🌌Challenge Day 9🌌
Challenge Day 9 - Accepted
Orifiction Oneshot Bahasa Indonesia
You're The Savior
Story (c) Ki_Liya07
Genre : Fantasy
Sinopsis : Perang mulai terjadi, semuanya terpecah belah menjadi berantakkan tak teratur. Hanya seseorang dalam ramalan yang bisa menghentikannya. Namun saat dibutuhkan, dia lewat Lampung //ga
.
.
.
Happy Reading!
"Kapan ini akan berakhir?"
Gumaman itu seolah hanyalah sebuah angin lalu, tak ada yang menjawab, tak ada yang peduli, tak ada yang tahu apa jawabannya.
Seorang gadis bersurai merah jambu itu tampak menunduk, memandangi kedua kakinya yang menyentuh permukaan air danau.
Pikirannya kacau, oleh karena itu ia pergi ke sini untuk menenangkan diri. Tempat inilah satu-satunya yang menjadi naungannya yang paling aman.
"Fairies... perang ini tak akan berakhir."
***
Di dunia fantasi dengan kisah tanpa akhir ini, ada dua ras yang menempati. Yaitu ras fairies dan manusia.
Awalnya, kedua belah kubu hidup berdampingan dengan damai. Namun, entah mengapa suatu ketika ras fairies tiba-tiba bertengkar, menimbulkan sebuah pertengkaran dengan pertempuran tanpa akhir.
Hal ini berimbas pada ras manusia, membuat populasi mereka kini kian semakin menurun akibat suasana yang tak terkendali. Beberapa dari mereka ada yang mati karena diperbudak, kabur, ataupun memang mati bunuh diri.
Aku sendiri sebenarnya tak tahu apa yang terjadi, aku menutup diri cukup lama untuk bertahan hidup. Sampai akhirnya seorang peri kecil menyampaikan padaku sebuah pesan.
"Aku adalah kau, kau adalah aku. Darahmu adalah darahku, begitu pula sebaliknya. Akhiri ini dengan sentuhan paling hangat yang menenangkan hati dan meluapkan perasaan dalam jiwa."
Aku tak mengerti apa yang ia ucapkan, ini sungguh aneh dan konyol. Apa yang dia maksud?
***
"Fiel, dengarkan aku. Kau harus pergi menemui kedua pemimpin ras fairies."
Ah, permintaan itu lagi.
Aku mendengus kasar, lantas mengambil busur dan panah. Mempersiapkan diri untuk memburu binatang yang akan menjadi makan malam hari ini.
"Kak, hal itu konyol. Kita ras manusia berada di bawah mereka, kenapa aku harus ikut campur?"
Fia, gadis bersurai cokelat terang itu nampak menghela napas pelan. Ia adalah kakakku, dan ia bilang ia pernah bermimpi bahwa aku harus menemui kedua pemimpin ras fairies dan menyampaikan pesan yang sebelumnya telah aku terima dari peri kecil.
Aku bersiap membuka pintu, dan lantas Fia menahan tanganku. Gadis itu menatap sendu ke arahku.
"Aku tahu kau dendam pada mereka karena mereka mengambil nyawa ibu kita. Namun apa salahnya bila kita mengakhiri ini? Hanya kau yang bisa menyelesaikan---"
"Diam!"
Blam!
***
Sreek
Suara daun yang beradu dengan kayu yang bergerak samar-samar terdengar. Aku menyusuri hutan dengan sebuah busur lengkap dengan anak panah yang telah siap di tanganku.
Kepala menoleh waspada pada sekitar, aku menajamkan indera pendengaran dan penglihatan. Waspada kalau-kalau ada binatang atau---
"Hmn~🎵"
Fairies...
Keningku berkerut mendengar senandung pelan yang tak jelas darimana asal suaranya itu. Aku merasa bambang---eh---bimbang, apakah aku harus mengikuti asal suara itu?
Aku menggelengkan kepala, memejamkan mata dan berpikir selama beberapa saat.
Apa harus?
Tak ada salahnya...
