[1]
Akhir pekan selalu menjadi hari favorit, tentu saja. Aku baru saja menerjunkan diriku ke dalam dunia yang tidak lagi menjadi normal untukku. Mataku melayang menyaksikan semua kekacauan yang sekarang mengelilingi diriku, merasakan mereka meresap ke dalam kulitku, menggeliat hidup dan mengisi diriku. Ini adalah satu-satunya tempat yang akan membuatku tetap waras. Aku melirik ke sisi kananku, seorang gadis Asia dengan kulit putih dan mata sipit, telanjang dirantai ke salib, pria yang berdiri di depannya mengenakan celana kulit hitam ketat dan bertelanjang dada terlihat mengagumkan. Dia membawa cambuk kulit berulir yang membuatku memimpikan banyak hal. Gadis itu tersenyum genit, menjilat bibir merah tipisnya dengan seduktif. Yah, dia akan mendapatkan apa yang dia inginkan. Satu cambukan datang pada gadis itu, melintang di perutnya menciptakan satu garis merah yang samar. Perutku mengepal dan lututku goyah untuk melihat adegan itu. Sial! Aku harus menemukan seseorang malam ini.
"Mare! Akhirnya aku menangkapmu." Aku berbalik, mengalihkan perhatianku dari gadis Asia yang sekarang mengerang, mendapatkan lebih banyak cambukan.
"Tidak malam ini Master K," balasku. Dia merengut, menyelipkan jempolnya ke lubang ikat pinggang di celananya. Aku tidak suka menolak seseorang tapi malam ini aku sungguh ingin sesuatu yang baru, berbeda, dan mengguncang. Aku perlu menemukan sensasi.
"Apa ini karena sesi terakhir kita? Apa aku terlalu mendorongmu?" tanyanya, nada mendominasinya mencengkeramku. Perhatian, peduli, semua yang aku harapkan dapat aku miliki di kehidupan nyataku. Dia seorang Master yang baik, gadis-gadis akan memohon untuknya.
"Bukan. Itu menakjubkan, terakhir kali adalah fantastis tapi aku hanya ingin sesuatu yang baru untuk malam ini," balasku. Mata coklat gelapnya meredup, dan dia mengangguk. Aku mencium pipinya, menghirup aroma musk dari aftershave-nya.
"Selalu sulit untuk mendapatkanmu, Sweety." Dia menawarkan ciuman lain di pelipisku dan melepaskanku.
Melihat punggungnya untuk yang terakhir kali, aku berjalan ke meja bar. Memesan cosmo untuk diriku sendiri.
"Belum menemukan seseorang untuk malam ini, Mare?" Max, bartender malam ini, menyeringai geli padaku. Dia mengenakan celana khaki cokelat, kemeja merah burgundy dengan lengan panjang yang tergulung hingga ke siku. Memamerkan lengan-lengan besar yang mengagumkan. Rambut pirang berpotongan cepak ala militernya masih terlihat basah.
"Masih kesepian, seperti yang kau lihat," balasku. Dia tertawa menyerahkan pesananku dan membungkuk untuk menciumku.
"Andai aku bebas malam ini, aku akan menawarkan diriku untuk merawatmu." Aku terkikik, menyesap cosmo yang manis.
"Max, kau selalu sempurna."
"Aku tahu itu, Kitten. Jadi jika kamu masih mencari kenapa tidak turun ke bawah, aku yakin akan ada lebih banyak kesenangan di sana." Aku mengangkat bahuku. Aku hanya sedang tidak ingin ke bawah, akan ada lebih banyak adegan di sana dan aku masih belum menemukan seseorang yang cocok. Itu hanya akan membawa lebih banyak neraka dari pada kesenangan.
Tatapan mata Max melintasi bahuku, melihat seseorang yang ada di balik punggungku. "Conner, kau datang malam ini?" Max berteriak dan melambai. Kemudian dua lengan besar melingkari perutku, bibir yang panas menyapu tengkukku dan napas hangatnya menerpaku. Aku gemetar ingin menemukan pelepasanku. Aku butuh melepaskan ketegangan yang sudah mencengkeram tubuhku begitu lama.
"Conner hentikan itu!" desisku. Dia tertawa, melepaskanku dan duduk di bangku yang masih tersisa. Aku dapat melihatnya sekarang. Rambut merahnya ditata seperti biasa, yang artinya berantakan. Kaus hitam ketat seperti biasa, dan celana kargo hitam seperti biasa. Penampilan standarnya, mata cokelat cerianya menetapku dengan senyum hangat. Tapi bukan dia yang menyita perhatianku, itu pria yang bersamanya. Pria itu berhasil menarik semua minat yang menggempurku. "Kau membawa seseorang?"
