jiwa gentelment dalam Gazy menawarkan diri, demi membantu gadis itu. Sayang, yang ia dapatkan adalah penolakan ketus dan ejekan.

“Ulurkan tanganmu. Biar kubantu.”

“Simpan saja belas kasihanmu. Aku bisa melakukannya sendiri,” papar Hara enggan menerima tangan Gazy.

Selanjutnya, dia mengambil ancang-ancang dan sekali lompatan gagal. Bibir tipis Hara berdecak kesal. Kemudian, dia kembali melakukan percobaan kedua dan berhasil. Tubuh lumayan tingginya berguna juga di saat seperti ini. Dia memiliki postur di atas rata-rata dari kabanyakan ukuran standar cewek.

“Pecundang.”

“Cewek kasar,” ucap Gazy ketika mendengar Hara berkomentar. Sementara Alula hanya bisa melongo dengan aksi sukses Hara. Lantaran dia sudah melesat dan menghilang di balik gedung.

“Kamu. Cepat turun, atau mau di sana seharian?” tanya Gazy ketika sudah berdiri di bawah, dan siap pergi.

“Tt-tunggu!” pekik Alula khawatir, antara tidak bisa turun dan ditinggal sendiri.

“Ssst! Kecilkan suaramu,”desis Gazy takut ketahuan guru, “cepatlah lompat. Aku tangkap.”

“Hah!” Alula mendelik lebar. Ia sungguh dilemma. Tetapi pada akhirnya Alula memilih melompat dengan mata terpejam.

“Oii hati-ha—“

Brugh!

Keduanya terjerembab di atas rumput. “Menyingkirlah cepat,” keluh Gazy karena tertimpa Alula.

“Maaf. Aku benar-benar minta maaf.” Alula cepat-cepat bangkit karena posisi yang serba salah.

Ia berada di dada bidang Gazy, dan siapa pun yang melihat bakalan berpikiran liar.

“Tidak masalah, cepat ikuti aku,” perintah Gazy secepat kilat menarik lengan Alula. Sebab seorang guru tak jauh dari sana terlihat tengah berpatroli. Mau tak mau, dia bersembunyi di balik tembok.

“Anu … sikumu itu.”

“Diam sebentar, ada Pak Wawan.”

Alula mengangguk setuju. Tetapi merasa bersalah karena aksinya yang gagal barusan, membuat lengan Gazy memar dan sedikit berdarah.

Lelaki bercodet di sudut bibirnya itu masih memantau pergerakan dang guru BK. Netranya fokus mengikuti Pak Wawan. Sampai dirasa aman, barulah ia keluar dari persembunyian. “Udah aman. Aku duluan, Bye.”

“Tunggu.” Alula menarik ujung seragam belakang Gazy. Hingga siswa itu berhenti.

“Ada apa lagi?”

“Emm, makasih.”

“Tak masalah,” jawab Gazy singkat dan langsung berlalu pergi. Sementara Alula masih berdiri mematung, dan memikirkan hal lain yang harus ia lakukan.

^0^

Dasar berandal.

“Siapa namamu?”

“Gazy Baridi Aslan, Bu.” Lelaki yang baru saja memasuki ruang kelas, langsung dicecar sang guru habis-habisan. Tak ayal seisi kelas ikut menjadi saksi dari ketegangan yang ada.

Preman.

Lihat saja, tampilan siswa tersebut layaknya penjegal yang sering nongkrong di gang-gang sempit. Rambut berantakan, mata sayu dan sedikit kemerahan seperti orang tidak tidur tiga malam, pakaian kotor dengan sedekit bercak darah di sikunya.

“Belum ada seminggu sekolah. Tapi sudah terlambat. Kalian jangan contoh dia,” tunjuk Bu Sonya guru Geografi yang terkenal disiplin, tak berhenti berdecak sendiri. Setiap kata yang dilontarkannya adalah mutlak. Tidak berarti tidak, sebaliknya iya berarti iya, titik.

“Kamu keluar. Tidak perlu ikut kelas saya.”

Mampus.

“Tapi, Bu ….”

Tak lama seorang siswi membuka pintu. Suara derikan menarik perhatian semua anak, termasuk Bu Sonya.

Mata Gazy mengerjap sesaat kala melihat anak tersebut. “Maaf Bu, saya terlambat,” katanya terbata. Kentara sekali di wajahnya yang putih.

“Ini lagi. Sekarang jam berapa?” tanya Bu Sonya semakin kesal. Sementara itu, yang ditanya melirik pada jam dinding di depan kelas tanpa menyahut.

“Nama kamu siapa?” tanyanya yang memang belum hapal dengan murid-murid baru.

“Alula Ferniola, Bu.”

“Kalian berdua keluar. Tidak usah ikut pelajaran saya, sebagai gantinya istirahat temui saya di kantor.”

