Prolog
Rapita membulatkan matanya. Ia benar-benar tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Tubuh Amar seketika terpental ke udara yang berjarak sekitar dua meter dari tanah, bersamaan dengan decitan ban mobil bergesekan dengan tanah yang terdengar. Tubuh lelaki itu melayang sejenak--setelah sebelumnya menghantam, mungkin lebih tepatnya dihantam oleh bagian depan mobil sport yang berwarna hitam--sebelum akhirnya terjun ke bawah dan terhempas.
Waktu seakan berhenti sesaat ketika tubuh Amar masih berada di udara. Tak ada gerakan apa pun dari orang-orang di sekeliling Amar dan Rapita, juga termasuk udara yang seketika seperti membeku.
Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Otak Rapita masih berusaha mencerna kejadian yang terjadi dengan sangat cepat itu. Hingga sebuah deruman mobil terdengar, mengembalikan semua pikiran yang langsung saja dicerna oleh otaknya secepat mungkin.
"Am-" pekikan Rapita tertahan di kerongkongannya. Wajahnya memucat seketika karena menyadari adegan mengerikan di depan matanya. Seluruh tubuh Rapita bergetar dengan hebat. Mata Rapita membulat. Tangan kanannya menunjuk ke arah tempat di mana Amar terlempar ke udara tadi. Dari ekspresinya, dapat dilihat bahwa Rapita sedang berada dalam kondisi sangat terkejut.
"Amar!" Suara lengkingan lolos dari bibir Rapita.
Teriakan histeris Rapita masih menggema, bahkan setelah gadis itu melesat menghampiri tempat di mana tubuh Amar tadi melayang dan kemudian terjatuh. Rapita mempercepat larinya tanpa memedulikan lututnya yang gemetar dengan hebat. Tungkai kaki Rapita terasa seperti tak bertulang.
Rapita lalu menoleh ke kanan dan ke kiri dengan wajah linglung. Ia ausah berdiri di tempat adegan nengerikan tadi terjadi. Gadis itu seperti mencari sesuatu di sekitarnya. "Amar?" ulangnya lagi. Namun kali ini dengan nada yang lebih mirip seperti bertanya.
"Amar!?" panggilnya lagi dengan sedikit lebih keras.
Rapita mengerutkan keningnya bingung. Ia jelas-jelas mendengar suara dentuman yang keras. Ia juga melihat tubuh Amar yang melayang lalu terhempas ke bawah. Dan ia juga melihat bekas ban yang selip tak jauh dari tempatnya berdiri.
Ya. Rapita ingat dengan jelas, bagaimana mobil sport berwarna hitam itu menabrak Amar dengan tanpa ampun dan membuatnya terpantal, lalu terhempas ke tanah. Rapita juga masih ingat dengan jelas bagaimana suara decitan ban mobil yang terdengar sangat menyeramkan saat itu yang beradu dengan aspal kehitaman, tempat yang dipijak Rapita saat ini.
Namun yang menjadi sumber kebingungan Rapita saat ini adalah tubuh Amar yang menghilang secara misterius. Amar tak ada di mana-mana. Tak ada sedikit pun jejak tentang Amar dan kecelakaan yang terjadi selain adanya bekas ban yang selip serta sebelah sepatu--yang dikenali Rapita sebagai sepatu Amar--juga sebuah buku yang tergeletak tak jauh darinya.
Rapita memicingkan mata menatap buku itu. Dengan perlahan, Rapita mendekat dan memungutnya. Rapita membaca judul yang tertera di sana dengan menggumam. "The Legend of the Golden Snail."
Rapita mengerutkan keningnya lagi. "Keong Mas?"
"Kenapa ini ada di sini?" sambung Rapita lagi sambil memerhatikan setiap bagian dari buku itu. Ia lalu membolak-balikkan buku itu dengan ekspresi heran. Tanpa sengaja, Rapita berhenti pada sebuah halaman yang menampakkan sosok lelaki yang memakai jubah kerajaan dengan mahkota di kepalanya.
"Amar?" gumamnya pelan. Rapita masih takjub melihat gambar yang sangat mirip dengan sosok Amar, lelaki yang baru saja menjadi korban dari adegan mengerikan beberapa menit lalu.
"Pita!"
###
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top