22. Curhat

IMEL

"Waah gila! Lu kalau diperkosa sih Mel lu kudu lapor rektor!" seru Dini ketika aku bercerita padanya.

Ya, aku merasa perlu bercerita akan kejadian yang kualami dan aku memilih Dini untuk menjadi tong sampah curhatku.

"Pak Tara bilang, urusan dia sama gue belum kelar, nanti diberesin. Ya gue tau, dia perlu waktu, gue juga perlu waktu buat nerima keadaan gue ini, tapi gue sakit hati Din, masa gue disangka nguber-nguber dia, seolah gue nih orang gak punya empati yang gak bisa biarin dia yang lagi berduka, kan jahat ya?"

Dini mengangguk.

"Terus gue dituduh mau nyulik kucingnya, padahal apaan coba? Gue cuma mau tenangin kucingnya yang lagi sedih,"

"Ini udah berapa hari sejak Ibunya meninggal? Pak Tara ada hubungin lo gak?"

"Baru hari ke tiga, gak tau, gue blokir kontaknya, kesel!"

"Good! Lo harus playing hard ke orang modelan kaya Pak Tara gini. Sembarangan aja, udah merkosa sobi gue, terus diusir. Tapi... emang lo ngapain sih di rumah Pak Tara?"

"Gue bawain mobilnya balik, terus gue disuruh ganti baju sama Bibi dan kakaknya, mana gantinya di kamar Pak Tara, terus yaudah, Pak Taranya masuk,"

Dini mengangguk-angguk mendengar ceritaku. Ia seperti ingin bersuara, tapi memutuskan untuk meminum es bobanya dulu sebelum buka suara.

"Itu di hotel, coba ceritain ke gue gimana detailnya, biar kita bikin rencana untuk menghancurkan Akatara Chaidar!"

"Jangan menghancurkan juga kali, Din!"

"Ya gue kesel, Mel! Elu digituin! Terus tiga kali gue ambil mata kuliah Ekologi Perairan Tawar, tiga-tiganya dia kasih nilai D, ada gila-gilanya emang nih si Akatara!" seru Dini berapi-api.

Aku diam, dah kalau Dini udah begitu, mending jangan dilawan deh, serem.

"Ayok cerita!" serunya.

"Yaa, lo tau kan awalnya, gue sama Pak Tara kejebak gempa, terus kita cuma dapet satu kamar di penginapan,"

Dini mengangguk.

"Sorenya, si Pak Tara tuh beli vodka sebotol, yaudah tuh dia minum, ya gue minta lah dikit-dikit, lo tau kan gue kalo minum gimana?"

Lagi, Dini mengangguk.

"Gue minta nambah, Pak Tara pesen soju, 8 botol doang, bagi 2 jadi 4 kan ya? Cincai lah yaa?"

"Terus?"

"Ya udah tuh kita minum sambil ngobrol, cerita ini itu sampe akhirnya ciuman deh,"

"Sapa yang mulai?" tanya Dini.

"Gu-gue,"

"Anak monyet emang lu!" maki Dini.

"Tapi kan gue mulai cuma ciuman doang Din, gak buat yang laen,"

"Ehh nenek grandong! Lu di kamar hotel berduaan sama pria dewasa. Bukan sembarang pria dewasa, tapi si Bapak Doktor Akatara Chaidar apalah itu gelarnya panjang banget! Lo tau dia begimana, udah gue ceritain. Ngapain laki begitu lu sosor? Ya abis lu disikat dia! Haduuh Mel, Mel!"

"Can I blame the alcohol?" kataku pelan.

"Ya kalo gitu ceritanya ya dia juga bisa nyalahin alkohol dan bilang kalian berdua sama-sama mabuk, kan yang minum berdua."

"Huh!"

"Tapi dia maennya oke gak? Penasaran gue," tanya Dini dengan nada becanda.

"Seinget gue yaa, oke sihh. Cuma gue menyesalkan aja. Kenapa momen pertama gue harus begitu. Ngerti gak sih? Itu yang bikin gue gak terima,"

"Terus mau lu apa Mel?"

"Yaa gue berdoa aja sih, semoga gak hamil, takut,"

"Yailah, lu maen sekali doang mah kaga bakal jadi,"

"Emm, gak sekali sih Din," kataku mengakui. Gimana ya? Aku gak sepenuhnya lupa kejadian malam itu gimana, aku ingat beberapa detail menyenangkan yang terjadi malam itu.

"Hah? Gimana? Gak sekali? Lu maen berapa ronde sama Pak Tara?"

"Ti-tiga, Din," jawabku jujur.

"Si kampret lu Imelda Prjana Gatari turunan dugong!! Lu maen ampe 3 kali mah kaga bisa bilang Pak Tara merkosa elu lah, ontohod! Ampe 3 kali mah lu nambah, doyan lu berarti!"

Aku diam, sedikit cemberut. Ya gimana ya? Aku kan cewek ya? Gak mau salah dan selalu mencari seseorang yang bisa disalahkan. Pak Tara contohnya.

"Coba cerita! Gue pengin tau sedetail mungkin proses ewe-ewean lu sama Dosen terkampret sepanjang masa ini,"

"Ihhh, Din! Ya gue malu laah,"

"Lu mau gue telepon anak-anak sekarang? Biar si Prima yang maksa lu cerita?" ancamnya.

"Ya jangan laah,"

"Yaudah, ayok, cerita ke gue aja!"

"Hemm, oke-oke!"

Kuambil es boba milik Dini, meminumnya sedikit karena punyaku sudah habis. Setelah melegakan tenggorokan, barulah aku mulai cerita.

"Kan ciuman nihh yaa, ehh lagi hot-hotnya HP-nya Pak Tara malah bunyi, dia keluar tuh ke balkon angkat telepon. Gue gak tau kenapa ngerasa nanggung banget, aseli!"

