Puasa Bareng (Rio Ver)

"Puasa kok diem dirumah aja. Sana olahraga." kata seorang wanita yang sedang membangunkan anaknya yang sedang tertidur lelap di kamarnya.

"Ah males ma. Lagian juga puasa, nanti kalo haus terus batal gimana?"

"Ya gak bakal batal lah. Daripada cuma tidur-tiduran bikin kamu males, habis tidur pasti main hp."

Aku terbangun lalu mulai mendudukan badanku di kasur sambil mengumpulkan niat untuk berdiri. Mama yang sedang sibuk mengoceh daritadi kemudian pergi sambil melempar handuk padaku, "Nih. Cepat mandi habis itu ikut ke pasar sama mama."

Sejujurnya aku malas pergi kemana-mana bahkan saat sedang puasa, karena apa? Tentu saja karena banyak godaan dan cobaan. Godaannya adalah adanya pedagang yang menjual makanan yang bakal tampak menjadi enak saat kita sedang lapar-laparnya dan cobaannya adalah ketika matahari bersinar sangat terik hingga membuat tenggorokan kering. Mama terus berjalan dari satu tempat ke tempat lain hingga aku sendiri merasa kelelahan, aku meminta izin untuk beristirahat di sebuah tempat duduk yang dekat dengan kios yang belum buka.

"Ya sudah, tunggu di sini saja. Mama mau ke sana sebentar."

"Iya ma."

Aku menunggu sambil melihat-lihat sekeliling dan orang yang berlalu lalang, ada yang membawa barang-barang, ada yang berbelanja dan ada juga yang hanya sekedar jalan-jalan. Terlalu lama menunggu membuatku bosan hingga kuputuskan untuk berjalan-jalan di sekitar kios hingga pintu kios tersebut dibuka oleh seseorang.

"Fuh, untung gak telat." kata salah seorang pria berambut hijau sambil menyeka keringatnya yang mengalir di dahinya lalu masuk ke dalam kiosnya. Dia membersihkannya dengan menyapu halaman depannya dan menata beberapa barang untuk dijual.

Aku melihat barang dagangannya seperti makanan, minuman, bumbu masakan dan kue-kue kering. Seketika perutku langsung minta di isi oleh makanan tersebut namun aku segera memalingkan wajahku dan duduk di bangku lagi, menunggu mama selesai berbelanja. Laki-laki itu keluar dan menatapku sambil berkata, "Ngapain di sini?"

Aku menoleh ke atas dan menjawab, "Nunggu mama belanja."

"Oh. Kalau begitu bisa bantu aku?"

"Bantu apa?"

"Ayo ikut."

Dia mengajakku ke dalam kiosnya lalu menunjukkan beberapa kue yang sedang dibungkus ke dalam kotak-kotak kecil. "Aku minta tolong bungkusin kue ini ya, soalnya aku mau rapiin barang yang di belakang. Bisa kan?"

Aku berpikir sejenak dan akhirnya, "Baik. Akan ku bantu."

"Terima kasih. Kalau begitu aku ke belakang dulu ya."

Aku mulai menyusun beberapa kue dan memasukkannya ke dalam kotak sementara dia sedang sibuk membersihkan barang yang bertumpuk. Karena kurang hati-hati, kardus yang berada di atas kepalanya hampir menimpa kepalaku, dengan sigap dia langsung menangkapnya sebelum tepat mengenai kepalaku. "Kamu gak papa?" tanyanya.

"Iya gak papa kok."

"Maaf, aku teledor. Aku bakal lebih hati-hati."

"Iya."

Tampak di kejauhan mama sedang memanggil namaku sambil membawa keranjang belanjaan yang sudah penuh. Aku yang terpanggil segera melambaikan tangan dari kios, mama menghampiriku kemudian bertanya, "Kok kamu di sini?"

"Tadi disuruh sama yang punya kios buat bantu bungkusin kue."

"Maaf ya bu. Anak gadisnya saya suruh-suruh."

"Eh gak papa kok mas. Lagian kalo dirumah juga gak ngapa-ngapain cuma tidur sama main hp doang."

"Mama..." kataku sambil melihat ke arah mama.

Dia hanya tersenyum kemudian berkata kepadaku. "Ini sudah cukup, terima kasih ya."

"Sama-sama." kataku.

"Kalau begitu kami permisi dulu ya mas. Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam." katanya.

Kami pun pulang dengan menaiki angkot yang sedang menunggu para penumpang yang hendak pergi. Tak lama kemudian angkot itu melaju hingga sampai di depan gang rumahku, aku dan mama melanjutkannya dengan berjalan kaki hingga sampai rumah. Aku yang kelelahan langsung merebahkan diriku di kasur dan menyalakan kipas angin agar panas di tubuhku segera hilang.

