• Moving Girl On •

[Tema No. 23 – GEBETAN]

Moving girl on
oleh cat-take

Nama : Maulida
ID wattpad : @cat-take
Nomor undian : 23
Tema : gebetan
Judul : Moving girl on

''Jema!''

Aku menoleh dan mendapati Ina sedang berlari kecil kearahku. Tanpa menyahut aku melanjutkan kegiatanku--melahap chicken wings kebanggaan restoran itu.

''Kamu nggak akan percaya ini, Je!'' Ina segera duduk seberangku dengan wajah berbinar. Apa yang terjadi padanya?

''Kamu harus cerita apa yang terjadi. Nggak biasanya kamu kayak gini, Na. Kayak orang lagi jatuh cinta aja,'' tanyaku dengan melirik kearah Ina sesekali.

Dia menjerit! Untung aku tidak punya penyakit jantungan, ''of course! Aku emang lagi jatuh cinta, Je. Dan it feels amazing!''

''Kamu jatuh cinta sama siapa?'' aku mendengus. Sangat membenci topik mengenai jatuh cinta.

''Dia sepantaran sama kita, kok. Cuma beda satu tahun, Je. Dan ganteng,'' jelas Ina, ''ralat, ganteng banget.''

Aku mengeryit. Bagaimana bisa seorang Ina yang notabene anak rumahan bisa bertemu dengan remaja lain? Apalagi lelaki. ''Dimana kamu ketemu dia? Tempat les?''

''Bukan.''

''Terus?''

''Friendtact,'' katanya dengan ragu-ragu.

Oke, aku baru saja akan meledak, ''udah sih berapa kali aku bilang, Na? Jangan kenalan atau bahkan interaksi dengan orang yang nggak kamu kenal.''

''Tapi, Je, dia beda. Aku udah kenal banget. Sumpah.''

Oh tidak. Ina, kamu membuatku geram, ''bagaimana kalo dia manipulasi foto profil nya? Dan ternyata dia seorang om-om pedofil yang lagi nyari mangsa. Gimana?!''

''Nggak mungkin,'' bantah Ina seraya terkikik. Tangannya mengibas-ngibas.

''Mungkin,'' aku meletakkan sendok yang ku genggam. Karena sungguh, Ina menghilangkan selera makanku.

''Aku dan dia sering video callan kok. Dan dia memang benar-benar ganteng!''

Dengan segala tingkah laku Ina aku benar-benar tidak bisa menyangkal bahwa sahabatku ini sedang jatuh cinta. Dengan cowok yang ia kenal dari sosial media. Miris.

''Dan kamu harus tau,'' ujarnya dengan binar mata yang sama, ''dia ngajak ketemuan akhir pekan ini.''

Aku benar-benar ingin berteriak sekarang, ''kamu iyain aja? Ya ampun, Ina. Kamu nggak tau betapa bahaya nya ketemu dengan orang asing?''

''Ck, maka dari itu aku pengin minta temenin. Mau ya?'' dia membuat puppy eyes untuk merayuku--kebiasaanya sejak dulu.

''Fine. Tapi kamu harus izin ke ibumu ya?''

Ina mendecak lagi, ''nggak. Kalau aku bilang akan ketemuan sama laki-laki pasti ibu nggak ngebolehin. Kamu kan tau sendiri bagaimana ibuku.''

Pada akhir pertemuan itu aku menyerah dan terpaksa menuruti kemauan Ina. Bukan karena rayuannya, tapi karena aku ingin menjaga Ina. Dia sudah kuanggap sebagai adik sendiri. Oleh karena itu, aku merasa harus bertanggung jawab untuk apa yang terjadi padanya.

-

''Orangnya yang mana, Na?'' tanyaku saat kami sudah sampai di tempat janjian. Seperti halnya anak remaja, gebetan Ina ini memilih mall sebagai tempat ketemuan.

Ina terlihat celingak-celinguk. Ia meneliti setiap orang yang melewatinya. Sampai aku melihat matanya membulat, ''Arsym!''

Orang yang dipanggil Ina itu menoleh dan menghampiri kami. Aku belum melihat wajahnya karena tertutup topi.

''Jema, ini Arsym. Arysm, ini sahabatku Jema,'' ujar Ina membuka perkenalan.

