29. Colloquy
TARA
Akhirnya acara gue selesai juga.
Gue senang bisa mengumpulkan para dosen untuk jadi pembicara beserta mahasiswa-mahasiswa yang telat lulus. Semoga dengan acara gue ini, mereka yang bermasalah sama nilai bisa dikasih kesempatan oleh dosen pengampu mata kuliah. Dan semoga juga untuk yang skripsinya masih mandek, bisa dapet motivasi untuk segera menyelesaikan tugasnya.
"Tara!" seru Pak Eddy, beliau adalah rektor, atasan gue. Ya, gue happy banget Pak Rektor datang di 2 hari acara gue.
Meskipun hadir hanya untuk membuka dan menutup acara, itu sudah lebih dari cukup buat gue, karena artinya beliau peduli sama kegiatan kampusnya, meskipun gue tahu beliau super duper sibuk.
"Malam, Pak Eddy. Makasi banyak ya Pak udah sempetin hadir," ucap gue tulus.
"Keren kamu, kepikiran bikin agenda begini di tengah-tengah semester, biar pada semangat sebelum akhir semester jadi pada beres,"
"Iya bener Pak, ayok duduk dulu," gue mempersilahkan Pak Eddy duduk, beliau tadi habis muter, ngobrol sama beberapa dosen gue rasa.
"Saya gak salah milih kamu buat jadi WaRek bagian riset dan inovasi. Gak cuma penelitian kamu yang keren, kaya gini juga bagus lohhh Tar!"
"Iya Pak, makasih juga buat Pak Ibnu, acara ini kan karena dana hibah Pak,"
"Mantap, kalau bisa tiap menjelang akhir semester genap bikin gini ya Tar? Tapi ketua panitianya jangan kamu terus, penanggung jawab aja kamu selaku WaRek III,"
"Siap Pak, nanti rapat akhir tahun saya masukin agendanya, biar ada slot dana tersendiri,"
"Mantap! Gak salah emang saya pilih kamu!" ucapnya dan gue merasa Pak Eddy tadi udah ngomong gitu.
"Bapak bisa aja, saya kan cuma ngerjain tugas," kata gue akhirnya.
"Eh bener loh Tar, pas lelang jabatan nih ya buat cari siapa yang jadi Wakil Rektor bagian riset dan inovasi tuh banyak yang daftar, rata-rata udah Professor, tapi ya itu... tua. Saya merasa untuk bagian riset dan inovasi tuh harus darah muda giu. Well, Dewan Yayasan gak setuju sama saya, menurut mereka bagusan yang sudah berpengalaman. Tapi saya kekeuh, selama ini dipegang yang tua gitu-gitu aja, jadi saya pengin anak muda, dan pas liat profil kamu, ya 70% langsung setuju, dan terbukti, pas wawancara kamu bagus banget!"
Gue hanya tersenyum mendengar itu. Ya, setahu gue, memang gue nih wakil rektor yang termuda, baru 35 tahun, sebelum-sebelumnya, atau jawabatan WaRek lain, ya pada udah tua. Tapi ya emang, udah punya gelar Professor juga.
Kalau gue mau nyampe level itu, ya masih banyak yang harus gue kejar, karena Professor itu gelar kehormatan, bukan kaya Doktor yang ada sekolahnya (S3).
"Makasi banyak loh Pak Eddy. Tapi kan apapun itu juga saya pasti konsultasi Pak Eddy dulu, jadi dari apa yang saya bikin 70% nya ya hasil Pak Eddy sendiri," setelah dipuji segitunya, ya ada baiknya gue memuji balik. It's a basic foundation to make a good relationship dalam dunia kerja gue rasa. Jangan ambil semua pujian, bagikan ke orang-orang sekitar juga.
"Eh iya, panitianya kok rata-rata masih kecil ya Tar? Saya gak kenal, bukan orang-orang sekre ya?" tanya Pak Eddy.
"Ahh iya Pak, saya mempekerjakan anak di bawah umur nih," jawab gue sambil becanda.
"Hehh?!!" seru Pak Eddy kaget.
"Anak-anak SMK yang magang, Pak. Saya tarik semua buat jadi panitia. Biar mereka belajar, kan mereka jurusan Administrasi Perkantoran, ada juga yang Sekretaris. Jadi ya suruh ngurus acara begini ya biar paham, Pak. Abis ada yang curhat, katanya di ruangan sekre kerjanya disuruh fotokopi doang,"
"Astaga, serius?"
"Serius Pak!"
"Yang di ruangan saya, minimal pas mereka selesai magang, tahu lah harus bales surat resmi gimana."
Gue tersenyum, mumpung ada kesempatannya, gue pun mengutarakan ide gue soal rolling siswa SMK yang magang, biar lebih banyak ilmu yang mereka dapat dan pekerjaan yang mereka kuasai.
Pak Rektor setuju sekali dengan ide gue, dan gue memujinya karena super sekali sudah menjadi atasan yang mau menerima masukan dari bawahan.
"Yaudah Tar, saya balik dulu yaa. Ini acara mau kamu bubarin kapan? Kan udah saya tutup,"
"Makanan masih banyak Pak, lagi pada asik ngobrol juga. Booking ruangan ini sih sampe jam 10 malem, jadi selama belum diusir, kayanya oke-oke aja Pak stay di sini,"
"Yaudah, saya balik ya!"