"Hah... kalau panas-panas begini minum es kayaknya enak ya." kata mamaku.

"Iya ma. Tapi kan lagi puasa."

"Iya juga. Ya sudah mama mau bersih-bersih dulu, kamu istirahat saja."

"Hmm."

Aku beristirahat hingga waktu dzuhur tiba dan kemudian melaksanakan sholat dzuhur bersama mama. Setelahnya aku tidur siang karena tak ada kegiatan apa-apa lagi hingga ashar menjelang, sore hari aku membereskan rumah dengan menyapu dan mengepel. Sore hari ini tetap masih panas hinnga membuat tenggorokanku terasa sangat kering, setelah bersih-bersih aku pun mandi dengan mengguyur kepalaku agar segar.

Selesai mandi, mama menyuruhku untuk membeli es batu karena es batu di kulkas habis. Aku pergi ke warung untuk membelinya, sampai di warung aku memanggil si penjual. "Beli!"

Si penjual segera datang sambil menanyakan, "Beli apa?"

"Beli es batu 2."

Si penjual langsung mengambilkan es batu dan menaruhnya ke dalam kantong plastik besar, kemudian memberikannya kepadaku. "Jadi dua ribu ya."

Aku memberikan uangku lalu kemudian menerima es batu tersebut, "Terima kasih, lho?"

"Kenapa?"

"Kamu bukannya yang di pasar tadi? Yang jualan kue itu?"

Laki-laki berambut hijau itu tampak berpikir sejenak dan kemudian tersenyum di depanku. "Iya, aku Rio Kikyo. Kamu yang tadi bantu aku di kios kan? Terima kasih ya."

"Tidak apa-apa, lagipula tadi aku juga gak ada kerjaan apa-apa. Oh ya, namaku (Y/n)(L/n)."

"(L/n) ya, nama yang bagus."

"Terima kasih. Kalau begitu aku pulang dulu."

"Iya hati-hati."

Aku tak menyangka jika kami akan bertemu lagi terlebih rumahnya ternyata di sekitar sini. Awalnya kupikir kami tidak akan pernah bertemu lagi namun sepertinya aku dan dia akan sering bertemu karena jarak rumah yang dekat. Aku segera masuk ke dalam rumah dan memberikan es batu itu pada mamaku untuk dimasukkan ke dalam es buah, adzan maghrib berkumandang dan akhirnya kami berbuka bersama.

Di tengah acara berbuka mama bilang kepadaku, "Kayaknya kue di toko yang tadi enak deh. Mama jadi mau coba beli."

"Oh. Beli aja ma."

"Tapi besok mama gak bisa belanja karena berangkat kerja pagi. Mungkin harus pesen dulu deh."

"Rumah yang jual kue itu ada di sekitar sini kok ma. Tadi aku beli es batunya di warung dia."

"Warung depan situ?"

"Iya ma."

"Eh gak nyangka ternyata deket sama kita. Mama jadi bisa gampang deh pesennya."

Aku hanya menganggukkan kepalaku sebagai jawaban, selesai berbuka puasa aku sholat maghrib dan membaca Al-qur'an, bermain hp sebentar dan bersiap untuk sholat isya dan tarawih di masjid dekat rumah. Usai melaksanakan sholat tarawih mama langsung mengajakku untuk ke rumah si penjual kue tadi, sampai di depan rumahnya mamaku mengetuk pintunya. "Assalamualaikum."

Pintu itu terbuka perlahan sambil memperlihatkan sosok tinggi dibalik daun pintu, "Waalaikumsalam. Silahkan masuk bu."

"Terima kasih mas. Saya diluar saja, anu saya mau pesan kue buat besok kira-kira bisa gak mas?"

"Besok pagi?"

"Buat besok sore buat buka puasa. Satu toples aja cukup."

"Oh, bisa kok. Mau kue apa?"

"Kamu mau kue apa?" tanya mama kepadaku.

"Kue lidah kucing enak kali ya ma?"

"Ya sudah. Lidah kucing aja satu toples."

"Oke."

"Terima kasih banyak ya mas. Saya pamit dulu assalamualaikum."

"Iya terima kasih juga sudah pesan, waalaikumsalam."

Keesokan harinya di sore hari saat sedang jalan-jalan di sekitar taman komplek, aku melihatnya sedang bermain bola baseball dengan beberapa temannya. Dia tampak lihai dalam mengayunkan tongkatnya dan menangkap bola, aku menghampirinya untuk melihat lebih dekat dan berdiri di samping taman yang agak jauh. Bola kasti yang baru saja mereka pukul jatuh dan menggelinding ke arahku, aku memungutnya dan berjalan untuk memberikan kepada mereka.

