31. Dugabir
IMEL
"Ikut aku ke kostan temen yuk, Cil!" ajakku ketika kami keluar dari bioskop.
"Ehh? Ngapain?"
"Ya nongkrong aja, ini di group genganku katanya pada mau kumpul, ada Didi kok," aku menyebutkan temanku yang juga tetangganya.
"Entar di sana ngapain? Aku drop kamu aja ke sana, nanti kalau mau balik baru deh aku jemput," ucapnya.
"Ya ngobrol aja, ada Didi loh," ulangku.
"Aku drop kamu aja ya? Gak enak aku ikut gabung geng orang,"
"Jaah, yaudah kalo gitu,"
Kami sudah sampai di parkiran. Karena tadi sore pas berangkat agak mendung, hari ini Acil menjemputku pakai mobil, biar gak keujanan katanya. Ya aku sih naek apa aja oke, yaaa.
Kuarahkan Acil menuju kostan Dini, dari mall tempat kami nonton, ya lumayan sihh jaraknya, jadi kami pun bahas film yang tadi ditonton.
"Kamu nanti pulang jangan kemaleman ya?" ucap Acil ketika kami sampai di pinggir jalan. Dia gak masuk ke parkiran kostannya Dini.
"Sampe jam berapa nih dibolehinnya?" tanyaku.
"Ya sebelum jam 11 ya? Gimana? Kalo lewat tengah malem aku gak enak sama Papa kamu nanti,"
"Oke deh, sipp-sippp!" kataku.
Acil tersenyum, kemudian aku pun turun dari mobil, berjalan menuju kamar kost Dini. Dari sini sih aku sudah melihat keramaian yang ada di kamar itu.
Benar saja, ketika aku sampai, sudah ada Dini tentu saja sang tuan rumah, lalu ada juga Heri, pacarnya. Prima, Wira, dan Didi. Minus Ulfa yang lagi pulang kampung mumpung libur seminggu.
"Eh kok lo sendiri, Acil mana?" tanya Dini.
"Iyee, tadi katanya lo sama Acil?" sahut Didi.
"Balik dia, drop gue doang, ada urusan kali," aku berkilah.
Masuk ke dalam kamar, aku duduk di samping Prima. Udah enjoy gitu sama dia tuh, jadi aku senderan pun kita berdua santai-santai aja.
"Mel, coba mumpung lu di sini, tolong cek dong proposal gue," pinta Dini.
"Mana sinih?"
"Iya tuh Mel, tadi gue liat tapi bingung apa yang kurang," ujar Prima.
Dini pun memberikan laptopnya, aku membaca judulnya, tentang ekologi hutan bakau di Kalimantan.
"Din? Entar lo kalau ini tembus berenggo dong ke Kalimantan?" tanyaku.
"Iya, tapi waktu penelitiannya cuma sebulan kok, jadi gak lama kaya gengan si Ahmad," ucapnya.
Aku mengangguk.
Sambil baca, aku merapikan spasi dan layout-nya, belum sesuai ternyata. Lalu, kumasukan beberapa tinjauan pustaka, menambahkan lokasi geografis, sebaran magrove di Kalimantan dan lain sebagainya yang menurutku kurang.
Setelah itu, karena ini masih proposal, jadi hanya sampai Bab 3, kucek kembali metode penelitiannya, tak lupa masukin ke daftar pustaka semua referensi yang dipakai.
"Nih, aman sih Din harusnya," kataku mengembalikan laptop.
"Thank you!" ucap Dini. Eh aku baru sadar, kok Heri dan Wira gak ada?
"Cowok lo sama Wira kemana?" tanyaku.
"Beli duren, si Wira ngidam duren katanya,"
"Wihhh mantap!" nah aku nih bersyukur banget tau, satu geng himabo ini semuanya suka duren. Jadi kalau kita makan, gak ada tuh seorang yang hoeek-hueek karena gak suka baunya.
"Beli di mana?" tanyaku.
"Tadi gue liat di perempatan ada yang jual pakai mobil," jawab Didi.
"Waduh? Bagus gak tuh? Entar zonk lagi, kenapa gak beli di toko buah?"
"Mahal nenggg!" seru Prima.
"Atuh kan patungan gaesss!" kataku.
"Kaga, Wira pengin traktir katanya. Terus si Heri meng-klaim diri bisa milih duren yang enak, jadi yaudah, mari kita lihat!" ujar Prima.
"Kalo zonk putusin ya Din?" ujar Didi.
"Jangan atuh ih, enak dia mainnya,"
"Bangke lu!" maki kami bertiga bersamaan.
