16| Pangeran kegelapan dan tidak egois
| Keenam belas |
“Mau apa lo?” tanya gue to the point. Kalian nggak tahu arti to the point? Mangkanya jangan bolos pelajaran bahasa inggris!
Samuel nggak langsung nanggapin. Minum dulu. Trus ngeliat gue tajam.
“Gue nggak ada hubungannya dengan pembulian di kelas lo,” katanya tiba-tiba.
Gue juga nggak pernah mikir dia ada kaitannya. Aneh! Gue langsung mau cabut karena rasanya dia ngomong nggak bener. Tapi, nggak jadi, karena dia ngomong lagi.
“Jadi, nggak usah bawa-bawa Nina,”
Gue duduk dan ngeliat dia fasih.
“Apa maksud lo?”
“Gue nggak tahu kenapa harus Nina, tapi kalo kalian mau balas dendam, nggak usah ganggu anak OSIS,”
“Balas dendam, gimana?”
“Nggak usah sok bego, gue tahu kalian semua itu picik!”
Anak-anak kelas gue adalah bagian mayoritas di kantin Mang Jajak saat itu. Dan gue nggak salahin kalo mereka kesal dan mau nyerang Samuel. Tapi gue larang, terlebih kami ada perjanjian dengan BK.
“Kenapa lo ngerasa gue mau jahatin Nina?” gue mau tahu jawabannya. Gue rasa gue udah bersikap sangat amat dewasa dikondisi itu. Tapi Samuel malah menyeringai merendahkan.
“Itu karena kalian nggak bisa main tangan lagi ‘kan? Jadi, kalian manfaatin anak-anak OSIS yang baik. Basi!” katanya gitu.
“Gue nggak manfaatin Nina,”
“Nggak usah sok polos! Satu sekolah juga tahu kalo kelas lo mau jahatin anak Pintar dengan OSIS kan? Pertama Geon, sekarang Nina! Kalian sekolah buat apa sih?”
“Apa maksud lo sebenarnya?” gue masih nggak ngerti dia ngomong selurus ini buat apa. Seolah gue ini tersangka kasus apa nggak ngerti deh.
“Dasar BAN-CI!”
Gue benar-benar emosi tapi masih bisa ditahan. Walau gue liat Budi dan Kumar udah pada sulit ditahan dengan anak-anak lain.
“Kalo ngomong dijaga,” tiba-tiba aja Geon ngomong gitu. Gue nggak tahu kapan dia ke kantin. Samuel liat Geon dan cuman ngernyitin kening.
“Kalo nggak ada kepentingan juga, boleh pergi,” sambung Geon yang tiba-tiba bisa mengusir Samuel beserta prajurit penjahat Power Ranger-nya.
“Uuuhhh, Babang Geon, kereeeeeenn,” teriak Mang Jajak yang dibuahi tawa kami semua. Walau gue yakin, anak-anak masih sakit hati dengan apa yang Samuel omongin.
***
Sejak awal, gue tahu kalo pangeran kegelapan itu pasti orang pintar. Karena gue pernah nonton Harry Potter, Profesor Snape kan guru. Di dunia nyata, namanya Samuel curut.
Gue nggak pernah mau berurusan dengan bahaya kayak dia. Bagi gue, dia cuman remahan roti yang berserak. Jumlahnya banyak, tapi nggak ngenyangin.
Gue lebih peduli dengan otak gue malam ini yang masih terus mikirin Nina. Tiba-tiba gue pengen banget ketemu Nina tapi nggak mungkin.
Gue jadi nelpon Debora.
“Halo?” kata Debora.
“Halo-halo?” gue ngomongnya dua kali.
“Halo?!”
“Halo-halo-halo?”
“Halo!”
“Halo-halo-halo-halo?”
Tiiittt... sambungan terputus. Debora emang pemarah.
Gue nelpon Dian.
“Kenapa, lo?” katanya sinis.
“Yan, Geon sayang Dian,”
Tiiitt... sambungan kembali terputus. Dian emang jahat. Gue nelpon Metta. Tapi nggak diangkat. Mungkin dia takut. Jadi gue nelpon Geon.
“Hem?”
“Ge, Dian sayang Geon,” kata gue unyu-unyu.
“Apaan? Kapan dia ngomong?”
“Tadi kami baru telponan. Dian sayang Geon katanya,” hening sebentar. Gue pikir Geon lagi senyum-senyum.
“Rang, udah dulu, gue mau telpon Dian,” sambungan terputus. Dasar setan!
Gue nyaris nelponin anak sekelas. Karena sekarang kami sudah akrab gitu. Gue nelpon Ratih, yang ngangkat pacarnya.
“Halo, siapa nih?” kata suara cowok Ratih.
“Halo? Sayang, kok suara kamu kayak cowok?” kata gue yang berakhir dengan kutukan Ratih dari ujung telpon lalu sambungan kembali terputus. Padahal kan dia yang selingkuh.
Gue nggak ngerti, gue yang nelpon, gue yang kehilangan pulsa, tapi mereka terus yang matiin duluan. Manusia aneh. Gue kembali nelpon, tapi nelpon Erni anak kelas 1 yang disukain Hercules.
“Halo? Ini Erni, ya?”
“Iya, ini siapa?”
“Ini Hercules, I Love You...”
“Lo bukan Hercules,” kata Erni, gue jadi senyum sendiri.
“Cie Erni udah tahu ya suara Hercules kalo nelpon, sering telponan ya, cieee..” sambungan kembali diputus. Gue salah apa coba?
Begitu banyak orang yang gue telpon, tapi gue masih keingat Nina. Nina yang kalo ketawa tutup mulut. Yang ikut pelopor keselamatan berlalu lintas tapi nggak punya motor. Nina yang baik. Nina cantik.
“Halo, Bud?”
“Apaan sih nelpon-nelpon?”
“Bud, gue mau ketemu Nina!” rengek gue ke Bubud.
Gue yakin, Budi mau matiin sambungan telpon lagi, jadi gue matiin duluan biar keren. Trus ada pesan masuk.
Budi : Dasar nggak jelas! Tiiitt... sambungan terputus.
Emang kampret!
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top