Connor menoleh ke temannya dan tertawa. "Yah, salah satu rekanku. Dia ingin tahu lebih banyak tentang gaya hidup kita, semacam itu?"
"Sungguh?" tanyaku. Aku menatap pria itu. Dia tidak banyak bicara, wajahnya lebih terlihat terkejut dari pada tertarik. "Dia tertarik atau kamu menipunya?"
Connor tertawa, menggelengkan kepalanya sementara Max sedang menyiapkan minumannya. "Kamu selalu tahu. Kamu tidak cocok untuk jadi sub, Mare. Sial! Tapi sesi denganmu selalu menyenangkan."
Pria itu mengamatiku sekarang, lebih tertarik kemudian seperti mendapat ilham di kepalanya dia mengerutkan dahi dan matanya melebar. Dia mengulurkan tangan padaku, tersenyum dengan senyuman paling lembut yang pernah aku dapat. Aku menyambut uluran tangan itu, kagum dengan cara dia menggenggamku dengan kuat dan hangat. Aku merasa dia melihatku skarat, aku merasa dia satu-satunya sekoci penyelamatku dari kapal yang sedang tenggelam. Kemudian suaranya membenturku, membuatku gemetar di seluruh tubuhku, membuat darahku memanas. Aku menemukan mata biru seperti badai yang mengamuk, aku terpesona oleh semua yang dia miliki.
"Clark Crimson, senang bisa bertemu denganmu."
Kabut di kepalaku menebal, seolah hanya ada dia dan aku. Napasku berubah menjadi berat, membayangkan saat dia menguasai tubuhku, saat tangan-tangannya yang kasar menyentuh kulitku. Mengembara lebih jauh, lidah dan bibirnya di seluruh kulitku. Aku berkedip berusaha untuk kembali ke saat ini. Dan itu menjadi buruk karena Clark mengambil langkah lebih dekat denganku, secara praktis dia berada di antara kedua kakiku. Aku merasakan diriku basah, jantungku berpacu, napas lebih dalam. Jarinya menyentuh bibir bawahku, dan seperti itu. Aku dihidupkan. Aroma asap dan tembaga menyergapku, dia menjalankan jarinya untuk turun membelai leherku. Matanya terus terfokus padaku, seolah dia ingin mengkonsumsiku, ingin lebih banyak menyentuh, lebih banyak melihat, lebih banyak merasakan.
Ohh, dan aku akan membiarkannya. Aku akan memberikan diriku padanya.
"Ms. Holloway, tidak pernah menyangka aku akan melihatmu di tempat seperti ini," ucapnya. Kali ini itu membawa guncangan lebih banyak padaku. Suaranya dalam, begitu berat dan beresonansi, menghipnotis kesadaran yang masih aku miliki. Tidak pernah. Tidak pernah ada pria yang dapat mengkonsumsiku sebanyak ini. Menyita perhatian dan fokusku hanya padanya. Itu seperti aku dilepaskan, kontrol dicabut dariku, semuanya seperti aku hanya ingin melakukan apa yang dia katakan, menyenangkan dirinya. Tuhan, aku membutuhkan pria ini. Dia akan membuatku hidup, membuatku merasakan.
"Mr. Crimson, akan menyenangkan jika aku bisa memiliki satu sesi denganmu," ucapku. Dua suara terkejut dari Conner dan Max membuatku meringis. Kemudian Conner menyambar pembicaraan kami.
"Kau tidak bisa menolaknya, Clark. Tidak pernah ada yang menolak Mare," ucap Conner. Max hanya melihatku dengan keterkejutan nyata di matanya. Tidak memberikan pendapatnya.
"Aku berharap kamu bisa menjadi Dom-ku untuk malam ini," ucapku. Aku berdiri membuat kami lebih dekat, dia tidak mundur dan secara refleks lengannya beralih untuk melingkari pinggangku. Slutty dress warna emas yang memeluk lekuk tubuhku terasa lebih ketat, dan aku sedikit goyah di dalam heel-ku karena sentuhannya. Pria ini membawa begitu banyak reaksi pada tubuhku.
