18. Cerita-cerita

IMEL

"Nanya apa ya Pak ya?" aku balik bertanya.

"Ye kamu lah, kan yang mau tanya kamu. Soal apa ini tuh? Penelitian? Apa gimana dah?" Pak Tara kaya alap-alap, anjir, cepet banget minumnya.

Sistem minumnya dia tenggak-tuang-tenggak-tuang aku rasa.

"Engga ah gak mau nanya soal penelitian, soal Pak Tara aja," kataku, kurebut pelan gelas dari Pak Tara, curang banget nih bapak-bapak satu, dia mulu yang minum, aku baru dua kali.

"Ya cepet tanya apa?"

Aku menenggak minumanku dulu, baru meletakkan gelas, Pak Tara langsung menuangkan lagi minuman.

"Pak Tara tuh kenapa aneh banget sih?"

"Hah? Aneh kenapa?"

Aku mengangkat bahu, karena Pak Tara gak minum, kutarik lagi gelas di meja, menghabiskan isinya.

"Ni kalau kamu minumnya gini, kayanya harus nambah satu botol deh,"

"Tapi jangan vodka, Pak," kataku.

"Maunya apa?"

"Adanya apa?" aku balik bertanya.

Jujur ya, aku tuh suka tau minum-minuman kaya gini. Diajarin Papa, well, bukan diajarin sih.

Jadi, dulu waktu aku masih umur 12 tahun, Papa pernah ngajak aku mendaki Gunung Papandayan, di atas gunung eh aku kedinginan, Papa ngasih aku wiski, katanya buat menghangatkan badan. Eh keterusan deh, aku jadi doyan minuman beginian. Tapi ya rajin minum pas umur udah 18 tahun.

"Di bawah kayanya adanya vodka, wiski, sama wine deh, ehh soju, sake gitu-gitu juga ada, anggur merah mau?" tawar Pak Tara.

"Gak ada yang rasa-rasa gitu Pak? Rasa leci, rasa peach, apa gitu,"

"Ya soju ada rasanya, mau?"

Aku menggeleng.

"Kamu nih doyan yang keras ya?" tanyanya.

"Pak Tara nanya mulu, pertanyaan saya aja belum dijawab,"

"Soal saya aneh? Aneh kenapa? Saya gak ngerasa aneh,"

"Boleh deh Pak, soju, tapi banyak ya?"

"Heu, ngaco banget!"

Kulihat Pak Tara sibuk dengan ponselnya, kuambil botol vodka di atas meja, menuangkannya kembali ke dalam gelas.

"Kenapa kamu mikir saya aneh?" tanya Pak Tara.

"Iyaa, abis waktu awal-awal semester Pak Tara baik banget, terus pas semester berapa tuh jadi judes, dingin kaya ubin mesjid. Dini deketin Pak Tara, eh Pak Taranya judes, anehh! Sebelum-sebelumnya kan Pak Tara welcome banget, ke Kak Gia, Kak Tiffany, siapa lagi tuh alumni, banyaaaak!" aku nyerocos aja gak jelas.

Bener-bener yaa, alkohol bikin ngomong loncer banget.

"Hahahaha! Ya emang orang gak boleh berubah? Lagian saya gak mau sama Dini, dia oke sih, cuma namanya mirip sama Ibu saya, gak bisa,"

Aku diam, mengingat siapa nama Ibunya Pak Tara.

"Oh iya, Ibunya Pak Tara tuh Bu Andini ya?"

"Tul!" singkat sekali jawabannya.

Kemudian pintu kamar ini diketuk, Pak Tara tidak langsung bangkit, ia mencari dompetnya sebelum berjalan menuju pintu.

Ketika kembali, Pak Tara membawa 8 botol soju.

"Banyak bangeet?"

"Yee ngaco, kan lo tadi bilang mau banyak!"

"Heu? Emang iya ya?"

"Nih!" Pak Tara tak menanggapiku, ia membukakan satu botol soju rasa peach, memberikannya padaku.

