11. Berburu Spesimen
IMEL
"Lo nanti di kostan gue aja, Mel. Gue mau balik, kostan gue kosong," kata Dini ketika aku sedang bersiap-siap.
Sama sepertiku, Dini juga lagi packing. Kalau aku packing karena mau memulai penelitian. Nah kalau Dini mau balik ke rumahnya. Dini nih bukan anak rantauan, dia ngekost karena jarak rumahnya lumayan jauh, tapi masih ada di kota yang sama.
"Siap Din, kunci tempat biasa kan? Gue kayanya balik malem, spesimen gue pagi-pagi mau gue bawa ke lab, jadi ya lebih deket di sini daripada gue balik ke rumah,"
"Iya aman, bebas dah lu mau ngapain. Mau bawa spesimen kek, bawa cowok kek, boleeeh!" serunya santai.
Aku tersenyum, gara-gara nolongin Pak Tara minggu lalu aku malah diceng-cengin dia mulu, mana penghuni kostan yang lain laporan juga lagi ke Dini, kacau lah.
"Spesimen doang Din. Tenang! Yuyu yang gue bawa masuk, Yuyu!" seruku.
"Dah ah, gue balik ya? Bye Mel!" Dini yang sudah selesai packing pun keluar dari kamarnya.
"Hati-hati lu!" seruku.
Sepeninggal Dini, aku mengecek ulang perlengkapanku. Memasukan lebih banyak plastik sampel karena gak tahu nanti di lapangan bakal kaya gimana, bakal dapet Yuyu sebanyak apa.
Setelah siap, aku menggendong ranselku, baca bismilah dulu sebelum berangkat.
Aku masuk ke dalam mobil, mobilnya Papa tentu saja, kupinjam untuk mengantarku penelitian, karena kalau aku harus naik transportasi umum sambil bawa banyak barang begini, huh, susah boss.
Kembali baca bismilah, aku pun menyalakan mesin mobil, pelan-pelan mengemudikannya menuju lokasi pertama. Hari ini, aku berencana ke 2 tempat, biar gak terlalu berat jadi nyicil-nyicil ambil sampelnya.
Lokasi pertama merupakan tepian sungai Ciliwung, memarkirkan mobil di sebuah ruko, aku mengambil peralatanku kemudian turun ke bawah sungai melewati tangga-tangga semen yang menjadi akses ke sungai ini.
Aku sengaja mengincar tepian sungai di bawah jembatan, sebab dari referensi yang aku baca, Yuyu gak terlalu suka sinar matahari, jadi ya asumsiku di bawah jembatan pasti ada.
"Neng lagi ngapain?" seru seseorang ketika aku sedang mengobok-obok air sungai.
"Lagi nyari Yuyu, Bu," jawabku pada Ibu yang bertanya ini. Ia datang membawa satu baskom baju basah.
"Yuyu?" tanyanya bingung.
"Kepiting, Bu,"
"Ohh keyeup???" Aku mengangguk, sebutan orang Sunda untuk Yuyu itu memang Keyeup.
"Iyaa Bu, nyari Keyeup," kataku.
"Buat apaan?"
"Penelitian, Bu,"
"Atuh nyarinya sanaan dikit, Neng. Jangan di bawah jembatan ihh, suka banyak yang berak di sini mah,"
Aku menelan ludah.
Anjirrr, ini kalau yang aku obok-obok dari tadi air tai gimana ya?
Anjirrrr! Anjirrr! Anjirrr!
Berulang kali aku memaki.
"Heee?"
"Di sana Neng, tempat nyuci Ibu-ibu, suka ada da," usul si Ibu.
"Ohh gitu ya Bu? Oke deh, saya pindah,"
Anjir lah, refrensi tai! Di lapangan mah mendingan nanya warga lokal daripada berpedoman sama referensi. Hiks!
"Makasi ya Bu!" ku pungut plastik sampel yang kuletakan di atas batu, lalu pindah sekitar 30 meter dari jembatan, menuju 2 ibu yang masih asik mencuci.
"Punten, Ibu," sapaku.
"Ehh? Kenapa Neng?" tanya salah satu Ibu.
"Ini, saya mau cari keyeup, kata ibu tadi di sini suka ada,"
"Ohh iya bener, suka ada, cari aja, deket-deket batu suka pada ngumpet atau di bawah papan,"
"Oke Bu, makasih yaa!"
Menuruti perintah ibu-ibu ini, aku mulai mencari di dekat batu-batuan, dan benar saja, aku dapat, tapi ya aku harus hati-hati, biar kaga dicapit juga.
Berhasil mendapatkan 5, aku memasukan semua sampel ke dalam plastik, mengambil airnya juga, lalu tanaman air yang ada.
Sambil duduk di batu, aku menuliskan keterangan sampel di kertas label. Mulai dari lokasi pengambilan, tanggal, dan juga nama-nama spesimennya, plus, namaku sebagai kolektor.