"Aku masih sangat baru dalam hal ini dan aku jelas tidak ingin menyakitimu, Ms. Holloway." Setiap kata darinya adalah kesopanan. Aku merasa buruk untuk menggodanya tapi aku sungguh menginginkannya. Ingin tahu bagaimana rasanya sepenuhnya di bawah kendalinya.
"Kumohon, hanya Mare. Dan Anda tidak akan menyakitiku Mr. Crimson. Kita akan belajar, kita berdua." Aku dapat merasakan dia juga menginginkanku. Saat aku menekan tubuhku lebih dekat padanya, aku dapat merasakan miliknya yang bereaksi atas tubuhku, menjadi lebih keras melawan celana jeans biru pudar dengan robekkan di kedua lututnya. Kaus biru navy-nya yang berkerah memeluk otot-ototnya yang sempurna. Aku bertanya-tanya di kepalaku yang kacau saat ini. Apakah otot itu dari pekerjaannya atau dari latihan rutin di gym? "Aku mohon, Sir."
"Oh, sial! Aku suka saat dia mengucapkan kata itu," ucap Conner. Dia memukul lengan Clark. "Tidak. Kau tidak akan menolaknya."
Clark sama sekali tidak peduli dengan Conner. Dia hanya fokus padaku dan itu semua terlalu banyak. Semua perhatiannya untukku adalah afrodisiak murni. Menghidupkan, membangkitkan, itu semua menelanku hingga aku tidak tahu apakah aku masih Mercy Holloway?
"Mungkin kita bisa bicara lebih banyak terlebih dahulu," ucapnya. Suara tenang dan membujuk, aku tidak memiliki kekuatan untuk menolaknya. Itu seperti dia secara alami adalah seorang dominant, semua kata yang keluar dari bibirnya dimaksudkan untuk dipatuhi. Dan aku secara alami ingin mematuhinya.
"Tentu, Sir." Aku mendapati diriku menjawab, dan dia membawaku ke sofa yang ada di sudut lain ruangan. Lengannya ketat di pinggangku, mengklem diriku sebagai miliknya dan aku sama sekali tidak keberatan dengan itu. Ada dua gadis di sana, mereka menatapku, kemudian ketika mereka mengenaliku mereka menyingkir dari sofa. Biasanya itu akan membuatku merasa sakit hati, orang-orang menjauh dariku hanya karena mereka mengira aku gadis sombong yang beruntung dengan warisan kekayaanku. Mereka tidak pernah tahu bagaimana rasanya aku kesepian dan merasa sakit karena terus dan terus harus membuat kontrol di dalam hidupku. Itu melelahkan untuk terus menjadi sempurna, terus menjadi apa yang semua orang ingin aku menjadi. Tapi untuk malam ini aku senang mereka menyingkir, karena aku tidak ingin membagi Clark.
Clark duduk di sofa, kaki disilangkan, dia tampak seperti ukiran patung Adonis yang sempurna. Wajahnya dipahat dengan detail yang akan membuat setiap wanita yang telah melihatnya akan ingin melihatnya lagi. Rahang yang tegas dengan tulang pipi yang tinggi, hidungnya sedikit bengkok tapi itu hanya menambah sisi liar dalam dirinya. Bibirnya tebal dan penuh tapi yang menjadi pusat dari semua itu adalah matanya. Itu biru yang sangat biru, liar, mengamuk seperti badai. Dan mata itu melihatku dengan lapar, melemaskan setiap ototku, membuat kulitku merinding, dan pangkal pahaku basah oleh gairahku.
"Duduk Mare!" ucapnya. Apa dia tahu suaranya seperti amunisi gairah untukku? Aku memanggil senyum termanisku, dan aku menjatuhkan diriku untuk berlutut di kakinya, di karpet kulit domba yang lembut, aku mencintai karpet itu. Mereka nyaman dan lembut, membuatku merasa relaks. Aku menyadarkan kepalaku di kakinya. "Apa yang kamu lakukan, Mare?" Dia tersentak dan berusaha meraihku untuk berdiri, membuatku duduk di sofa di sampingnya, lengannya sekarang memeluk bahuku yang telanjang. Kulit bertemu kulit dan aku dapat merasakan panasnya. "Kenapa kamu duduk di bawah? Itu tidak manusiawi." Dia terlihat marah, dan tidak senang. Aku merasa buruk sekarang, tapi jika dia Dom-ku, itu tempatku, di kakinya. Aku ingin dia menguasaiku, ingin dia mengambil kontrol dariku dan dengan itu aku ingin menyenangkannya.