Kulihat Pak Tara juga buka satu, rasa original lalu menenggaknya langsung dari botol.

Aku melirik jam tanganku, baru pukul 6 sore, anjir lah, belum malem udah mabok aja nih aku.

"Pak Tara kenapa berubah tuh Pak? Boleh tau gak?"

"Kamu nanya gini, emang ada gosip apa sih yang beredar?" Pak Tara malah balik nanya.

"Pak ihh, jawab aja sihh, kan tadi judulnya saya yang nanya,"

"Ya saya kan berhak tau dong itu pertanyaan munculnya dari mana?"

"Huh!" ucapku pelan, lalu menenggak cairan dari botol sojuku hingga tersisa setengah.

"Coba ceritain, ada gosip apa sih yang beredar?" tanya Pak Tara, suaranya lembut sekali, seperti sedang merayu, apa membujuk? Ah gitu lah pokoknya.

"Katanya, Mbak Linda orang TU naksir Pak Tara,"

"Basi, itu mah saya udah tau,"

"Hih, itu heboh tau!" seruku berbohong, padahal aku aja taunya baru tadi.

"Heboh gimana?"

"Ya kata senior-senior, alumni lah ya, katanya Pak Tara main sama mereka, kalo sama senior oke, kenapa sama Mbak Linda engga? Apa jangan-jangan fetish Pak Tara main sama mahasiswa?? Ihhh sereeeem!"

Pak Tara tertawa mendengar itu.

"Kok Pak Tara ketawa sih?"

"Kamu kalo mabuk lucu, Mel!"

"Hih!"

"Shot pertama sama kedua, kamu kaya orang panik kegerahan. Shot ketiga dan keempat, mulai berani nanya ini itu, ini sekarang lanjut soju satu botol, bocor banget mulutnya. Saya curiga botol selanjutnya kamu joget-joget di atas meja,"

"Pak Tara gak jelas!" kataku, kemudian menenggak habis minuman yang terisa di botol.

"Lha kok jadi saya yang gak jelas?" tanyanya sambil membukakan botol baru, untukku dan untuknya sendiri.

"Ya saya nanya gak ada yang dijawab,"

"Jawaban yang kamu mau tuh apa sih emang?"

"Ya gak tau lah, Pak Taraaaa!"

"Oke, please... bisa gak kalau di luar kampus manggilnya gak usah Pak?"

"Lha? Terus manggil apa? Masa panggil Bebeb, Honey atau Sayaang," lagi-lagi Pak Tara tertawa.

"Ini muka saya berubah jadi badut yaa Hon? Dari tadi Bebeb ketawa mulu,"

"Istirahat gih sana," titahnya.

Aku menggeleng, memilih meminum soju lagi, kali ini rasanya blueberry. Enak!

"Saya berhenti jadi Tara yang dulu karena saya mau jalanin hidup yang bener, sama pacar saya, Merida namanya. Pas kami lagi mulai menata hidup, dia pergi. Nah, sekarang ya saya nyoba meneruskan apa yang pernah kami coba rencanakan, tapi ya sendirian,"

Aku diam mendengar itu. Ini aku masih sadar gak sih?

Siapa tadi? Merida? Kok yang diceritain Dini namanya Mia? Beda orang apa ya?

"Apa lagi yang kamu mau denger?" tanya Pak Tara pelan, mungkin karena aku tak merespon apa-apa, hanya diam seperti ayam kesurupan.

"Pacarnya Pak Tara pergi kemana?" tanyaku pelan, kugenggam botol soju ini erat-erat, gak tau kenapa aku mendadak tegang.

"Dia meninggal,"

Napasku tertahan mendengar dua kata yang barusan keluar dari mulut Pak Tara.

Kehilangan seseorang yang disayang memang bisa mengubah kita menjadi pribadi yang berbeda. Sepertinya itu yang terjadi pada Pak Tara.

Aku diam, mendadak aku jadi simpati pada dosen pembimbingku ini.

"Cewek yang fotonya ada di meja kerja Pak Tara?"

