8. Pinjem Kostan

IMEL

Langkah kakiku terhenti, aku baru saja melihat Pak Tara muntah-muntah di parkiran. Dari suara muntahannya, kayaknya perih banget deh.

Mengikuti naluriku, ku hampiri Pak Tara yang membuang muntahannya ke sebuah pot tanaman. Kasian kembangnya.

"Pak? Pak Tara? Are you okay?" tanyaku pelan, kuberanikan diri menyentuh bahunya.

Ia menoleh, tampak kepayahan.

"Eh? Mel?" hanya itu balasannya.

Aku diam, bingung harus apa tapi gak enak juga kalau ninggalin dia sendirian gini.

Tak lama, datang seorang bartender membawa sebotol air mineral.

"Ohh, thank God, lo masih sadar, nih minum!" seru si Bartender tersebut.

Pak Tara mengambil air mineral yang diberikan bartender tadi, gak langsung minum, tapi dia kaya kumur-kumur dulu, dibuang ke pot lagi, dan setelah itu, tegukan berikutnya baru ia telan.

"Mbaknya temen Mas Tara?" tanya si Bartender.

"Eh? Sa-saya mahasiswa didiknya, bukan temennya," kataku dengan nada agak bingung.

"Lha? Dia beneran dosen?"

"Kaga percayaan lu sama gue!" ucap Pak Tara, dari suaranya terdengar sekali kalau ia sudah kepayahan.

"Yaudah, saling kenal kan tapinya kalian?"

Aku mengangguk kecil.

"Sip, temenin ya si Mas Tara, gue harus kerja lagi, bye!" kemudian si Bartender pun langsung pergi meninggalkan aku dan Pak Tara.

"Pak? Bapak bisa nyetir?" tanyaku.

"Jangan meremehkan ya, anak muda!" serunya, terdengar sangat jelas kalau nada suaranya becanda.

Wah, Pak Tara mabok nih.

"Pak Tara balik naik apa?" tanyaku.

"Firebolt!" jawabnya asal. Ya, pasti ngasal lah, firebolt kan sapu terbangnya Harry Potter, mana ada benerannya coba? Dikata kita hidup di dunia sihir apa gimana dah?

"Pak? Seriusan?" aseli, aku mendadak khawatir sama dosen pembimbingku ini.

Dan, tentu saja ada niat terselubung. Kalau aku baik sama dia, nolongin dia, kali aja kan skripsi-ku dipermudah? Hahahaha!

"Mobil Mel, bawel amat dah?" jawabnya, kali ini nada bicaranya slengean gitu. Sumpah, wibawa dosennya ilang deh, asli.

Pantes aja bartender tadi gak percaya kalau Pak Tara nih dosen. Aku juga kalau bukan anak didiknya gak bakal percaya sih. Paling ngira Pak Tara sales mobil. Ganteng soalnya. Hahahaha!

"Ayok sini, saya anterin ke mobil, mobil Pak Tara yang mana?" tanyaku.

Pak Tara yang sedari tadi bersandar ke tembok mulai berdiri tegak, tapi ia sedikit terhuyung, membuatku refleks langsung memeganginya.

Kulihat tangan Pak Tara merogoh saku celananya, mengeluarkan kunci mobil lalu memencet tombol.

Berjarak sekitar 10 meter dari tempat kami berdiri, sebuah mobil berbunyi, hanya sebentar tapi aku langsung tahu posisi mobilnya Pak Tara, dari suara dan tentu saja, lampu hazzard yang menyala.

"Ayo Pak!" kubantu Pak Tara berjalan, tapi si Bapak Dosen sotoy ini melepaskan tanganku ia mencoba berjalan sendiri ke arah mobilnya tanpa bantuanku.

Kususul Pak Tara, karena gak yakin juga, soalnya dia sempoyongan parah. Lalu, tepat di depan mobilnya, Pak Tara ambruk tapi untungnya ketahan kap mobil.

"Pak, ehh? Jangan pingsan dulu dong!" kataku.

"Pusing, Mel!"

"Ohh? Masih sadar? Kirain udah pingsan!"

Pak Tara gak menyahut, ketika kulihat, eh matanya sudah terpejam. Amsyong banget ini sih aku.

Menarik napas panjang, kutekadkan membantu Pak Tara malam ini, demi skripsi cepet kelar! Jadi, pertama-tama kuambil kunci mobil dari genggaman tangan Pak Tara. Membuka kunci pintu.

Kubiarkan Pak Tara ditahan kap mobil, aku berjalan ke samping untuk membuka pintu penumpang depan, setelah terbuka, baru aku kembali untuk memapah dosenku ini masuk ke dalam mobilnya.

Tukkk!

"Astaga!" aku sedikit meringis ketika kepala Pak Tara kepentok, biarin deh, salah dia sendiri, jadi orang kok tinggi banget.