"Itu tempatku," ucapku. Dia meringis seperti kesakitan dan dia menangkup wajahku. Matanya menatapku begitu dekat, aku dapat kembali mencium aroma asap darinya. Kemudian dia menjatuhkan dahinya ke dahiku, dia hanya bernapas untuk beberapa saat yang hening hingga dia mengangkat kepalanya dan bicara.
"Itu bukan Mare. Kamu. Tidak. Duduk. Di sana. Mengerti?" Aku mengangguk. Dia mendesah. "Kamu tidak seharusnya merendahkan dirimu seperti itu."
"Tapi aku submissive-mu, bukankah begitu Master?" Aku pikir dia setuju, dia ingin lebih banyak bicara, jadi tentunya dia setuju dengan tawaranku, bukan?
"Astaga! Jangan panggil aku itu, panggil aku Clark. Dan jangan berpikir aku akan memperlakukanmu seperti hewan peliharaanku. Demi Tuhan! Tempat ini kacau, aku bahkan tidak mengerti kenapa aku setuju untuk datang bersama Conner. Aku sudah hampir pergi ke pintu keluar saat melihat seorang gadis yang merangkak dengan kekang di lehernya, pria menarik rantainya. Kemudian cambuk dan salib? Aku benar-benar akan pergi dari sini jika tidak menemukan dirimu," ucapnya. Aku tidak tahu harus mengatakan apa, dia baru dalam hal ini dan aku bahkan ragu dia mengerti apa yang aku inginkan. Tapi aku bahkan tidak peduli, karena aku hanya menginginkan dia. Aku ingin dia tetap bersamaku. Ilham itu mengejutkanku.
"Jadi kamu tinggal karena aku?" Dia tersenyum, melepaskan tangannya dari wajahku.
"Tidak mungkin aku melepaskan kesempatan untuk bicara denganmu. Tuhan tahu betapa aku berharap bisa bertemu langsung denganmu selama ini," ucapnya. Tatapannya padaku begitu tinggi hampir seperti dia memujaku secara harfiah.
"Jadi kamu mengenalku? Kamu sudah merencanakan sebuah pertemuan denganku?"
Itu akan menjadi menarik untuk aku mencari tahu. Apa yang mungkin menjadi alasan dia ingin bertemu denganku? Ada banyak orang yang berharap dapat menarik perhatianku. Beberapa pria panas mencoba memikatku untuk beberapa dolar, beberapa yang lain ingin ketenaran. Secara teknis aku dapat memberikan kedua hal itu, aku praktis adalah pewaris tunggal dari kerajaan besar bisnis Holloway.
"Aku yakin hanya segelintir orang yang tidak mengenal Mercy Holloway. Dan ya aku mengharapkan suatu hari aku dapat bertemu denganmu tapi aku tidak pernah merencanakannya. Kemudian hari ini aku benar-benar bertemu denganmu, di tempat semacam ini. Ini seperti kejutan besar, aku ingat semua artikel tentangmu dan well, sekarang itu masuk akal."
Aku tertawa dan kembali pada diriku yang penuh dengan kontrol. "Ini tidak seperti yang kamu harapkan bukan?"
Dia menggeleng, tidak pernah mengalihkan tatapan dariku. "Tentu saja, bahkan dalam imajinasi terliarku, aku tidak akan pernah membayangkan menemukan seorang Mercy Holloway di klub pebudakkan dengan gaun slutty warna emas yang berkilau. Menawari diriku untuk menjadi Master-nya."
"Apakah itu mengecewakanmu?" Aku mendapati diriku bertanya. Itu aneh, karena aku merasa peduli dengan apa yang dia pikirkan tentangku.
"Sedikit. Tapi kemudian kupikir aku tidak adil padamu. Aku tidak bisa mengharapkan dirimu sempurna, tidak ada manusia yang sempurna dan malam ini, saat aku melihatmu di sini, aku sadar kamu juga tidak sempurna. Semua kesempurnaan yang aku lihat darimu selama ini, itu adalah armor-mu. Kamu terus berkelahi, kamu sekarat, dan sekarang aku melihat betapa itu sudah menjadi sangat buruk untukmu."
Rasa prihatin yang nyata di suaranya membuatku tertusuk. Apa yang telah dilihat pria ini? Apa dia berhasil melihat jiwaku yang kosong? Melihat apa yang tidak bisa dilihat orang lain dariku? Pemikiran itu menggangguku tapi juga menumbuhkan harapan kecil untuk diriku, harapan untuk memiliki hidup yang nyata, menjadi diriku sendiri, tidak lagi berpura-pura untuk sempurna.
