× About Time pt. 3 ×

Entah hal apa yang membuatnya kembali menghubungi dua sahabatnya itu. Entah karena rindu atau karena hal lain. Dahyun sendiri juga masih bingung dengan perasaanya. Sudah setahun lebih ia menjalin hubungan dengan Taehyung tapi ia merasa tidak ada hal yang spesial.

Dahyun senang saat bersama dengan Taehyung, dia sangat baik itu sebabnya Dahyun tak bisa menolaknya, tapi selain itu, tidak ada hal lain yang ia rasakan. Terdengar jahat memang tapi Dahyun juga tidak mau seperti ini. Ia juga ingin mencintai Taehyung sepenuh hati, sama seperti yang lelaki itu lakukan padanya.

Maka saat Taehyung mengatakan ingin melamarnya, Dahyun meminta waktu untuk berpikir. Setidaknya setelah ia bertemu dengan kedua sahabatnya ini, mungkin ia akan mendapatkan jawabannya. Entah untuk mengakhiri atau justru menerimanya.

Sudah jam 10 malam, mereka masih belum muncul. Udara dingin menyapanya. Ia menunggu dihalaman rumah pohon karena rumah ini dikunci. Sepertinya rumah ini juga sudah tidak terurus, melihat dari halamannya yang penuh dedaunan kering berserakan.

Entah sudah berapa jam Dahyun menunggu. Waktu terasa lama sekali berputar. Dahyun memeluk kedua lututnya, menatap permukaan tanah yang mulai dihantam rinai hujan. Hujan lagi. Sepertinya Dahyun akan mulai membencinya karena saat hujan datang, kesedihan selalu muncul.

Kala itu, Jimin memang sempat memintanya untuk bertemu tapi Dahyun terlanjur mengiyakan ajakan kencan Taehyung. Ia sudah mengatakan tidak bisa datang dan mengucapkan maaf, tapi Jimin tetap menunggunya. Seharusnya ia memanggilnya, mungkin mengajaknya bergabung walaupun akan canggung nantinya, tapi ia juga tidak melakukannya. Kini rasa sesal semakin menumpuk—penuh sekali sampai dadanya terasa sesak.

Dan setelah melakukan itu, bahkan menghancurkan persahabatan mereka, dengan tidak tahu malunya Dahyun mengajak mereka berdua bertemu. Bahkan sampai tengah malam ia menunggu, masih saja berharap kalau mereka akan datang.

Bodoh.

Menghela napas seraya mengusap air matanya yang mengalir. Dahyun bangkit berdiri. Memutuskan untuk berhenti menunggu dan pergi dari sana, tapi begitu ia melangkahkan kaki untuk turun, seseorang berdiri di depannya.

"Minggir."

Dahyun mendongak. Jungkook berjalan melewatinya, menaiki tangga lalu membuka pintu itu. Gadis itu masih terkejut, tidak menyangka kalau Jungkook akan datang kemari.

"Naiklah! kecuali kalau kau mau mati kedinginan di sana."

Dahyun segera menaiki tangga kemudian masuk ke dalam rumah pohon itu. Saat masuk ke dalam, semuanya masih terlihat sama—tidak banyak yang berubah, sepertinya Jungkook masih merawat tempat ini dengan baik.

"Buatlah dirimu nyaman. Kau bisa gunakan selimut itu supaya tetap hangat. Pemanasnya mati," ujar Jungkook dingin, berbanding terbalik dengan ucapannya yang masih menyiratkan kepedulian.

"Gumawo."

Jungkook datang dengan dua cangkir cokelat panas di tangannya. Satu untuknya, dan satu untuk Dahyun.

"Mau apa kau kemari? Kupikir kau sudah melupakan tempat ini."

Dahyun menunduk. Menggigit bibir bawahnya gugup. "Aku ... datang untuk minta maaf."

"Maaf?"

"Iya. Untuk semuanya." Dahyun menarik napas sejenak. "Aku minta maaf karena sudah menghancurkan persahabatan kita. Aku ... tidak ingin semua itu terjadi. Itu diluar kendaliku. Aku tidak bermaksud—"

"Sudahlah, berhenti membahasnya. Kejadian itu sudah berlalu." Jungkook meminum cokelat panasnya dengan santai.

"Ah iya, seharusnya kau mengatakan itu pada Jimin. Tapi sekarang sudah terlambat."