Cowok yang dikatakan bernama Arysm itu membuka topinya. Dan tunggu. Aku mengenalnya!

''Arsym,'' katanya ramah. Ia menjulurkan tangan.

Aku membalasnya, ''Jema. Sahabat Ina. Dan nggak akan pernah kubiarin siapapun menyakiti Ina.''

''Tenang aja. Aku serius kok,'' balasnya sambil terkekeh. Tampaknya Arsym tidak paham maksudku.

Karena melihat Ina yang kelewat senang, kuputuskan menutup mulut. Dari yang kulihat sepanjang pertemuan, Ina menyukai Arsym. Dan itu bukanlah hal yang aku inginkan.

''Aku pesan dulu ya!'' ujar Ina lalu melangkah menuju salah satu stan makanan. Kami kini berada di food court. Ina sudah pergi. Dan kurasa ini waktunya untuk bicara.

''Ar,'' panggilku.

Arsym yang sedang memainkan ponselnya menoleh, ''kenapa?''

''Mau sampai kapan kamu bohongin Ina?'' tanyaku dengan nada yang kuharap terdengar ketus.

Kedua alis Arsym bertautan, ''bohongin apa? Nggak ngerti.''

''Kamu pasti ngerti.''

''Nggak.''

''Oke. Aku pakai perumpamaan.''

Arysm diam. Sepertinya ia menungguku melanjutkan kalimat.

''Manusia itu seperti muatan listrik. Sesuatu yang sejenis selalu akan tolak menolak. Karena, nggak ada sejarahnya yang sejenis akan tarik menarik,'' aku menjelaskannya dengan napas tertahan, ''sekarang ngerti?''

''Ka-kamu... Tau?'' wajah Arsym sungguh terlihat pucat dan terkejut. Aku mensyukuri antrean panjang yang terjadi di stan makanan.

''Aku kenal kamu. Dulu kita satu SMA.''

''Oh,'' ia masih syok. ''Dan sekarang, aku udah ngerti.''

Aku melipat tangan didepan dada, ''terus, kamu mau lanjutin kebohongan ini?!''

''Aku sayang sama dia, Je. Beneran. Aku sama sekali nggak berniat nyakitin Ina,'' kata Arsym dengan nada serius.

''Dan apa kamu pikir kebohongan ini nggak akan nyakitin dia?'' kupikir emosiku kini mulai tersulut.

Benar saja. Arsym terdiam karena gertakanku. Aku tidak peduli dia setahun lebih tua dariku. Siapapun yang berniat menyakiti Ina akan mendapat hal yang sama.

''Kenapa diem? Kamu kaget aku bisa tau? Iya?!''
''Je, terlanjur sayang itu susah.''

Aku mendecak keras, ''persetan dengan perasaan--terlanjur sayang kanu itu. Ina nggak salah apa-apa. Tolong jauhin dia.''

''Setelah sebulan kenal dia, aku rasa aku cinta sama dia, Je.''

''Kumohon jangan katakan hal itu! Ina nggak berhak terlibat di kesalahan yang kamu buat sendiri,'' ucap ku dengan nada memohon.

Tangan Arsym bergerak kearah tanganku yang tergeletak diatas meja. Namun aku buru-buru menepisnya, ''Je, biarin dia bahagia sama aku.''

''Nggak ada seorang pun yang bisa bahagia dengan kebohongan!'' pekik ku dengan mata membelalak, ''dan kamu harus tau. Kamu itu cinta pertama Ina. Cinta pertama yang paling memalukan didunia!''

Keheningan tercipta diikuti dengan kedatangan Ina dengan nampan penuh makanan.

''Hella, kalian ngobrol apa aja?'' tanya Ina dengan nada ceria.

''Bukan apa-apa kok,'' aku menyahut dengan memaksakan seulas senyum.

-

Setelah makan, aku memberi kode kepada Ina untuk segera pulang. Namun, sepertinya Ina ingin tetap menempel pada gebetannya ini.

''Na, aku pengin ngomong,'' bisikku saat kami berjalan menuju pintu keluar.

Aku diabaikan karena Ina dan Arsym asyik mengobrol. Tentu aku keberatan.

''Duluan ya!''

Aku hanya mengangguk sementara Ina melambai dengan heboh.

''Na, sini bentar.''