Dengan segenap rasa yang ada, kaki pun perlahan melangkah. Mengikuti asal suara yang semakin lama semakin jelas dan merdu. Membawaku pada aliran air sungai yang rupanya ada di dekat sini.
Sampai akhirnya, aku melihat sesosok anak kecil---bukan. Bocah peri, sedang duduk pada sebuah dahan yang condong pada sungai. Anak itu memainkan sebuah seruling yang suaranya merdu.
Krak!
'Sial!' Aku merutuk dalam hati, menyalahkan ulah kakiku yang tak sengaja menginjak ranting kayu yang berada di tanah.
Sontak permainan seruling peri itu berhenti, akhirnya ia menoleh menatapku.
Sorot matanya nampak melihatku dari atas sampai bawah, sebelum akhirnya raut kagetlah yang ia tunjukkan setelahnya.
"Kau... ramalan itu...?"
Apa?
"Hah?"
Sayap kecilnya bergerak, perlahan ia mendekat padaku. Membuatku refleks mundur satu langkah dengan waspada. Busur siap saja menembakkan anak panah padanya.
Tubuh mungil itu mendekat, tangannya terulur, membuatku bingung.
"Bantu kami. Kumohon, fairies membutuhkanmu."
Rasa pusing seketika menjalar pada kepala, membuat rasa nyeri bagai ditusuk ribuan jarum.
Suara ini familier... tapi siapa?
"Aku tahu ramalannya, itu kau, 'kan? Amor Fiel?"
Dia tahu?!
"Aku tak peduli ramalan itu." Lantas jawaban dingin yang aku lontarkan, seakan tak peduli pada keadaan.
Peri itu terdiam selama beberapa saat, wajahnya melunak selama beberapa saat dan menatapku kecewa.
Apa-apaan itu?
"Kau benci kami?"
Giliran aku yang diam, namun detik setelahnya bibir pun bergerak mengucapkan jawaban.
"Ya,"
Gadis itu nampak memasang wajah menyesal, ia menatapku dengan rasa sendu yang samar.
"Ikut aku, akan kuceritakan kenapa perang ini terjadi."
Tangannya kembali terulur, membuatku heran melihatnya. Namun karena penasaran, akhirnya untuk kali ini aku mengikutinya.
"I am you, you're me."
***
Lorong besar nan megah berhias permata dan berlian terasa menyilaukan mata. Sementara peri yang tak aku kenali ini berjalan dengan santai, menuntunku entah kemana.
"Aku Quella,"
Ah, terjawab sudah
"Bisa jelaskan apa yang memang seharusnya kau jelaskan, Que?"
Quella masih tetap berjalan, kaki mungilnya terasa melangkah dengan begitu ringan di atas lantai permata ini.
"Fairies memiliki dua kubu yang dipimpin oleh orang yang berbeda. Itu adalah Aerish dan Roush. Aerish terkenal akan berlian, permata, intan, dan keindahan lainnya yang melekat pada tubuh mereka. Sedangkan Roush terkenal akan keindahan sulur, tanaman, dan hal hijau lainnya yang mereka jaga." Quella mengawali kisahnya.
"Aku tahu itu," sahutku malas.
Quella tak menyahut, ia bersiap menjelaskan cerita selanjutnya. "17 tahun lalu, Roush dituduh mencuri permata berharga milik ras Aerish. Roush menyangkalnya, bahkan mereka bingung sendiri. Sesudah itu, beberapa waktu kemudian, Puteri Kerajaan Aerish tak sadarkan diri setelah meminum semacam herbal. Aerish lantas menuduh Roush dan membuat kedua pihak terpecah."
Aku tertegun mendengarnya, ini terdengar sederhana namun cukup rumit untuk dapat dijelaskan. Mengerti pun aku hanya sedikit.
"Puteri Aerish masih tak sadarkan diri hingga sekarang?"
"Ya. Dan untuk mengakhiri semua ini, Aerish meminta Roush untuk mengembalikan kesadaran penerus tahta mereka, dan juga permata mereka yang hilang. Kita harus bangunkan dan menemukan permata itu."