Dahyun mendongak, menatap Jungkook kaget, "maksudmu? Memangnya Jimin kemana?"

"Ke Jepang. Dia pergi hari itu, saat menunggumu di taman."

Dahyun kehilangan kata-kata. Terlalu kaget. Rasa bersalahnya semakin membesar. Rupanya Jimin mengajaknya bertemu untuk berpamitan. Menggigit bibirnya getir, penyesalannya kian bertambah.

"Jadi ... Mau apa kau kemari? Kau hanya datang untuk mengatakan itu?" tanya Jungkook setelah beberapa saat hanya ada keheningan.

Dahyun menggeleng. "Ada hal lain yang ingin ku katakan." Kembali menarik napasnya dan menghembuskannya perlahan sebelum berkata, "pacarku Taehyung, akan melamarku. Aku ... bingung. Mungkin ini terdengar aneh tapi aku—"

"Kau tidak menyukainya?"

"Suka! Kalau tidak suka aku tidak akan berpacaran dengannya tapi ya ... Kau tahu, itu hanya sebatas suka. Aku tidak merasakan apapun. Bahkan saat ia mengatakan ingin melamarku, aku sama sekali tidak merasa senang, malah bingung harus menanggapinya seperti apa." Perkataan itu meluncur begitu saja. Dahyun sudah tidak peduli lagi, ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi.

Jungkook terdiam, agaknya kaget juga tiba-tiba mendengar curhatan Dahyun setelah sekian lama tidak bertemu. Ia pikir, Dahyun datang kemari karena rindu, tapi rupanya malah membawa kabar buruk—ya, mendengar seseorang akan melamar Dahyun adalah kabar buruk baginya. Entah kenapa, ia tidak suka mendengarnya.

"Terus? Kau mau menerimanya?"

Dahyun kembali menggeleng. "Tidak tahu."

Jungkook berdecak. "Ya, kalau kau tidak suka ya bilang saja tidak suka! Kenapa mempersulit hidup sendiri?"

"Justru itu ... Aku bingung dengan perasaanku sendiri. Aku takut menyesal kalau menolaknya."

"Dan jika kau menerimanya, apa kau juga tidak akan menyesal?"

Dahyun menunduk. Benar juga, sekarang ia malah semakin bingung.

Jungkook menghela napas. Lelaki itu bangkit berdiri, lantas mendudukkan dirinya di samping Dahyun.

"Ya, apa kau benar membutuhkannya? Maksudku ... Kalau kau menerimanya, itu artinya kau juga harus siap untuk menikah. Kau harus memikirkannya lagi dengan matang," ujar Jungkook serius.

Dahyun berdecih geli, "Ya, sejak kapan kau tumbuh jadi sedewasa ini? Padahal dulu kau paling sering bolos sekolah. Kerjaannya dikelas juga kalau tidak tidur ya mengobrol, menganggu yang lain." Mengingat masa lalu membuat Dahyun merasa hidup kembali. Masa-masa itu begitu menyenangkan.

"Ck, kau mengingat yang buruknya saja. Nilai olahraga dan seniku yang paling tinggi! Kalau kau jatuh, siapa yang menggendong dan membawamu ke UKS, kalau bukan aku?"

"Iyasih tapi setelahnya aku selalu mentraktirmu makan! Kau juga makannya banyak sekali sampai isi dompetku terkuras banyak! Untung Jimin selalu membantu membayar sisanya. Kalau tidak ada dia, bisa-bisa aku bangkrut!"

Untuk beberapa saat, mereka asyik membahas masa lalu. Masa-masa mereka sekolah, dari kejadian menyenangkan sampai memilukan. Percakapan itu terus mengalir dengan lancar hingga tak terasa, waktu sudah menunjuk angka jam 1 dini hari.

Diluar, hujan deras masih terus mengguyur. Dahyun terus menatap ke jendela, bingung harus membahas apalagi sementara Jungkook terus menatapnya dalam diam.

"Ah iya, kau bagaimana? Bukannya kau sudah bertunangan dengan Nara eonni? Kapan kalian akan menikah?" tanya Dahyun.

"Eoh? Kau belum tau ya? Pertunangan kami dibatalkan. Kim Nara akan menikah dengan lelaki lain, ayah dari bayi dalam kandungannya. Selama ini aku ditipu."

"M-mwo?!"