"Yak, itu dia, Merida,"

Aku mengangguk kecil, kutatap mata Pak Tara yang terlihat sedih. Tak sanggup menatap sepasang mata itu lama-lama, pandanganku teralih ke lockscreen ponsel Pak Tara.

"Ihh lucu!"

"Apa yang lucu?" tanya Pak Tara bingung.

"Pak Tara doyan nge-save wallpaper kucing ya?"

"Hee?? Kamu ngomong apa Mel?"

"Itu!" kutunjuk ponsel Pak Tara. Cakep banget kucing yang ada di layar HP-nya.

"Dia Missy, kucing saya,"

"Gak mungkin!" seruku tak percaya.

"Kenapa gak mungkin?"

"Kucing secakep itu, masa punyanya Pak Tara?"

"Ya saya aja cakep kok, wajar dong kucing saya cakep juga?"

"Dih!"

"Kok dih?" ucap Pak Tara dengan nada suara tak terima.

"Buktiin, mana foto Pak Tara sama kucingnya, minimal 3 foto pake baju yang berbeda!"

"Astaga, kaga percayaan yaa! Nih!"

Pak Tara membuka ponselnya, memberikan padaku untuk memperlihatkan foto ia dan kucingnya.

"Iya lagi, sial!"

"Percaya sekarang?!"

Aku mengangguk, pasrah.

"Jadi cerita tadi juga bener?" tanyaku.

"Hah? Cerita yang mana?"

"Itu, yang cerita pacarnya Pak Tara, namanya Merida,"

"Ya bener laaah Tuyul Naga!!"

"Kok tuyul naga sihh?!" protesku.

"Ya mau aja manggilnya begitu,"

"Pak Tara gak asik!" kataku, kuhabiskan soju rasa blueberry ini hingga tetes terakhir.

"Ohh ini next phase of drunk Imel ya? Ngamuk-ngamuk?"

"Apa sih, gak jelas deh Pak Tara,"

"Sip, paham saya sekarang, cewek kalo mabuk bisa mood swing begini itu ternyata karena pengaruh jumlah alkohol yang masuk,"

"Pak Tara menganalisis perilaku mabuk saya?" tanyaku.

"Exactly!"

"Enak aja saya jadi objek penelitian, bayar!"

"Nanti kalo kamu udah sober, saya kasih duit,"

"Ih emang saya cewek bayaran apa?! Sembarangan dikasih duit gitu aja?! Ngawur banget Pak Tara nih yaa!!!"

"Yee kan barusan kamu yang minta bayar,"

"Ya bayarnya gak pake duit dong, handsome!"

"Terus pake apa?"

"Kucingnya Pak Tara, buat saya!"

"Ngaco aja!"

Aku cemberut, kubuka lagi satu botol soju, kali ini rasa anggur, pas kuminum, ternyata gak seenak yang blueberry.

"Pak Tara jahat!"

"Kok sekarang saya jadi jahat?"

"Iyaaa, masa kucingnya gak boleh buat saya? Hikss! Huhuhuhu, jahat banget!"

"Lha? Dikata ngasih kucing kaya ngasih lemper kali ya?"

"Kan, jahat kan Pak Tara! Ihhhh! Gitu banget jadi orang! Kucing doang padahal! Pelit! Kikir! Merki! Dasar titisan firaun!"

"Emang firaun pelit ya?"

"Pikir aja sana sendiri!"

"Oke saya bingung, ini fase mabuk kamu yang berikutnya nangis-nangis apa gimana dah? Kamu masih ngamuk-ngamuk soalnya,"

"Ya allah ya rabb, saya lagi begini aja Pak Tara masih analisis kelakuan saya. Anak dajjal dasar lu!"

Bukannya mikir, Pak Tara malah tertawa untuk ke sekian kalinya.

Hihhh! Sebel banget aku sama manusia satu ini!

****

TBC

Thanks for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxo

Ps: maafkan kelakuan Imel yang absurd karena lagi mabukk 🙏🏻

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top