Dengan menarik tangan Ina, aku membawanya menuju sisi gedung. Tempat yang menurutku aman untuk membicarakan hal semacam ini.

''Na, kamu suka sama Arsym?''

Persis seperti dugaanku, Ina tampak terkejut dengan pertanyaan itu. ''Emangnya apa alesan aku untung nggak suka sama dia?''

''Kumohon jangan suka sama dia, Na,'' pintaku dengan kedua tangan meremas pundak Ina.

Ina menggeleng-geleng, ''kenapa?''

''Intinya jangan.''

''Pasti ada alasannya, Je.''

Aku benar-benar harus memberitahunya. ''Karena, sebagai sesama perempuan, ditambah aku ini sahabat kamu. Aku nggak mau kamu terjerumus ke kesalahan ini. Yang harus kamu tau, ini akan berakhir menyakitkan.''

''Kesalahan apa, Je?'' tanya Ina dengan wajah pasrah, ''aku sayang sama dia. Perasaan aku nggak akan berubah. Maaf.''

''Apa akan tetep sama kalo aku bilang--''

''Kamu suka sama Arsym?'' sela Ina. Ia menatapku tajam dan sepertinya menahan napas.

Aku menggeleng, ''nggak ada alasan untuk aku nyukain dia.''

''Syukurlah,'' ujar Ina sambil memegangi dadanya.

''Jadi, apa perasaan kamu tetep sama kalo ternyata--''

''Aku ini perempuan.''

Aku dan Ina menoleh ke sumber suara. Ternyata Arsym yang datang. Tunggu, Arsym?!

''Arsym, kamu ngapain disini?'' tanya Ina dengan binar mata yang tiba-tiba muncul.

''Aku liat Jema narik kamu kesini. Makanya aku ikutin,'' jelas Arsym. Matanya sesekali melirik kearahku.

Dengan helaan napas berat aku memotong pembicaraan mereka, ''Na, kamu denger kan apa kata dia barusan?''

''Denger, Je. Dia kesini karena liat aku ditarik,'' dengan jawaban itu aku ingin mencubiti Ina. Sungguh!

''Bukan itu! Tapi yang tentang--'' lagi-lagi Arsym memotong kata-kataku.

''Aku perempuan.''

Ina membelalakan matanya, ''a-apa? Pasti bohong. Aku nggak lagi ulang tahun. Kalian salah.''

''Ina, maaf. Tapi ini bukan lelucon. Aku benar-benar--'' aku tahu pasti berat bagi Arsym menjelaskannya.

''Ina, kumohon. Terimalah kenyataan ini. Aku nggak mau kamu kepikiran terus.''

Ina menatapku dengan mata berapi-api, ''gimana nggak kepikiran? Ternyata gebetan ku selama satu bulan ini laki-laki?! Dan kamu, Jema, kenapa kamu tutupin?''

Kenapa sekarang aku yang disalahkan?

''Na, ini semua kesalahanku. Aku yang menjerumuskan kamu. Kalo aja aku nggak menyimpang, pasti nggak akan ada yang terluka.'' kata-kata yang diucapkan Arsym terdengar lemas.

Yang paling membuatku tidak tahan adalah Ina menangis. Hal yang paling rentan membuatku marah. ''Sebaiknya kamu pergi aja, Sya.''

Arsym--atau yang kukenal Arsya, menunduk lemas. ''Aku nggak akan pergi sampe Ina maafin aku.''

''Arsym--siapapun kamu, aku maafin. Tapi kumohon, jangan jerumuskan orang ke kesalahan yang sama. Dan jalannya cuma satu.''

Arsya menunggu Ina meneruskan kalimat.

''Kamu harus jadi perempuan beneran.''

Kulihat mata Arsya membelalak. Oh tuhan, ingin rasanya aku tertawa.

Dan seperti yang Ina bilang, kami berusaha membuat Arsya menjadi perempuan sungguhan. Setelah kejadian itu, kami belanja ke mall. Mulai dari baju, perlengkapan make up dan pernak-pernik khas cewek. Dan kalian tau apa? Dia bahkan lebih cantik dari aku saat berdandan!

So guys, sesuatu yang menyimpang memang menyenangkan kalau dijalani. Tapi ingat, setiap kesalahan akan berujung penyesalan. Jadi, jangan pernah coba-coba ya!

—°●°●°●°—

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top