"Jadi sekarang akhirnya setelah kita bertemu apa yang ingin kamu bicarakan? Apa yang kamu inginkan dariku?" Dia melenturkan punggungnya, membuat otot-ototnya beriak, dan aku meminum pemandangan itu dengan rakus. Itu adalah tubuh Dewa yang tidak mungkin dapat aku abaikan bahkan dengan seluruh jumlah kontrol yang aku miliki.
Dia meletakkan tangannya di pahaku, mengelus dengan lembut, naik mendekati intiku dan berhenti. Tidak datang lebih jauh, dia menahan diri. Berusaha untuk membuat kontrolnya sendiri. Geraman dari dadanya membuatku sadar, aku bukan satu-satunya orang yang terpengaruh di sini. "Astaga. Aku harus menjauhkan tanganku darimu." Dia menarik tangannya lagi, menyilangkannya di dada, seolah dia berharap tangan itu akan terbelenggu.
"Aku ingin kamu menyentuhku," ucapku. Dia tersenyum dengan masam.
"Aku tahu."
"Jadi kenapa tidak? Kamu juga menginginkan itu."
Dia tertawa ringan dan menggeleng. "Aku menginginkannya. Benar. Tapi bukan berarti aku harus mendapatkannya."
Apa yang salah dengannya?
"Jadi?"
"Mare, aku memujamu seperti Dewi!" Aku mengangkat alisku. "Tidakkah kau mengerti?"
"Tidak. Aku bahkan bertanya-tanya kenapa kita duduk di sini dan bukannya menemukan sebuah kamar." Geraman lain darinya.
"Aku mengagumi dirimu. Melakukan hal-hal kotor padamu itu akan membuatku jijik pada diriku sendiri. Bahkan saat ini aku merasa sangat buruk karena membayangkan kamu terlentang di bawahku, telanjang, dan memohon untuk milikku berada di dalam dirimu. Dan tempat ini terkutuk! Karena mereka membawa lebih banyak fantasi liar ke kepalaku. Katakan aku gila karena aku sangat ingin memasang kekang di lehermu dan menarikmu untuk merangkak di kakiku, menghisap milikku dengan mulut kecilmu. Hanya beberapa saat yang lalu aku berpikir itu tidak manusiawi tapi aku bahkan tetap membayangkan diriku melakukan itu padamu! Aku tidak bisa."
Sebuah penyangkalan tapi aku tahu aku masih memiliki jalan karena dia tertarik. Dia menginginkan semua ini tapi dia merasa ini sakit dan bengkok. Beri dia sedikit, biarkan dia merasakan, dan lihat bagaimana dia akan mengambilnya.
"Aku mengerti perasaanmu. Aku merasakan hal yang sama saat melakukan ini untuk yang pertama kali, tapi tidak pernah ada paksaan. Semua orang di sini melakukannya karena pilihan mereka. Mungkin ini sedikit sakit tapi tidak pernah ada yang melanggar. Aku dan empat temanku membuka klub ini karena kami memiliki alasan. Kami tahu kami memiliki minat yang sedikit bengkok dan kami ingin itu menjadi aman. Kami mendirikan klub, membuat peraturan, dan berharap bisa menemukan orang-orang yang memiliki minat serupa. Awalnya ini hanya klub kecil tapi kemudian lebih banyak yang bergabung. Tidak ada yang salah denganmu."
Dia menatapku dengan mata biru yang berubah menjadi gelap dan lebih gelap. Hasrat yang berusaha dia sembunyikan dariku. "Aku mengagumi dirimu, terobsesi olehmu sejak dua tahun yang lalu." Pengakuannya kembali membuatku terkejut. "Pertama kali aku melihatmu, itu adalah di pemakaman ayahmu. Aku tidak yakin kamu ingat diriku, aku bahkan ragu kamu melihatku."
"Sungguh? Apa yang kamu lihat?"
Tanpa sadar dia kembali meletakkan telapak tangannya di pahaku. Mengusap paha bagian dalamku, naik hingga buku jarinya menyikat pusat gairahku yang sekarang terbakar. Matanya sedikit tidak terfokus, melihat ke tengah ruangan, mengamati kekacauan dari orang-orang yang melakukan tarian. Meliuk dengan pakaian kulit ketat, atau pakaian dalam yang hampir telanjang mengikuti musik yang bersemangat. Lengan-lengan yang bergoyang, melilit, tungkai yang menghentak dan berbaur menciptakan lebih banyak panas.