"Ini." kataku sambil menyerahkan bola kasti itu.

"Terima kasih (L/n)."

"Rio san sedang main baseball?"

"Iya. Sekalian nunggu waktu buka. Oh iya, ini kue yang dipesan sama ibumu."

"Wah, terima kasih. Baru saja aku mau ke rumahmu buat ngambil barangnya."

"Niatnya aku mau nganterin ke rumahmu. Tapi karena aku gak tahu alamatnya ya sudah aku bawa main saja."

Karena kami berdua asik mengobrol, salah satu dari teman Rio memanggilnya dengan sedikit berteriak, "Woi Rio! Cepetan sini. Malah pacaran sama anak gadis orang. Nanti dihajar bapaknya baru tahu rasa loh."

Rio menoleh lalu mengajakku untuk bermain bersama, "Ayo main bareng."

"Boleh nih?"

Dia mengangguk, kemudian aku bermain bersama Rio dan teman-temannya hingga waktu maghrib menjelang. Kami membubarkan permainan dan segera kembali ke rumah masing-masing. Di tengah perjalan aku teringat dengan kue milik mamaku yang tertinggal di taman tadi, otomatis aku langsung berlari secepat mungkin untuk mengambil kue tersebut namun ternyata Rio tengah membawa kue itu.

"Rio san."

"Kue mu ketinggalan nih. Untuk gak dimakan kucing."

"Haha, terima kasih ya Rio san."

"Iya. Ya sudah aku pulang dulu."

"Tunggu. Gimana kalau kita buka puasa bareng?"

"Dimana?"

"Di rumahku. Itu sudah mau hampir dekat."

"Boleh."

Kami berdua pun berjalan menuju rumahku yang ternyata di depan pintu sudah ada mamaku yang berdiri sambil menungguku. "Cepat masuk sudah mau maghrib."

"Iya ma. Ma, aku ajak Rio buat buka puasa bareng. Boleh kan?"

"Maaf bu saya gak sopan."

"Gak papa kok mas Rio. Silahkan."

Aku, mama dan Rio pun duduk di meja makan lalu kemudian berbuka puasa. Mama mencicipi kue buatan Rio, "Masya Allah. Enak banget."

"Terima kasih jika ibu suka dengan kue yang saya buat."

"Rio san pintar masak ya." kataku.

"Masak itu kan hal yang umum. Kamu juga harus bisa masak, jangan cuma bisa masak telur sama mie doang."

"Aku bisa masak ma. Goreng sosis, bakso, ngerebus sayur juga bisa."

"Kalo gitu buat buka nanti masak sayur bayam coba."

"E...."

"Tuh kan, nanti kamu belajar aja sana sama Rio."

"Gak papa. Nanti kuajarin masak sampai kamu bisa."

"Beneran?"

"Iya." katanya sambil tersenyum.

"Nah, kayaknya Rio cocok jadi suamimu deh."

"Mama!!" kataku sambil menutup wajahku.

"Cieee malu-malu nih ye." kata mama yang semakin menjadi-jadi.

Di luar rumah setelah buka puasa, Rio pamit pulang sambil menitipkan sesuatu padaku.

"Ini apa?" tanyaku.

"Buka aja."

Aku membukanya dan terlihatlah sebuah cincin mainan berwarna perak, "Ini kan cincin mainan."

"Kamu gak tahu ya maksudnya cowok ngasih cincin ke cewek?"

"Emang apa?"

"Sini." katanya sambil menarik tanganku dan memakaikannya di jari manis kiriku.

"Ini tandanya ngelamar tahu."

Sontak wajahku memerah, aku segera menutupinya dengan kedua tanganku sambil berteriak pelan, "Rio san!!"

"Kenapa wahai calon istriku?"

"Tau ah terserah."

Dia hanya tersenyum sambil bilang, "Dijaga ya buat aku."

"Insyaallah Rio san."

"Aishiteru (Y/n) chan."

"Aishiteru yo Rio san."
-----------------------------------------------------------










Konnichiwa, gimana puasanya masih full apa udah ada yang bolong² nih? Yah yang penting tetep semangat buat puasanya ya, jangan sampe batal cuma karena ngomel-ngomel atau hal kecil lain. (Kecuali kalo batalnya karena hal yang gak bisa dihindari, u know lah ya)

Ya udah segitu aja kata-kata dari saya. Jangan lupa vote dan kalo mau silahkan comment and see you in the next chapter, matta ne.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top