"Siap Pak Prof! Ayok saya antar ke depan,"
Gue dan Pak Eddy pun keluar dari ruangan aula, berjalan menuju lobby. Di luar, terlihat mobil Pak Eddy sudah standby menunggu.
"Pak Eddy, sekali lagi terima kasih ya Pak atas dukungannya buat kegiatan ini," ucap gue tulus. Pak Eddy pun menjabat tangan gue.
"Sama-sama Pak Tara!"
Gue kemudian membukakan pintu mobil Pak Eddy, dan beliaupun masuk.
"Hati-hati Pak!" ucap gue sebelum menutupkan pintu untuknya.
Setelah mobil Pak Eddy berlalu, gue diem dulu di luar, udaranya enak buat rokokan. Sambil merokok, gue membuka ponsel.
Sebenarnya, sudah 4 hari sejak Imel unblock gue, cuma gue bingung mau chat apa. Dan, dia udah siap belum sih gue ajak ngobrol? Asli, gak enak banget perasaan gue kalau inget dia.
Membuka roomchat, gue pun memberanikan diri mengirim pesan singkat.
Me:
Hey Mel
Ready to talk?
Pesan tersebut tidak dibuka oleh Imel, padahal kalau gue liat di sini, dia lagi online.
Yaudah deh, mungkin dia emang belum mau ngobrol sama gue.
"Hay Pak!" gue menoleh ketika nama gue dipanggil, Dini berjalan mendekat menghampiri gue.
"Boleh duduk di sini Pak?" dia menunjuk space kosong di samping gue, dan gue pun mengangguk.
"Sendiri aja Pak?"
"Ya mau ngapain rame-rame?"
"Itu di dalem masih rame," katanya.
"Ya ini lagi ngadem dulu,"
"Pak pinjem korek dong," gue melirik, Dini sedang mengeluarkan sebungkus rokok dari tas kecil selempang yang ia pakai.
"Nih!" gue berikan korek kesayangan gue.
"Ihh, lucu Pak koreknya, ini custom? Saya gak pernah liat zippo begini,"
"Kaga, beli di amrik itu," jawab gue singkat.
"Keren, nih, makasih Pak!" Dini mengembalikan korek gue setelah rokoknya terbakar.
"Eh iya Pak, ini saya gak usah bikin apa-apa lagi kan? Yang lain masih harus bikin kesimpulan kan?"
"Iyeee, udah santai aja kamu,"
"Asik, makasi banyak ya Pak,"
"Sippp! Saya kan cuma menepati janji,"
"Tapi Pak Tara kacau juga, masa cuma dibuka blokirannya sama Imel sampe bikin acara begini? Bukan cuma prodi Biologi lagi, semua Program Studi dari fakultas lain juga,"
"Ya kan saya jabatan utamanya Wakil Rektor, kalau saya bikin cuma buat Biologi ya lebih berhak Pak Gusti dong, jadi kalau saya yang mau bikin acara, ya harus melibatkan semua fakultas," jelas gue.
"Mantap banget Bapak Tara ini, terkamuflase bucinnya,"
Gue tertawa. Dini kira ini kamuflase karena blokiran dibuka Imel. Padahal jauh sebelum itu, rencana acara ini sudah gue godog sama Tiara si anak magang.
"Terserah kamu lah," jawab gue, masih ingin terlihat baik di depan sahabatnya Imel. Biar kesempatan gue ngobrol sama dia gak hilang begitu saja.
"Makasi sekali lagi ya Pak, berkat Bapak, setelah ini saya bisa melanjutkan proposal skripsi saya dengan lancar," ucapnya.
"Tapi Din, bingung deeh. Ekoper kan mata kuliah pilihan. Kenapa pas gak lulus kamu lepas aja? Ambil matkul lain gitu? Kenapa harus ngulang sampe 3 kali?" tanya gue penasaran.
"Ya allah, Pak. Ekoper nih yang paling mending. Kalau saya gak ambil ekoper, matkul pilihan sisa Orchidologi sama Endokrinologi. Puyeng saya Pak kalau belajar anggrek atau hormon, lagian kan konsentrasi saya mau di lingkungan,"
"Bahas apa kamu?"
"Maunya sih ekologi hutan mangrove, Pak,"
"Ketemu saya dong?"
"Ya gak apa-apa, kata Imel, Pak Tara kalau jadi pembimbing baik,"
Gue mengangguk kecil.
"Kamu kalo hutan mangrove, jangan yang di jawa ya? Ke kalimantan sana," usul gue.
"Siap Pak! Saya emang pengin jalan-jalan kok,"
"Good! Bikin aja proposalnya, masukin ke prodi, kalau objek penelitiannya jelas biasanya Pak Gusti langsung kasih pembimbing,"
"Iya Pak, ini saya lagi dibantuin Imel sama Prima buat nyusunnya, tapi Imel pacaran mulu, jadi tertunda,"
Eh??? Apa tadi dia bilang? Imel pacaran mulu?
Imel pacaran sama siapa wooy???!!!
******
TBC
Thank you for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxo
Ps: baru di chapter depan kayanya Imel ketemu Pak Tara, kalian sabar yaaaa 😘
***
Makin amburadul aja nih bapac~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top