Tak berapa lama, Wira dan Heri datang. Kami yang di kostan sudah prepare, menggulung karpet milik Dini, membentangkan koran bekas di lantai biar gak berantakan.
"Wihh mantap, beli berapa biji lo?" tanya Didi.
"5 biji nih, gede-gede, cukup kali ya?"
"Cukuppp!" seruku. Ya, kami cuma ber-6. 5 buah duren untuk 6 orang tuh cukup banget.
Prima yang sudah siap dengan pisau besar pun mengambil posisi untuk membelah durian pertama. Begitu terbuka, terlihat buahnya kuning, cantik banget.
Lalu, ketika aroma durian full memenuhi ruangan, aku mendadak mual.
"Hooeeeek!!" aku langsung berlari ke arah luar, karena lebih dekat dari pada aku ke kamar mandi.
Anjirrr. Kok aku mual sih??
"Heh? Kenapa lu?" tanya Didi.
"Gak tau, kok gue eneg yaa? Tutup pintunya Di!" pintaku agar aroma durennya gak keluar.
Aku menarik napas panjang beberapa kali, berusaha menghirup udara luar yang masih segar.
Kok? Kok bisa aku mual nyium bau duren? Please... aku nih suka durian. Kok bisa berubah.
"Mel? Are you okay?" Dini bergabung bersamaku dan Didi.
"Gak tau, eneg banget gue, Din!" kataku.
Kusandarkan tubuhku di tembok, mendadak pusing. Dini dan Didi pun menghampiriku, duduk di depanku.
"Lu gak hamil kan, Mel?" tanya Dini penuh curiga.
"Hah? Hamil? Hamil sama siapa? Acil? Wahh gila juga si Acil! Temen gue baru dipacarin 2 bulan udah dihamilin aja!" seru Didi sewot.
Aku diam.
Aku baru sadar, kayanya sudah lama deh aku gak dapet haid. Mana aku bukan tipe orang yang nyatet tanggal menstruasi lagi.
Gimana ini?
"Entar, itu duren gue beresin dulu, kupas aja dulu terus masuk kulkas! Kita harus rapat!" ucap Dini tegas, meninggalkan aku dan Didi di teras kostan yang sempit ini.
"Mel? Lo ama Acil udah ngapain aja?" tanya Didi.
"Aduhh, Di. Gue lagi gak mau jelasin apa-apa dulu ya, please!"
Kepalaku mumet! Sumpah! Karena bau durian dan fakta kalau sudah sekian bulan aku gak menstruasi.
Ahh kampret! Kenapa aku gak sadar sih??
Beberapa menit kemudian, Dini memanggil kami untuk masuk ke dalam. Aku diam gak beranjak, sampai akhirnya Didi menarik tanganku untuk berdiri, barulah aku masuk sesuai seruan Dini.
Begitu masuk, bau kamar ini aneh banget. Perpaduan durian, hit lavender sama glade vanilla oud wood.
Anjir! Kok aku bisa tau detail macem-macem aroma??
Ohh, engga. Aku gak mendadak sakti. Aku liat botol 2 brand yang kusebutkan itu di bawah TV.
Aku duduk di samping Prima lagi, dan sekarang bisa kurasakan semua mata tertuju padaku. Menunggu.
"Mel? Mau gue yang cerita apa lu yang cerita?" tanya Dini.
"Elu aja Din, gue gak sanggup ceritanya," kataku.
Dini mengangguk, keempat cowok di depan kami ini langsung serius semua.
"Kayaknya nih yaa, kayaknya," ucap Dini.
"Kayaknya apa Din?" tuntut Prima.
"Kayaknya Imel hamil deh, anaknya Pak Tara,"
Segala makian terucap dari Didi, Wira dan Prima, mereka mengumpat dan semuanya tedengar marah.
"Udah gila, kok bisa? Kok kita-kita gak tau?" tanya Didi.
"Jangan marah-marah dulu, mending kita nyari kejelasan dulu," ujar Dini tenang.
"Kejelasan gimana?" tanya Wira.
"Sayang, kamu ke apotek depan dong, beliin tespek," pinta Dini ke Heri yang sedari tadi diam saja.
Heri hanya mengangguk, ia lalu keluar dari kamar kost, tak lupa menutupnya.
"Mel, kok bisa?" tanya Prima setelah Heri pergi.
"Pak Tara sempet bantuin Imel nyari sampel penelitian--"
"Terus si bangsat itu minta benefit ML gitu?" potong Wira.
"Sabar dulu napa, gue kan belum beres ceritanya!" ujar Dini.
Akhirnya ketiganya diam dan Dini pun menceritakan kepada mereka apa yang terjadi, gak detail tentu saja, hanya bagian-bagian penting.
