30. Chamsae

TARA

Gue begadang di McD buat beresin kerjaan meng-input nilai-nilai mahasiswa yang baru selesai UTS, ditambah harus revisi nilai anak-anak yang bermasalah.

Anjir lah, banyak banget ternyata!

Ketika matahari sudah naik tahta, gue menutup laptop. Ada beberapa yang belum selesai tapi sepertinya harus ditunda. Gue sudah mengantuk.

Jadi, gue membereskan meja dari kertas-kertas milik gue. Lalu menumpuk bekas makanan dan minuman yang gue pesen dari semalem. Setelah itu gue menggendong tas ransel sambil berjalan menuju tempat sambah untuk membuang semua sisa-sisa makanan tadi.

Keluar dari McD gue berasa jadi vampir, kaga bisa banget liat cahaya matahari, jadi buru-buru gue masuk ke mobil.

Langsung saja gue menjalankan mobil ke arah rumah. Ini tuh minggu pagi, jadi lumayan macet karena banyak yang olahraga, ditambah CFD (Car Free Day) juga kan yaa. Makin-makin deh.

Begitu masuk perkomplekan rumah, sengaja tuh gue nyetirnya pelan-pelan, ada beberapa orang yang lagi jogging soalnya.

Mengedarkan pandangan sambil menyetir, gue melihat Chamsae, lagi duduk diem mandangin orang-orang.

Langsung gue berhenti dan turunin kaca mobil.

"Heh! Ngapain kamu di situ?! Ayok pulang!" seru gue membuat beberapa orang menoleh, pas tau gue manggil kucing, mereka cuma senyum-senyum terus lanjut lari.

"Chamsae! Ayok sini!" panggil gue, Chamsae pun akhirnya berjalan ke arah mobil, gue langsung buka pintu mobilnya dan Chamsae langsung melompat ke pangkuan gue.

"Deuh elu minta dipangku, badan lu kotor!" omel gue sambil menjalankan mobil lagi ke arah rumah.

Chamsae langsung bergelung, jadi gue sedikit elus-elus badannya, kasian dia, hidup di luar jadi kurusan, beda banget sama Missy.

Begitu sampai di rumah, gue langsung menggendong Chamsae ke halaman samping, berniat memandikannya. Kotor banget soalnya dia, kupingnya juga kacau laah. Harus diurus.

"Waah? Tuan Muda akhirnya pulang juga!" seru Bi Isma ketika gue sedang memandikan Chamsae.

"Iya Bi, semalem Tara begadang di McD, kerja,"

"Ihhh, Bibi bukan ngomong ke Mas Tara, tapi ke Samse," ujar Bi Isma seenaknya.

Mana manggilnya Samse, padahal Chamsae tuh dibacanya Chemse, gampang kan? Gak kaya Kafe Bar punya si Ardra.

"Sejak kapan Chamsae jadi Tuan Muda?" protes gue.

"Ya emang kan?" simpel sekali jawaban Bi Isma.

Selesai memandikan Chamsae, gue bawa dia ke kamar kucing, biar bisa dikeringkan bulu-bulunya yang lebat ini.

"Nah kan gini kamu ganteng! Kaya akuu!"

"Meowwww!" serunya.

Ketika gue lepas, dia langsung reunian sama Missy, ikutan manjat ke tempat santuy paling atas. Gue bairkan Ibu dan anak itu kangen-kangenan, gue lelah euy, butuh tidur.

Naik ke kamar di lantai dua, gue gak langsung rebahan, tapi ke kamar mandi dulu, sedikit bebersih sama ganti baju, soalnya baju gue basah bekas tadi mandiin Chamsae.

Selesai, gue pun langsung berganti baju, pakai celana pendek dan kaus, siap buat istirahat. Baru mau rebahan, ponsel gue berdenting, bikin gue kaget karena nama Imel muncul di notifikasi.

Imel Tuyul:
Ayok Pak kalau mau ngobrol
Sekarang aja mumpung aku lagi di luar nih
Di Koprol ya, Pak Tara

Astaga, baru aja gue mau merem.

Me:
Koprol?
Di mana tuh?

Imel pun membalas dengan sebuah tautan lokasi. Pas gue buka, ternyata jaraknya gak jauh dari rumah gue.

Gue akhirnya turun dari kasur, mengambil dompet dan memakai jam tangan, tak lupa menyambar kaca mata sebelum keluar dari kamar.

Turun ke lantai satu, gue liat Bi Isma lagi ngomel-ngomel ke Missy dan Chamsae.

"Kenapa Bi?" tanya gue.

"Si Samse, mau jadi sangkuriang kayanya! Masa Neng Missy dinaikin!"

"Udah gak apa-apa Bi, mereka berdua udah steril kok,"

"Ya tetep aja Bibi gak enak liatnya, Mas,"

"Ya jangan diliat,"

"Hih! Mas Tara mau kemana?"

"Ke kafe Bi, ketemu orang,"

"Ke kafe pake celana pendek kaya gitu?" tanya Bi Isma.

"Deket Bi, noh di depan, di jalan Anyelir,"

"Mas Tara ke jalan Anyelir naek mobil?"

"Ehh? Engga, mau naik motor,"

"Oke deh, bagus itu motor diajak jalan-jalan. Kasian dia dipake Mas Tara cuma pas jumatan doang. Mana Mas Tara jarang jumatan...."

Gue nyengir, jadi langsung keluar, mengendarai motor gue ke arah kafe tempat Imel menunggu.

Hanya butuh waktu 3 menit untuk sampai di tujuan gue, jadi gue langsung masuk. Dari depan, gue udah bisa lihat Imel, ia sedang duduk. Asik dengan ponselnya.