"Iya, rupanya sejak lama ia sudah selingkuh. Dia ingin bertunangan dan cepat nikah denganku semata-mata supaya aku menjadi ayah bayi dalam kandungannya. Beruntungnya, aku menemukan test pack dan pemeriksaan kandungan di tasnya saat ia pergi."

Dahyun masih kaget mendengarnya. Tidak menyangka juga Jungkook akan setenang itu saat menceritakannya. Tapi pertanyaan Jungkook selanjutnya membuatnya terdiam.

"Sejak tadi, aku menunggumu menanyakan hal ini, tapi rupanya kau tidak melakukannya jadi biar aku yang bertanya." Jungkook menatapnya serius, tepat ke matanya. "Kau ... sama sekali tidak penasaran dengan perasaanku padamu?"

Dahyun membeku. Dalam benaknya kembali mengingatkannya saat Jungkook dengan tegasnya bilang kalau ia tidak akan pernah menyukainya. Apalagi selama ini mereka juga sudah lama tidak bertemu. Kalaupun tidak sengaja bertemu, mereka akan bersikap bak orang asing. Maka tidak mungkin jika Jungkook—

"Aku menyukaimu. Maksudku ... Aku pernah menyukaimu."

Manik Dahyun semakin melebar. "K-kapan?"

"Wae? Kau penasaran?"

"T-tentu saja! Apalagi waktu itu kau bilang tidak akan pernah menyukaiku."

"Ck, sepertinya kau tidak mengingatnya." Jungkook melirik ke arah jendela, hujan di luar sana mulai mengecil.

"Mau kuantar pulang? Atau mau menginap disini?"

"Aku boleh menginap?"

"Tentu, kita bisa berbagi ranjang yang sama. Seperti dulu."

"Mwo? Ya, kau tidur di sini saja, di sofa."

"Kau ini, tidak tau diri sekali. Sudah menumpang, ingin tidur di ranjang sendiri pula."

"Tapi aku kan perempuan. Masa kau tega membuatku tidur di sofa?"

"Siapa yang menyuruhmu tidur di sofa? Kau bisa tidur di ranjang tapi tentu bersamaku. Wae? Kau takut aku berbuat macam-macam?"

Dahyun memalingkan wajahnya. Kedua pipinya memerah, "eoh, kau bilang pernah menyukaiku, kan? Maka itu artinya kau memang sempat tertarik padaku."

Jungkook tersenyum kecil, "Kau bisa menendangku kalau aku macam-macam. Lagipula, aku hanya melakukannya atas dasar suka sama suka. Kalau kau tidak mau, aku tidak akan memaksa."

Dahyun menatap Jungkook horor sementara lelaki itu mulai beranjak untuk menutup jendela. Gadis itu kembali menguap, rasa kantuk mulai menyerangnya. Ia memutuskan untuk membaringkan tubuhnya di sofa. Lebih baik mengalah daripada tetap memaksakan diri tidur di ranjang bersama Jungkook. Itu gila! Sekalipun ia juga menginginkannya. Namun belum juga tiga menit ia memejamkan mata, tubuhnya tiba-tiba saja diangkat ala bridal lalu dibaringkan di atas ranjang.

Keadaan semakin mencekam saat Jungkook mematikan lampu lalu bergabung bersamanya. Membaringkan tubuhnya tepat disamping Dahyun diatas ranjang yang cukup sempit ini. Dahyun terus memejamkan matanya erat sekalipun kesadarannya masih belum hilang.

Tidak cukup sampai di sana. Jungkook juga memeluknya dari belakang bak guling. Hanya ada satu selimut disini, dan selimut itu sudah digunakan untuk membungkus tubuh Dahyun. "Tidurlah, aku tidak akan macam-macam," katanya lagi dengan suara beratnya.

Situasi macam apa ini? Rasanya Dahyun ingin menghilang saja tapi ia juga tak menampik kalau posisi ini begitu nyaman. Setidaknya, Jungkook benar-benar memenuhi perkataannya.

Ya, setidaknya itu yang Dahyun rasakan sebelum menyadari perubahan posisinya saat bangun. Mereka masih berpelukan. Bedanya, mereka jadi saling berhadapan dengan tubuh Jungkook yang bertelanjang dada—topless—dibawah selimut yang sama.

Makin gaje dah
Gk tau aku ini ngetik apaan ಥ‿ಥ

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top