"Neng masih lama? Ibu duluan ya?"
"Oh iya Bu, makasih yaaa!"
"Iya, hati-hati, jangan sampe sore ya di sini, takut airnya naik,"
"Oh oya, siap Ibuu!" seruku.
Kedua ibu tadi berbalik, mereka berjalan ke arah jembatan lalu naik ke tangga semen yang tadi kulalui.
Setelah aku merasa sampel ku di lokasi pertama sudah cukup, kurapihkan semuanya lalu kembali ke mobil.
Gak langsung tancap gas ke lokasi ke dua, aku mampir minimarket dulu, beli sabun sekalian numpang ke kamar mandi. Cuci tangan abis ngobok-ngobok air tai tadi nih, hiks banget kan ya?
Jalanan agak macet ketika aku berangkat menuju lokasi ke dua. Seperti tadi, lokasinya sungai, namun kali ini bukan Ciliwung melainkan Cisadane.
Berpengalaman dari kejadian di lokasi pertama, aku gak maen asal nyebur ke sungai, karena hari sudah lumayan sore (pukul 3), sungai ini ramai oleh anak-anak kecil yang bermain air.
Yaa, walaupun air sungainya warna cokelat, gak jernih, tapi sungainya bersih, gak ada sampah. Warna airnya juga bukan coklat pekat gitu lah, yaaa masih bisa ditoleransi.
"Mau apa Kak?" tanya seorang anak.
"Ehh? Aku mau ini euy, mau cari keyeup, ada gak?"
"Buat apaan kak?" gara-gara anak pertama tadi, eh jadi banyak deh bocil-bocil ngedeketin aku.
"Buat penelitian, kalian suka liat keyeup gak?" tanyaku.
"Sukaa doong!"
"Di mana banyaknya? Aku mau cari nihh,"
"Ayo sini, Teh! Buka sepatunya ikut turun sama kita," ajak salah satu anak.
Aku mengangguk semangat, melepas sepatuku kemudian turun ke sungai yang dipenuhi oleh anak-anak ini. Gak lupa, bawa plastik spesimen.
"Waaah, kaburr, ayo-ayo tangkeeep!" seru seorang anak,
Karena kakiku nih langsung ke dasar sungai yang berlumpur, aku jadi gak liat, karena pas aku gerak, lumpurnya berantakan bikin air keruh.
Anak-anak ini seru banget bantuin aku nangkep Yuyu, aku juga dapet beberapa.
"Kak? Mau berapa banyak?" tanya anak yang bernama Deni.
"Udah ini cukup kok," kataku, mereka membantuku menangkap 10 ekor Yuyu. Kebanyakan memang, tapi yaudah laah.
Selain Yuyu, aku juga mengambil sampel air, sampel tanaman air yang ada di sini, pokoknya semua yang mendukungku untuk menjadi data di pembahasan skripsiku nanti.
"Makasi ya kalian, udah mau bantuin. Mau aku jajanin gakkk?" tanyaku berbaik hati.
"Mau kaakkk!" seru mereka semua semangat.
"Hayu, mau jajan apa?"
"Beliin cilor aja, Kak,"
"Oke gass, di mana tukangnya?" tanyaku.
"Nanti juga lewat, tunggu aja,"
Kami semua naik ke pinggiran, cuci kaki dan tangan pakai air bersih di wc umum yang tersedia, kemudian aku memakai sepatuku kembali.
"Jadi kita nunggu aja nih?" tanyaku.
"Iya, Teh,"
"Teh, kepitingnya buat penelitian apaan?" tanya anak bernama Rani.
"Aku mau liat keanekaragamannya, yang di sini, sama gak sama di Ciliwung, sama gak sama yang di sawah-sawah, terus yang di sungai ini, jenisnya sama gak sama antara yang di hulu sama hilir," jelasku.
"Ohhh gitu, tapi kenapa keyeup Teh? Gak ikan aja gitu," tanya anak yang lain.
"Kalau ikan udah ada penelitiannya, ini mah belum,"
"Ohh gitu, Kakak hati-hati yaa abis ini," ucap Deni.
"Eh? Hati-hati kenapa?" tanyaku.
"Kata mamah aku, keyeup tuh mainannya tuyul tau, Kak," jelas Deni.
"Wahhhh?"
"Iya, kata mamah aku juga," ucap anak yang lain.
"Ihhh, itu tukang cilornya dateng!" seru seorang anak menghentikan kegagetanku.
Anjir, gak lucu juga nih kalau lagi penelitian aku digangguin tuyul, ya kan?
Emm, tapi... semoga itu cuma mitosnya emak-emak.
Aminn!!
*****
TBC
Thank you for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxo
Ps: di tempat kalian, Yuyu/Keyeup disebutnya apose??
Pss: aku lg happy banget karena aku dapet hadiah giveaway buku PopUp Harry Potter dari @amrazing di instagram omg so fvckn happy 😭😭😭
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top