"Wahh bisa jadi skandal gila nih di Biologi," ujar Prima.
"Gue gak mau ada yang tau please, selain kalian, malu gue," pintaku.
"Kita gak ember kok, Mel," ujar Didi.
Aku mengangguk kecil.
Pintu kamar terbuka, Heri sudah kembali dan ia langsung memberikan plastik yang ia bawa ke Dini.
"Yok Mel, kita berdua cek,"
Aku menelan ludah. Jantungku mau melompat ini rasanya saking takut buat cek.
Takut lihat hasilnya.
Ditarik oleh Dini, aku akhirnya bangkit, berjalan ke kamar mandi. Dini langsung memberikan tempat penampungan urin yang disediakan tespek tersebut. Jadi aku pun berjongkok untuk pipis.
Setelah urinku tertampung, kuletakkan di pinggir bak, dan Dini pun menyelupkan tespek sebatas tanda yang ada. Tak lama kami menunggu, dua garis pun terlihat dengan jelas.
Lemes aku, sumpah!
"Positif, Mel,"
"Gue harus apa Din?" tanyaku.
"Udah, keluar dulu gih,"
Dini membereskan sisa-sisa tes barusan, lalu kami pun keluar dari kamar mandi.
"Gimana?" tanya Wira, Didi dan Prima serentak.
"Positif, Imel beneran hamil," ucap Dini.
"Wahh gila!"
Aku duduk di kasur. Kepalaku muter. Sumpah!
Ini aku harus gimana? Bilang apa aku ke Papa sama ke Mama?
Terus, hubunganku sama Acil gimana? Pasti aku jelek banget nih di mata dia kalau dia tau semuanya.
Dan... apa aku harus bilang ke Pak Tara?
"Mel? Hoy!" bahuku digunjang oleh Dini, membawaku kembali ke alam sadar setelah beberapa detik melamun.
"Kenapa?" tanyaku.
"Lo mau gimana?" tanya Prima.
"Gu-gue gak tau... gue masih mau kuliah, mau beresin penelitian gue, nanggung,"
"Ya emang hamil mencegah lo melakukan itu semua? Kan kaga," ucap Wira.
"Iya, lo liat noh Mbak Suci anak kelas karyawan, lagi hamil gede lancar-lancar aja kuliahnya," tambah Didi.
"Gue gak tau bilang ke orang tua gue gimana, gue gak mau ngecewain mereka,"
"Mereka pasti bakal lebih kecewa kalau tahu lo jadi anak yang gak bertanggung jawab," ujar Prima, membuat yang lain mengangguk.
"Kalian dukung gue hamil?" tanyaku.
"Yaa, walau gue sebel sama prosesnya, apalagi lakinya si Pak Tara yang selalu digilai maba-maba cantik... ya tapi kalau tahu lo punya anak, gue dapet ponakan, happy gue Mel!" ujar Wira, kegirangan.
"Gosh! Gue belom siap,"
"Ya ini sih bukan perkara siap gak siap, Mel. Kalau udah kejadian gini ya harus siap. Siap gak siap tuh pas mau mulai sesuatu, bukan pas sesuatunya udah ada," tambah Didi.
"Tumben lu bener, Di!" sahur Dini.
"Kan gue udah bilang, di geng ini yang berbudi pekerti luhur tuh gue sama Imel. Ehhh, gak jadi deh, gue doang. Imel udah dugabir,"
"Dugabir apaan?" tanya Wira mendahuluiku.
"Dua garis biru, hehehehehe!"
"Dihh!" Dini mewakiliku menoyor kepala Didi.
"Ini gue kudu tetep hamil nih?"
"Iya laaah! Jangan gila-gila mau aborsi lu! Kaga ada yang mau bantuin! Gue aja semisalkan hamil, pasti gas gue, kaga bakal gue aborsi!" seru Dini.
"Wahh? Lampu ijo buat bikin tuh Her!" celetuk Prima.
"Ya gak sekarang juga lah bangke!" maki Dini.
"Terus gue harus gimana? Asli gue takuuuut!"
"Tenang Mel, lo gak sendirian melalui masa hamil ini. Kecuali lo aborsi, kalo lo aborsi, lo sendirian!" seru Dini dan temanku yang lain mengangguk setuju.
Gosh!
Aku belum siap.
Aku gak tahu harus bilang apa ke Papa sama Mama.
Help!
*****
*****
TBC
Thank you for reading
Dont forget to leave a comment and vote thus chapter xoxoxoxo
Ps: ini khann yang kalian tunggu?? 🤣
#TibaTibaDoubleUp 😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top