"Gadis yang keras dan dingin. Kamu tidak memiliki air mata sedikit pun di sana."
Aku sudah berhenti menangis saat itu. Aku harus terlihat kuat, sempurna di depan mereka. Terlihat seperti pemimpin yang akhirnya mengambil alih.
"Kemudian saat semua orang pergi kamu masih di sana. Aku punya dorongan aneh untuk melihatmu lebih lama jadi aku tinggal. Kamu tidak memperhatikanku, hampir seperti kamu hanya sendirian, selalu sendirian. Kamu mengatakan sesuatu seperti 'Kontrol dan bereskan' kemudian diikuti kata-kata betapa kamu mencintai dirinya tidak peduli apa pun. Matamu basah tapi itu tidak pernah tumpah, kemudian kamu pergi."
Aku ingat melihat pria waktu itu tapi tidak memperhatikannya. "Hanya itu?"
"Tidak. Aku merasa tertarik lebih banyak jadi aku mengikuti mobilmu."
Mataku melebar sekarang. "Kamu mengikutiku?"
"Yah. Dan itu membungkamku. Kamu pergi ke sebuah pusat rehabilitasi untuk anak-anak penderita kanker. Kamu berintreaksi dengan mereka seolah mereka adalah dunia. Dari dingin menjadi begitu hangat. Aku tidak tahu kenapa tapi sejak itu aku terobsesi denganmu. Aku mencari tiap detail dirimu dan itu sempurna."
Karena aku harus membuatnya sempurna.
"Jadi setelah kamu melihatku sekarang, apa aku menjadi cacat?" Dia mengerutkan umpatan dan menatapku.
"Tidak! Yang ada aku hanya tertarik lebih banyak. Sial! Aku mungkin benar-benar akan membuatmu keluar dari gaun kecilmu!" Geraman posesif yang dia berikan memberikan hantaman kuat ke intiku. Mereka berdenyut, panas, dan aku dapat merasakan kelembapanku. Aku bahkan curiga dia dapat mencium gairahku.
"Kita bisa memiliki sesi untuk malam ini. Aku yakin ada kamar kosong yang tersisa di sini dan bahkan jika tidak, aku yakin kita dapat menemukan kamar di tempat lain. Kamu bisa menggali lebih dalam minatmu dan aku akan dengan senang berpartisipasi dalam prosesnya. Itu ada di tanganmu untuk memutuskan." Gejolak di wajahnya yang keras. Dia terlihat marah tapi tidak bisa menahan tawaran yang ada di depannya. Dia memindai tubuhku dengan serakah. Memberikan perhatian lebih di tempat-tempat khusus. Bibir, leher, payudara, terus turun untuk melihat inti diriku dan berakhir di kaki-kaki panjangku yang sekarang terbungkus stoking hitam, dengan garter yang terhubung ke bustier hitam yang memeluk tubuhku di balik slutty dress berkilauku.
"Kamu memasang perangkap yang tidak terelakkan," ucapnya. Dia bernapas dengan keras dan aku menunggu dengan antisipasi untuk mendengar keputusannya. "Aku terjerat tapi bahkan hewan yang terjerat masih bisa berbahaya."
Aku menggigil dengan perumpamaannya. Aku tidak tahu pria ini, dia mungkin pembunuh berantai dan aku bisa berakhir mati di tangannya jika dia membawaku tapi bahkan itu tidak cukup untuk membuatku mundur. "Keputusanmu?"
"Kamu milikku, malam ini!" Dia mendengus seperti kesakitan dan berdiri, menarikku bersamanya. Detik itu seperti sebuah tombol telah ditekan padanya. Semua sikapnya yang rendah hati bergeser ke mendominasi. Tatapannya gelap, lapar, memakanku. Aku ingin berteriak dan melompat dengan suka cita. "Ayo kita lakukan." Tanpa menunggu jawaban dariku dia mengayunkanku untuk berada di lengannya, menekanku ke dadanya yang keras dan membawaku ke sisi klub di mana kamar-kamar tersedia. Itu membuatku menyadari dia sudah cukup menjelajah dan melihat, dan membuatku bertanya-tanya seberapa banyak yang dia ambil untuk coba berikan padaku. "Sekarang aku akan merawatmu, Pet."
***TBC***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top