Bab 2


Negeri Teteholi Ana'a membentang luas di langit tingkat pertama, hanya berbatasan dengan 2 negeri kecil yang kekuatannya tidak ada separuh dari kekuatan tentara Teteholi Ana'a. Bauwadano, putra sulung Raja Sirao ditugaskan untuk menjaga perbatasan. Dari kesembilan putra Sirao, Bawuadano yang paling tinggi dan besar. Bawuadano juga yang paling kuat.

Aku adalah putra tertua dan yang paling kuat. Suatu saat nanti, akulah yang akan memimpin negeri ini. 

Kata-kata itu yang selalu diucapkan Bawuadano setiap kali bertemu dengan banyak orang.

Sayang sekali, meski besar dan kuat, hati Bawuadano dikuasai oleh iri dan dengki terhadap saudaranya yang lain.

Ketika melihat ayahnya bercengkrama dengan adik-adiknya. Bawuadano mencebik. Ayah selalu lebih memperhatikan adik-adiknya yang lebih lemah. Selalu saja Daeli atau Luo mewona yang ditanyakan ketika bertemu dengannya.

Sudahkah kau menunjukkan kepada Luo Mewona bagaimana caranya mengatur strategi untuk menjaga perbatasan?

 Apakah Daeli benar-benar sudah paham tentang perlengkapan perang?

Selalu pertanyaan tentang adik-adiknya. Ayah tidak pernah menanyakan keadaannya atau memuji keberhasilannya. Ketika ia berhasil menghalau perompak yang mencoba melintas perbatasan, ketika dia nyaris terluka karena ada mata-mata yang nekat menikamnya atau ketika dia berhasil menyelamatkan sebuah desa yang dibakar oleh tentara yang sakit hati. Di mata ayah, putranya hanya Daeli dan Luo Mewona.

Bawuadano merasa tersisih, dia adalah putra tertua, sudah pasti dialah yang akan mewarisi tahta kerajaan. Dia adalah raja masa depan Teteholi Ana'a. Ayah seharusnya lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya, membicarakan tentang kekuatan pasukan atau berdiskusi tentang kesejahteraan rakyat.

Raja semakin tua, tapi tak pernah ada tanda-tanda untuk segera menunjuk pewaris tahta. Bawuadano gelisah, di sisi lain, rakyat rupanya lebih menyukai Luo mewona yang suka berbaur, sebaliknya selalu takut dan menjaga jarak jika Bawuadano turun ke desa-desa. Rasa kuatir mulai menyelimuti hati Bawuadano, ketakutan jika raja tidak menunjuknya menjadi pewaris tahta mulai menguasai dirinya, seperti racun yang pelan-pelan masuk ke aliran darah, rasa takut itu pelan-pelan berubah menjadi curiga lalu mengelinding seperti bola salju, lambat laun membesar dan menjelma menjadi kebencian kepada ayah dan adik-adiknya.

Bawuadano mulai merencanakan pemberontakan. Menghasut dan merekrut rakyat agar mau berpihak dengannya. Kerusuhan-kerusuhan kecil dia ciptakan agar rakyat menjadi resah. Bawudanao menyebarkan kabar bohong kalau raja semakin lemah dan sudah tidak sanggup lagi memimpin Teteholi Ana'a.

Bawuadano yakin, Raja akan segera memilihnya menjadi pewaris. Tidak mungkin kabar tentang kerusuhan tidak sampai di telinganya. Raja pasti akan mengambil tindakan. Kini yang harus Bawuadano lakukan hanya menunggu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top