Tidak ada toleransi sedikit pun dari Bu Sonya. Nada bicara tinggi membuat Alula semakin menunduk. Bahkan jantungnya bergemuruh tak karuan karena saking takut. Percayalah ini pertama kalinya gadis bersurai pendek tersebut terlambat. Jadi wajar kalau dia gelisah.

“Tunggu apalagi? Keluar. Jangan lupa, angkat satu kaki kalian dengan kedua tangan di kuping,” titahnya menghukum keduanya.

Napas panjang Gazy embuskan seraya menyapu pandangan ke penjuru kelas. Pemandangan yang lumrah Gazy dapatkan karena namanya yang tak lagi baik. Dirasa tak ada yang bisa ia perbuat, Gazy berkata, “Baik, Bu.”

Dengan terpaksa Gazy menurut keluar kelas, diikuti Alula di belakangnya.

Dia belum sempat menjelaskan atas keterlambatannya. Namun, guru tersebut tidak mau mendengar alasan. Siapa yang tidak paham akan guru tegas dan cerewet satu ini. Bibir semerah darah menjadi ciri khas beliau dalam keseharian, membuatnya paling terkenal dari banyaknya guru yang ada. Belum lagi sifatnya yang berapi-api, patut dijadikan salah satu guru yang memiliki haters di SMA Arama.

“Kita lanjutkan pelajaran. Tadi sampai mana Ibu menjelaskan?”

Suara melengking Bu Sonya menyadarkan murid-murid yang sibuk berbisik. Mereka semakin mencap Gazy buruk dari pada sebelumnya.

Di luar kelas, baik Gazy dan Alula berdiri bersebelahan.

“Kita sekelas ternyata. Kenapa nggak ngomong?” tanya Gazy yang baru sadar kalau mereka berada di kelas yang sama.

Ragu-ragu Alula berkata, “Kamu tidak tahu itu?” Lalu ia menyodorkan hansaplas juga.

Karena mengerti lantas Gazy menerima tanpa banyak bertanya.

“Tidak. Aku bahkan tidak peduli dengan kelas ini.”

Alula hanya manggut-manggut sambil melakukan hukuman. Ia meragu, apa masih akan mengatakan sebenarnya atau tidak. Kenyataan cowok itu tidak seperti rumor yang beredar. Tentang dirinya yang dianggap anak nakal dan segala kejelekan yang diberitakan tentang masa lalunya. Alula tidak tahu pasti, yang jelas Gazy telah membantunya tadi. Maka tak seharusnya, ia menyembunyikan kebenaran pada lelaki itu. Itung-itung balas budi!

“Aku mau minta maaf,” jujur Alula tanpa menoleh ke arah Gazy. Ia memainkan jari-jarinya, dan sesekali meremas rok sendiri.

“Buat apa?”

Gazy tidak paham sama sekali. Dia menyandarkan kepala ke dinding di belakangnya seraya melirik Alula.

“Aku tidak menggigit, jangan khawatir,” ujar Gazy karena merasa kalau dirinya telah menakuti Alula. Dia tahu, kebanyakan murid yang berjumpa dengannya sering menjaga jarak. Persis seperti Alula saat ini. Cewek itu seakan berkata ‘jangan dekat-dekat denganku, kamu berbahaya.’

“Tapi kamu tidak akan marahkan?”

“Iya. Untuk apa aku marah.”

“Sebenarnya, aku ….”

“Ya?”

“Aku, ak—“

“Katakan saja astaga!” tegas Gazy dibuat penasaran sekaligus gemas. Sampai suaranya terdengar ke dalam kelas.

“Yang di luar jangan berisik!” peringatan yang diberikan oleh Bu Sonya.

Mendengar itu Alula mengeryitkan dahi. Bisa-bisa hukuman mereka di tambah karena mengganggu jam belajar.

“Kamu mau bicara tidak. Kalau tidak, aku mau pergi.” Dari tadi Gazy sudah gatal ingin beranjak dari sana. Kalau saja Alula tak menahannya. Peduli amat dengan hukuman, dia berdiri santai. Berbeda dengan Alula yang masih setia mengangkat satu kakinya dan kedua tangan menjewer telinga.

“Iya. Janji jangan marah ya.” Ia kembali memperingati Gazy.

“Iya-iya.”

“Sebenarnya aku yang menumpahkan tong sampah kemarin.”

Penuturan Alula masih berkelibat di kepala Gazy. Cowok itu mencerna kata-kata barusan. Butuh waktu untuk mengingat kejadian kemarin. Sampai memori pendeknya kembali.

“Apa!” teriak Gazy spontan. Sementara Alula berdiri was-was di sampingnya. Tanpa sadar, Bu Sonya sudah berdiri di ambang pintu kelas.

Mampus!

26 April 2020
MiHizky 🍉

Yuhu part 2 udah up. Target Mei bisa kelar. Doakan daku yak 😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top