15| Yang terjadi di IPS 7

| Kelima belas |

Setengah 7, kelas gue udah rame. Semua pada rapi. Nggak ada baju yang dikeluarin. Tiba-tiba kami semua mirip kayak Metta. Bimo jadi ketawa sendiri karena pemandangan kelas. Gue bisa liat Bu Tuti sedikit was-was pas masuk kelas kami. Dia mau ngajar Geografi.

Celangak-celinguk gitu. Dia juga kaget pas tiba-tiba Dian berdiri dan ngucapin salam.

“Beri salam!” teriak Dian keras.

“Selamat pagi, Buuuuukk,”

Gue liat Bu Tuti ngelus dada. Nggak mau berlama-lama di pintu kelas, akhirnya Bu Tuti masuk. Dan gue rasa itu pertama kalinya, kelas kami ngikutin pelajaran dengan tenang. Dengan jumlah siswa yang lengkap.

***

“Deb, lo kenapa sih temenan dengan anak cowok?” tanya Evan yang duduk di meja Debora.

Debora ini, anaknya cuek parah, ngomongnya irit, tapi gue tahu dia juga agak preman gitu, jadi nggak bakal tersinggung lah.

“Apa lo?” katanya malah gitu. Gue dan Hercules yang duduk di depan Debora cuman ketawa kecil.

“Deb, kalo marah kok tambah cantik,” kata Budi yang berdiri di dekat meja Debora.

Gue liat Bimo dan Hendri ketawa. Muka Debora malah merah. Tapi, keliatannya dia nggak suka dianggap lemah karena mukanya merah. Dia nggak diam aja.

“Kalo gue pukul muka lo, gue pasti lebih cantik!” sekaknya ke Budi. Gue ketawa sambil nakut-nakutin Budi dengan gerak tubuh. Yaitu, gesek telunjuk ke leher.

“Nggak apa deh, dipukul sayang Dedeb mah, Bubud relaaa,”

Jijik parah gue dengarnya! Hahaha.. Budi yang buas dan liar gitu nyebut dirinya Bubud. Kayak Bubur, leak.

Debora tiba-tiba berdiri, ngelempar buku paket ke muka Budi. Bukan cuman Budi, kami yang pada ngejailin juga kaget. Dari mana asal buku paketnya. Budi keliatan terpukul. Dia jadi bengong. Debora menyungging senyum. Itu Debora yang temanan dengan anak cowok.

***

Debora nggak duduk dengan Bimo lagi, sekarang dia duduk dengan Metta. Gue juga bingung kenapa anak cewek pada tukaran duduk gitu. Dian yang biasanya sendiri karena jumlah kami ganjil, malah duduk dengan Elsa.

Indah duduk dengan Gia. Dan Ratih yang ngomongnya jarang kesaring duduk dengan Peni. Mereka pada mau duduk dengan anak cupu kelas kami.

“Ngelindungin gitu,” kata Evan pas gue tanya kenapa pada pindah duduk.

Jadi, karena sebagian besar dari kami itu bisa ngelawan, anak-anak kelas lain malah kayak nargetin yang nggak bisa ngelawan yaitu rombongan Metta buat diganggu. Gue nggak tahu anak cewek bisa kompak gitu pada saling ngelindungin.

Nggak ngerti.

Padahal, kami  kan kaum cowok juga ngelindungin rombongan Metta. Genk Metta itu, kayak adik bungsu genk kami semua.

“Cowok, nggak bakal ngerti!” tegas Dian ke muka gue walau gue nggak salah.

Gue curiga dia ngomong gitu tujuan sebenarnya ke Geon. Keliatannya mereka lagi berantem. Nggak ngerti deh. Terlebih, karena Dian udah duduk dengan Elsa, jadi sebelah Dian nggak ada bangku kosong lagi.

Kalo Geon diusir dari kelas karena nggak remedi, jadinya duduk dengan Bimo.

“Kenapa sih, Ge?” bisik gue penasaran.

Geon berdecak kesal trus langsung keluar dari kelas gue dengan marah. Ini aneh!

***

Gue ngerasa, Dian udah gila jabatan. Kerjanya jadi marah-marah. Ke gue contohnya.

“Rangga! Nggak ada etika ya? Duduk tuh di kursi bukan di meja!” gue cuman nurut dengan turun dari meja guru dengan berat hati.

“Elo lagi! Udah gue bilang jangan keluarin baju! Masukin ke celana! Bisa rapi nggak sih!”

Trus dia keliatan frustasi sendiri sambil ngacak rambutnya. Gue nggak jawab. Cuman menatapnya sengit dengan rasa menyesal kenapa milih dia buat jadi ketua kelas. Gue liat dia lari ke bangku belakang buat marahin Bimo dan Kumar yang coret-coretan muka.

“Malas banget dengan Dian,” keluh Hercules sambil makan bakwan saat kami sudah di kantin.

Gue ngangguk dengan wajah sangat menyetujui. “Dia pake kekerasan verbal, masak gue dibilang nggak ada etika,” keluh gue sambil liat ke anak-anak yang lain.

“Kudeta aja yuk,” ajak Kumar merasa kesal sendiri.

Oiya, kami baru belajar PKN, saban tahun gue sebenarnya nggak tahu arti kata kudeta. Sekarang sih udah. Karena belajar PKN, kalian nggak tahu kudeta? Mangkanya jangan suka bolos! Biar tahu.

Saat kami lagi ngomong-ngomong gini, anak-anak futsal pada masuk ke kantin. Si penjahat Power Ranger juga ada. Dia ngeliatin gue dengan tatapan kebencian.

“Apa lo?” kata gue nggak takut. Tapi dia langsung buang muka nahan amarah.

Samuel juga ada. Dia beli air mineral doang. Lagi diet mungkin. Tapi, dia ngejauh dari teman-temannya yang duduk di meja sudut. Dia duduk di depan gue. Itu aneh.

“Mau apa lo?” tanya gue to the point. Kalian nggak tahu arti to the point? Mangkanya jangan bolos pelajaran bahasa inggris!

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top