6 - Malu
Hari ini aku menemani Andini gladi resik. Nilai ujian sudah keluar dan membutuhkan waktu seminggu untuk menuju minggu remidi. Dalam kurun waktu seminggu kosong sampai minggu remidi datang, siswa-siswi boleh tidak masuk sekolah karena tidak ada pelajaran. Tinggal menunggu panggilan apakah kamu berhak lolos tanpa remidi atau remidi dulu.
Minggu kosong dimanfaatkan anak-anak ekstra untuk berlatih mempersiapkan KAS, jaga-jaga jika kekurangan orang saat minggu remidi. Termasuk klub teater. Andini menawarkan diri untuk membantu mengambilkan beberapa barang karena tugasnya menggarap naskah selesai.
"Temenin," pinta Andini.
Jadi kami berjalan dari aula ke gedung ekskul teater, ruangan mereka berukuran tiga kali empat meter, tapi Andini segera berbelok ke ruangan yang lebih kecil, kira-kira dua kali tiga meter.
"Hm? Ruangan apa ini?" tanyaku.
"Gudangnya teater lah, ada beberapa barang yang kudu diambip di sini. Bantuin bongkar-bongkar rak ya, cari semua selendang yang ada. Aku mau ubek-ubek bagian properti."
Akupun menurut.
Di sinilah, keseruan dimulai. Jangan berpikir macam-macam! Karena keseruan yang dimaksud adalah ... aku malu setengah mati.
Jadi, ketika aku asik membongkar beberapa bungkus plastik, tiba-tiba ada hewan berkaki delapan merangkak ke arah tanganku. Jadi aku berteriak--dengan suara tenor, ATAU MUNGKIN alto--sambil mengibaskan tangan. Andini yang latah ikut berteriak sambil memukulkan papan triplej yang ia bawa.
Laba-laba itu penyet, aku tenang, Andini melongo.
"Oh, jadi kamu takut laba-laba?" tanya Andini.
Lalu kami tertawa, menertawakan apa yang baru saja terjadi dan kami bergegas mengambil selendang dan beberapa properti ke aula.
Sampai aku menulis ini pun mukaku masih memanas.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top