Lipstick
Deretan tabung indah menawan yang berjejer di etalase kaca, dengan tampilannya yang atraktif sungguh selalu membuat penasaran mata yang memandang. Nisa selalu terpesona menatap satu persatu gradasi warna yang tercipta dari deretan tabung tersebut. Lipstick. Pemerah bibir. Pelengkap dari keseluruhan ritual dandanan perempuan. Walau sekarang warna lipstick tak selalu merah sehingga sulit memadankan kata tersebut ke dalam bahasa Indonesia. Ah. What a name. bayangin aja jika lipstiknya warna kuning, jadinya penguning bibir. Atau lipstiknya hijau, penghijau bibir (euh!). Tentu efeknya terasa lain, karena kesan yang ditimbulkan jadi aneh dan mengherankan dibanding dengan kata lipstick kuning atau lipstick hijau.
"Silakan mbak, kami punya keluaran warna baru Lovely Glam dari produk lipstick Nekabo," tutur seorang SPG dengan senyum ramah. Nisa mengernyit. Dia selalu merasa kebanting jauh dengan dandanan mbak SPG yang selalu menor dan kadang terlihat berlebihan. Mungkin juga karena Nisa selalu memakai dandanan standar bedak dan lipstick atau lip balm (sekarang varian kosmetik untuk bibir pun bertambah, dengan fungsi yang gak jauh beda antara satu sama lain, sehingga membuat orang seperti Nisa yang berdandan saja harus google dulu berhari-hari semakin pusing).
"Saya cari lipstick yang nomer 618 mbak. Merek ini," tunjuk Nisa ke salah satu deretan tabung yang terpampang di etalase.
Si mbak-mbak mengernyit. "Waduh mbak, ini sudah tidak produksi lagi. Sudah ganti warna lain. Ini ada Sebening Langit, seri warna terbaru dari produk ini."
Dahi Nisa makin berkerut. Apa lagi Sebening Langit ini? Nisa benar-benar tidak paham kenapa masih ada orang-orang yang repot-repot membuat produk yang hanya berlaku satu periode dan dengan variasi yang sebenarnya bagi Nisa gak perlu. Dengan nama aneh-aneh pula. Sebelumnya malah Nisa pernah tahu seri Semesta Jingga, yang terdiri atas lipstick dengan tingkatan warna oranye yang berbeda-beda tapi dinamai seolah-olah itu barang yang berbeda. Burn Orange, Light SunShine, bahkan Dark Gold yang agak-agak keemasan gitu. Tapi bagi Nisa, it's such an orange lipstick. Dan jelas bukan selera dia juga.
"Yang warnanya mirip 618 ada gak ya mbak? Saya cocoknya make warna itu."
"Gak pengen nyoba seri Lovely Glamnya mbak? Lagi diskon lho." Si mbak SPG masih berusaha membujuk Nisa, yang semakin membuat Nisa tak habis pikir, kenapa tiap promosi selalu harus dengan iming-iming diskon. Memang sih, sebagian besar orang akan mudah beralih dengan diskon, tetapi yang Nisa selalu heran, sampai sejauh mana pengaruh selisih uang yang telah dikeluarkan dengan dampak jika produknya tak cocok? Memangnya diskon itu bisa bayar kalau kita jadi kejang-kejang gara-gara alergi lipstick?
"Ini warna yang lagi laris mbak, Dazzling Blue. Cocok deh kalau dipake ke pesta-pesta. Atau kuliah juga masih bisa kok. Mbaknya masih kuliah kan?" tanya si mbak SPG. Nisa mengangguk. Tapi olala, Dazzling Blue? Nisa terbelalak. Masak kuliah pake lipstick biru? Memangnya dia badut ancol? Nisa tidak bisa membayangkan komentar teman-temannya ketika bibirnya berwarna biru terang. Salah-salah dia disangka artis lenong. Atau malah lebih buruk, keracunan. Nisa bergidik. Sori ya. Se ngetren apapun nih lipstick biru, dia gak bakalan ikutan.
"Yang warnanya kayak gini aja mbak," Nisa menunjukkan lipsticknya yang sengaja ia bawa untuk contoh. Si mbak SPG tetap dengan senyumnya yang ramah pun segera mengambilkan beberapa tabung lipstick yang warnanya sama seperti lipstick Nisa. Setelah beberapa kali mencoba, Nisa akhirnya memilih yang berwarna merah kecokelatan, yang kalo dipake warnanya gak bakal terlalu mencolok kayak si Dazzling Blue tadi.
"Mau beli sekalian lip balm dan lip glossnya mbak? Ada yang rasa bubble gum dan soda."
Hah? Nisa terperangah? Memangnya itu minuman ringan, ada rasa sodanya segala? Speechless. Nisa menggeleng. "Ini aja mbak. Udah."