"Terus?"

"Rambut gue udah berantakan, kemeja gue aja kancingnya udah kebuka 2 biji, ya gue kan pengin terus yaa? Sumpah yaa, bibirnya si Pak Tara manis, kacau laaah!" seruku.

Dini mengangguk, mendengarkan ceritaku dengan seksama.

"Karena pengin lanjut, sengaja tuh kancing baju gue, gue buka satu lagi, hehehehehe biar lebih keliatan gitu toket gue hahahaha," ujarku mengakui.

Kali ini Dini geleng-geleng kepala.

"Kaga salah lu temenan sama gue. Kita berdua ada bibit-bibit lacurnya ternyata yee," ucapnya sambil becanda dan aku gak sakit hati mendengar itu.

"Terus kan yaa, Pak Tara diem di balkon kan yaa, ya gue pancing deh suruh masuk, kaga dingin apa lu di luar?"

"Masuk tuh dia?"

"Masuk Din, langsung dicipok gue, dibawa ke kasur,"

"Wanjaaay! Terus, terus?"

"Yaudah tuh dia ciumin gue dari bibir, leher, terus toket, yaa gitu lah yaa lu paham!"

"Bentar, gue chat si Heri dulu, mana mau gue cuma denger ceritanya aja, harus praktikum gue!" seru Dini mengambil ponselnya yang ada di kasur.

Hanya beberapa menit, ia melemparkan lagi ponselnya, lalu menuntutku untuk lanjut bercerita.

"Dah, nanti jam 9 malem lo wajib balik yaa, Heri mau ke sini soalnya,"

"Siap boss!"

"Ayok, terusin, gimana itu ceritanya?"

"Pak Tara kaya yang buru-buru Din, kaya yang udah gak sabar gitu. Ya karena gue juga gak paham kudu gimana, pas dia mau mulai, gue cuma bisa narik dia buat cium, biar gue gak panik,"

"Sakit, Mel?" tanya Dini.

"Gak terlalu, gak sesakit yang digembong-gembongkan orang-orang di luar sana soal malam pertama. Asli, ada perih-perihnya dikit doang, beneran dikit tapi udah gitu yaaaaa... anjir lah!" aku bahkan gak bisa jelasin detailnya gimana.

"Enak berarti tuh, elunya?" tanya Dini, aku mengangguk.

"Tapi sebentar banget, asli kaya cuma 5 menit doang. Enak tapi cuma bentar kan yaaa, gue kaya makin penasaran, ya?"

"5 menit standar Mel asal intens, lu kalo mau puluhan menit atau bahkan sampai berjam-jam kaya di bokep mah gak enak, asli!"

"Ohh gitu ya?"

"Ya dua puluh menit laah yang menurut gue lama dan masih oke,"

"Nah yang kedua Din, itu Pak Tara lama banget asli, kaya yang lu bilang, yaa sekitar segituan lah, dan emang gak sampe satu jam sihh. Tapi gue kaya yang, pegel tapi yang gak protes. Soalnya enak terus!"

"Bangke emang lu, terus ronde tiga?"

"Beres main yang ke dua nih gue ke kamar mandi kan ya, buat bersih-bersih, eh dia nyusul Din, main lagi di kamar mandi dan asli, kacau sihhhh, ah gila lah pokoknya yang di kamar mandi tuh, gue sampe diangkat-angkat sama dia,"

"Mantaaap!" seru Dini.

"Abis itu udah deh tidur. Pas bangun gue sepenuhnya sadar, dan bete aja anjir. Yaudah Pak Tara gue gaplok,"

"Baguss, seenggaknya lo melakukan hal yang semua mahasiwa lain inginkan karena dikasih nilai jelek sama dia,"

Aku mengangguk.

"Tapi kalau itu ya bukan pemerkosaan lah, Mel. Sampe 3 kali gitu, lo angkat cerita ini, lo malah dituduh playing victim, kan kalian sama-sama mabuk. Pak Tara gak nanya dan lo pun gak menolak, masih abu-abu kalau itu hukumnya," jelas Dini.

"Din, gue juga gak mau cerita ini ke publish, malu Din!"

"Terus lo maunya apa?"

"Gak tau, gue kaya pengin dibelain aja gitu. Hati gue tuh gak tenang Din, gue ngelakuin itu bukan sama pasangan gue, entah pacar atau suami, tapi sama dosen pembimbing gue, coba lo bayangin," kataku.

Dini mengangguk.

"Dan sejak Pak Tara ngusir gue dari rumahnya, gue makin takut, takut penelitian gue gak lancar, takut dia manfaatin gue, gitu laah intinya,"

"Mel, lo kan masih banyak yaa waktu buat lulusnya. Kalo lo mau rehat aja dulu, healing Mel, menghindar dulu dari Pak Tara,"

"Gitu yaa?"

"Iyaa, kalau bisa, kaya gue tadi bilang di awal. Lo playing hard to get, Mel. Tapi lo kudu pancing-pancing dia, misal pasang story yang gimana gitu, atau gonta ganti profil picture,"

"Kan dia gue block!"

"Ya unblock, biar dia bisa liat,"

"Okeeh-okeeh,"

Kuambil ponselku, dan mencari room chat bersama Pak Tara, membuka blokir yang sebelumnya kulakukan.

Dah deh, kita coba ikutin saran dari Dini aja. Kan dia lebih berpengalaman, hehehehhe!

****

TBC

Thank you for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter

Ps: gregetan gak sama Imel? Gue gregetan 🤣

**

Gara2 Dini, gue jadi buka transkrip nilai gue buat nyari tau nilai Ekologi Perairan Tawar

Ternyata aman 🤣

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top