Rasa bersalah seketika terselip dalam hati, ini bukan salah kedua pihak itu. Aku sepertinya ikut andil dalam ini.
Mengingat bahwa aku juga masih mengikuti Quella, lantas sebuah pertanyaan kembali terpikir olehku.
"Kita mau kemana?"
***
"Kamar Puteri dari Aerish..."
Aku mengerjapkan mata, beberapa kali berpikir tak jelas. Aku sama sekali tak mengerti dengan apa tujuan Quella membawaku ke sini.
"Tunggu, kau dari Roush, 'kan? Bagaimana bisa kau membawaku ke tempat Aerish ini?"
Quella menghembuskan napas sejenak, manik mata hijau emerald itu menatapku serius.
"Aku adalah mereka."
"Mereka?"
"Orangtuaku berasal dari Aerish dan Roush. Dan aku telah menjadi bagian dari kerajaan Aerish."
Aku menganga mendengarnya.
Quella tak mempedulikan hal itu, ia segera menarik tanganku, menuntunku mendekati ranjang berukuran king size dimana sang Puteri berada.
"Katakan, apa yang peri kecil beritahu padamu? Tentang ramalan itu?"
Hening selama beberapa saat, aku berpikir keras, mencoba mengingat kalimat yang dulu pernah peri kecil katakan padaku.
Ingatlah...
"Aku adalah kau, kau adalah aku. Darahmu adalah darahku, begitu pula sebaliknya. Akhiri ini dengan sentuhan paling hangat yang menenangkan hati dan meluapkan perasaan dalam jiwa." Akhirnya, aku bisa mengingat kalimat teka-teki aneh itu. Namun, aku malah dihadiahi tatapan terkejut dari Quella.
"Ya, aku tahu teka-teki ini susah---"
"Cium Puteri Aerish sekarang."
"Ha?!"
Apa yang dia katakan? Oh, katakanlah bahwa itu hanya bercanda.
"Darah, asal kau tahu, Puteri Aerish masa ini memiliki darah manusia. Sentuhan paling hangat, meskipun hanya satu titik, tapi itu bisa membuat seluruh jiwamu nyaman." Quella menjawab seluruh tanya yang tak aku utarakan padanya.
Aku mengerti, tapi tetap saja ini terdengar gila!
"Setelah puteri bangun, kita cari permata---"
"Aku yang mencurinya,"
Giliran Quella yang terdiam mendengar ucapanku. Gadis kecil itu nampak mengernyit heran.
"Puteri yang memberikannya padaku," aku merogoh saku celana yang aku pakai, Quella menatapku waspada.
"Dan aku merubah permata itu menjadi kalung untuk Puteri..." lanjutku agar Quella tak salah paham
"Menarik, setelah Puteri bangun, berikan itu dan minta maaf padanya."
***
Owari~
"Akhirnya semua ini selesai, ya..."
Kaki jenjang nan mulus itu bergantian bergerak menyentuh permukaan air, suara merdu yang terdengar pelan itu begitu menyejukkan. Kepala menoleh pada asal suara, dan si pemilik suara tersenyum simpul.
"Kau sudah mencuri first kissku."
"Itu yang harus kulakukan agar kau bangun,"
"Ciuman pertama itu berharga bagi perempuan. Mereka hanya akan memberikan dirinya pada orang yang dicintai."
"Oke, aku minta maaf telah menciummu tanpa izin. Apa yang bisa aku perbuat selain itu?"
Sang gadis tersenyum manis, kakinya menjauhi air dan perlahan mendekat padaku. Kedua tangannya terulur dan lantas memelukku, membuatku bingung selama beberapa saat.
"Kau harus menikah denganku."
END
Prompt : "Pertempuran antar ras peri tengah berlangsung. Dan hanya seorang pria, yang berasal dari dunia manusialah yang mampu menghentikan perang itu. Fapi, apakah akan berakhir? Atau justru makin parah?"
Mau muter-muter genre apapun, kalau sama Liya pasti ujung-ujungnya romens *cakar dinding*
Challenge Day 9 - Done
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top