"Kalau mau nyoba yang ini juga gak apa-apa kok mbak. Testernya gratis. Barangkali mbak cocok juga." Mbak SPG menunjuk deretan lipstick merek Fantastic! Yang Nisa tahu sama sekali bukan level orang-orang 'udik' dandanan seperti dirinya.
"Memang berapa mbak harganya?" tanya Nisa ingin tahu.
"Yang ini? Murah kok Mbak seratus delapan puluh ribu. Ada extract zaitun oil dan madu, jadi lembut untuk bibir. Apalagi warnanya tahan lama ...." si mbak terus nyerocos sambil setengah memaksa mengoleskan lipstick itu ke bibir Nisa. Seratus delapan puluh ribu? Nisa melirik lisptik yang hendak ia beli. Harganya cuma sepuluh ribu, itupun Nisa harus mengirit penggunaannya agar masih bisa survive di tengah susahnya hidup di ibukota. 18x lipat. Wow. Bahkan sekalipun ia harus menari gangnam style sepuluh kali di bundaran HI, ia masih akan terus tercengang (dan tentu saja bilang wow).
Benar-benar. Untuk cantik pun sekarang harus banyak pengorbanan yang dilakukan. Membeli kosmetik dengan harga mahal, operasi, bahkan laser. Nisa punya teman yang terobsesi untuk tampil perfect sampai harus berkali-kali merelakan wajahnya disayat pisau bedah, disuntik berbotol-botol cairan Botox dan silicon, dan dilaser berulang-ulang demi wajahnya nampak mulus. Wajahnya memang mulus tanpa noda, kaku dan kencang; tapi bagi Nisa wajahnya jadi kelihatan aneh karena kulitnya benar-benar tak berkerut sedikit pun sekalipun waktu berbicara atau marah. It's like monster. Porcelain doll monster. Nisa bahkan ngerasa ngeri kalau temannya menabrak sesuatu atau ekstrim jika dilempar batu, bukan darah yang keluar tapi malah wajahnya pecah berkeping-keping seperti guci. Hiii.
"... nah gimana Mbak? Lebih enak kan dibibir? Gak lengket dan meresap gitu kan?" Si mbak SPG nyerocos. "Kita juga ada loh Mbak sekalian untuk produk perawatan bibir lengkap, masker, vitamin dan pelembab bibir yang alami dari Fantastic!. Coba Mbak pegang dulu lipsticknya, saya ambilkan sebentar ke dalam."
Sebelum Nisa sempat mencegah, si mbak SPG sudah hilang dari pandangan. Benar-benar pedagang yang gak mau rugi. Apapun akan dilakukan asal barangnya terjual. Nisa juga makin heran dengan beragamnya produk untuk bibir yang dikatakan mbak SPG tadi. Masker? Vitamin? Kenapa sekalian gak dimunculin lipstick pagi, lipstick malam?
Tiba-tiba hape Nisa berdering. "Halo?"
"Heh, lo dimana?" sahut suara dari seberang. "Cepetan balik ke kosan. Eh gak usah. Langsung aja ke rumah sakit. Si Bela sakit. Bibirnya bengkak en keluar nanahnya gitu. Sekarang lagi dirawat. Lu buruan kesini!"
Nisa terperangah. "Bengkak? Kok bisa?"
"Iya, gara-gara dia kemarin ditawarin lipstick produk keluaran baru merek Wu Ihsia Pa Xiang Ke yang katanya lagi nge trend. Awalnya sih cocok, tapi begitu berenti jadinya gitu deh. Si Bela kan gak gablek duit, beli tuh lipstick yang harganya dua ratus ribu. Makanya kita sekarang mah kudu ati-ati kalo mau beli lipstick atau kosmetik apapun. Jadi ketergantungan, begitu gak make lagi muka jadi lebih ancur."
"Masak sih?"
"Ih, elu ya dibilangin. Masak sih, masak sih aja. Duh sekarang mau cantik aja susah. Sekarang aja si Lusi yang dulu sempet suntik silicon di idungnya, idungnya jadi melar gitu deh plus jadi lembek. Ih. Gak banget. Eh, kok jadi ngelantur ... pokoknya elu buruan kesini deh. Si Bela dah harus rawat inap kayaknya, nih aja udah mau dioperasi gitu, gue bilangin sekalian ja lo operasi permak bibir jadi makin bonyok sekalian, eh dia malah melotot. Udah ah, cepetan lu. Kondisinya lagi parah nih."
Nisa terperanjat. Bergegas, dia berlari keluar dari pusat perbelanjaan, walau tanpa sadar telah menjatuhkan sesuatu yang sedari tadi dipegangnya. Sepotong lipstick teronggok patah, terlupakan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top