Setelah Pak Tara duduk di kursi penumpang depan, kupakaikan ia seat-belt karena safety is a priority. Tapi kalo kata iklan kondom mah; safety can be fun. Hahaha! Sok iye banget aku.

Selesai, kututup pintu penumpang dari luar. Lalu merogoh ponselku. Menghubungi Dini.

"Hei, Mel!" aku bersyukur ketika panggilanku langsung diangkat oleh Dini. Seneng karena biasanya kan jam segini udah masuk jam sibuk-nya dia.

"Din lo di kostan?" tanyaku.

"Kaga, Mel. Why?"

"Pinjem yaaa?"

"Waah? Lo bungkus cowok?"

"Gak gitu, sompret! Pak Tara pingsan ini, mau gue anter balik tapi kan gak tau rumahnya. Mau booking hotel? Idih, kaga seniat itu gue. Lagian gak punya duit. Jadi nyari yang gratisan aja," jelasku panjang.

"Hahaha kocak lu! Yaudah bawa aja ke kost, kunci ada di tempat biasa. Hati-hati Mel!"

"Hati-hati kenapa?"

"Ya cewek kan kalo berdua cowok yang ketiganya setan,"

"Iyee, elu setannya!"

"Hahaha yaudah yaa, ganggu tau lo tuh!" seru Dini lalu ia pun memutus sambungan telepon barusan.

Aku nyengir. Kutengok Pak Tara yang ada di dalam mobil, ia terlihat sesak.

Astagfirullah. Mobilnya kan aku tutup ya? Tanpa jendela kebuka dan mesin kondisi mati. Bisa mati keabisan oksigen dosenku ini.

Bukannya skripsi lancar, malah double kill ini aku.

Buru-buru, kubuka jendela di bagian pintu kursi kemudi, menyalakan mesin dan otomatis AC pun langsung menyala. Aku sedikit bersyukur Pak Tara gak sadar, kalau sadar pasti kena omel nih aku.

Sebelum menjalankan mobil ke arah kostan Dini, aku periksa dulu Pak Tara, lehernya, nadinya, memastikan kalau dia beneran masih hidup. Biar aku gak dituduh sengaja membunuhnya dengan cara menyekap dosen ini dalam mobil. Hehehehe!

Setelah Pak Tara aman, AC juga udah oke, kututup kembali kaca jendela, baru deh kujalankan mobil ini, membawanya keluar dari parkiran menuju jalanan yang sudah sangat ku hafal.

Karena jalanan tidak macet, hanya butuh waktu 20 menit untuk sampai ke kostan dengan selamat.

Kulirik Pak Tara yang sudah terlelap, asli, ini dosen satu ganteng banget. Sumpah! Dia tuh mukanya muka ganteng perpaduan bule sama pribumi gitu lohh. Blasteran yang mengaggumkan. Enak banget dipandangnya.

Mengeluarkan diri dari lamunan, aku turun dari mobil lalu berjalan ke arah kostan Dini, mencari kunci yang ia sembunyikan lalu membuka pintu lebar-lebar.

Aku kembali ke mobil, kali ini ke bagian pintu penumpang depan, kulepaskan seat-belt yang tadi kupakaikan ke Pak Tara, lalu menariknya keluar dari mobil.

Lagi-lagi, kepalanya kepentok. Dah lah, kalo abis ini Pak Tara gegar otak. Pasrah aku.

Anjrit! Kenapa dia jadi berat banget dahh? Apa gara-gara udah gak sadar?

Dengan penuh perjuangan, aku berhasil membawa Pak Tara ke dalam kamar kost Dini. Gak pas rebahan di kasur sih, kakinya masih kena lantai, tapi biar deh. Capek!

Aku keluar dari kostan, menutup pintu mobil yang tadi kubiarkan terbuka. Lalu mematikan mesinnya, gak lupa juga dong, dikunci mobilnya. Setelah itu baru aku kembali ke dalam kamar kost, kali ini menutupnya dan juga menguncinya.

Ketika aku berbalik, mataku benar-benar terfokus melihat Pak Tara yang sudah tertidur pulas.

Aku diam, ini dia aku tinggal sendirian aja apa gimana ya?

Kalau aku pulang, kasian dia sendirian. Pak Tara juga pasti gak tau ini di mana. Tapi kalau aku di sini. Anjir lah, ini kali pertama aku tidur sekamar berdua sama cowok.

Aku pernah tidur di kamar kost ini bareng Didi, juga Prima, tapi ya ada Dini dan yang lainnya. Rame-rame, gak beneran berdua gini.

Ya ampun, kok ya aku tegang banget ya??

Help!

****

TBC

Thank you for reading
Dont forget to leave a comment and vote thks chapter xoxoxoxo

Ps: dah tuh triple update untuk menemani kalian xx
Jan lupa comment dan vote, kalian tu kalau aku rajin update suka sepi vote dan komennya 🤣

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top