Hari ini dia pakai kemeja flanel warna kuning gelap, lucu.

Gak langsung menghampiri Imel, gue mampir dulu buat pesen minuman. Karena di sini sistem pesannya ditunggu jadi gue nunggu dulu, sesekali nengok belakang tapi Imel masih asik sama handphone-nya.

Minuman gue selesai dibuat, baru lah gue menghampiri Imel.

"Astagfirullahalazim!" serunya ketika gue tiba-tiba menarik kursi di depannya.

"Kenapa kamu?"

"Kaget ya Allah! Pak Tara kenapa tiba-tiba dateng dah?"

"Lha kan tadi kamu yang nyuruh ke sini," ujar gue sembari duduk di seberang Imel.

"Ya gak expect secepet ini,"

"Kamu tahu rumah saya deket dari sini,"

"Oh iyaa ya, bener," ucap Imel sambil mengangguk.

Gue diam sejenak, meminum es kopi pesanan gue. Yak, gue pesen kopi biar gak ngantuk, gila-gila aja, gue belum tidur nih ada kali 24 jam, lebih.

"So... gimana?"

"Ya aku dong Pak yang nanya gimana, kan Pak Tara terus yang ngajak ngobrol,"

"Iyaa, kamu maunya gimana? Kamu masih anggep saya 'maksain perbuatan itu' ke kamu?" gue memperhalus kata itu karena gak enak kalau ada yang denger, lagi di tempat umum soalnya.

"Sebenernya Pak, gimana ya? Aku tu inget kejadian malem itu, ya bisa dibilang tahu gimana persisnya bisa sampe kejadian, tapi aku kaya yang gak mau nerima itu gitu aja," ucap Imel bikin gue bingung.

"Maksudnya?" tanya gue.

"Yaa aku kaya gak bisa terima Pak, masa pertama kali kaya gitu tapi bukan sama siapa-siapa? Siapa-siapa di sini konteksnya gak ada hubungan gitu Pak. Dan dalam kondisi yang setengah sadar juga, kaya... itu bukan yang aku inginkan kalau aku sadar," jelas Imel.

Gue diem denger ucapan Imel barusan.
Apa dia bilang?
Baru pertama kali?
Anjir Tara!!

Jadi gue salah sangka berarti.

Saat gue pikir punya gue susah masuk karena Imel belum kerangsang banget-banget karena forplaynya bentar, ternyata salah.

Itu karena dia belum pernah sama sekali.

Anjir!!

"Terus kamu maunya gimana Mel? Kita kan gak bisa ngulang waktu," ucap gue. Asli gue merasa bersalah banget.

"Gak tau, Pak," jawabnya pelan.

"Maaf yaa. Saya minta maaf banget. Saya gak tahu. Dan saya salah nilai kamu. Pas saya kira step mabuk kamu udah sampe ngantuk, saya kira kamu bakal tidur. Saya kelewatan satu step,"

"Apaan? Pak Tara masih ngomongin yang analisis prilaku mabuk?" tanyanya.

Gue mengangguk.

"Sebelum ngantuk, setelah kamu marah-marah dan nangis-nangis, ternyata ada satu fase yang terlewat dari analisis saya; horny. Saya gak siap waktu itu, maaf ya Mel,"

Kami berdua diam, bahkan minuman di meja pun dibiarkan begitu saja, sampai akhirnya gue merasa perlu buka suara lagi.

"Maaf banget ya Mel, serius, kamu mau saya apa?" tanya gue.

"Gak tau Pak, kemarin-kemarin tuh aku kaya lost my confidence, terus sekarang-sekarang ini lagi meyakinkan diri untuk ngerasa worthy lagi aja. Gitu sih Pak,"

"You still worthy Mel. Well, saya tahu bagi sebagian orang yang mungkin termasuk kamu, virginity itu penting dan saya menghargai itu sekali. Makanya saya gak enak sama kamu. Emm gimana ya? Kamu mau saya booking-in jadwal buat kamu ketemu psikolog? Biar kamu bisa ningkatin rasa percaya diri kamu,"

"Gak usah Pak, nanti kalau Mama atau Papa aku tahu aku ke psikolog malah ditanya yang macem-macem. Udah gak apa-apa, gini aja, aku nyari jalan sendiri aja. Tapi Pak, boleh gak penelitianku ditunda dulu?"

"Iya boleeh, Mel. Kamu kan masih semester 6, masih ada waktu kok. Nanti hasil pertama yang kita ambil di situ gunung, sungai ciliwung sama cisadae, saya aja yang bikin pembahasannya," ujar gue mencoba berbaik hati, menebus sedikit dari banyaknya kesalahan gue.

"Gak usah Pak, kalau Pak Tara yang bikin, nanti aku malah gak paham sama penelitianku sendiri,"

"Kamu pinter Mel, kamu pasti paham, tinggal baca-baca aja,"

"Yaudah kalau gitu baiknya Pak Tara aja gimana,"

"Kamu kirim ke saya hasil kemarin by email ya? Biar saya bikin pembahasannya,"

Imel mengangguk kecil.

"Yaudah Pak, udah ya? Aku udah dijemput," ucap Imel. Giliran gue yang mengangguk.

Imel pun bangkit, berjalan meninggalkan kafe ini. Gue mengikuti arah jalan Imel, ternyata di depan kafe ada cowok yang nungguin dia. Pas Imel naik keboncengan motor dan berlalu. Entah kenapa gue merasa kosong.

*****
*****
*****

TBC

Thank you for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxo

Ps: akhirnya ni bocah berdua ketemu juga~

***

Buat yg mau baca ulang Tante Mer atau cerita-cerita lainnya, cusss mampir aja yaa ke apps/play store 😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top