Epilog
Author's Note
Buat kalian yang udah baca sampai part ini, terima kasih sekali. Saya senang banget kalian mau ngikutin cerita saya sampai tamat, bahkan buat kalian yang udah dari awal ngikutin cerita saya, terima kasih banyak 😭.
Senang akhirnya bisa sampai di tahap ini. Saya nulis cerita memang karena hobi, tapi nggak munafik semua akan terasa sempurna jika punya pembaca setia, terutama kalian yang enjoy sama cerita aku ❤️.
Semoga saya bisa terus menerbitkan karya-karya berkualitas lainnya dan pastinya cocok sama kalian. Sekali lagi, terima kasih.
Part Epilog. Enjoy.
*****
Hari ini adalah hari bersejarah bagi Nirina, yang mana ditetapkan sebagai hari penayangan film layar lebar perdananya. Dia bersama rekan artis lainnya berkumpul di teater bioskop, berbaris di depan layar untuk dokumentasi dan menyalami beberapa orang penting. Wanita itu tidak henti-hentinya menyunggingkan senyum lebar, hampir tidak percaya kalau akhirnya dia berhasil mewujudkan impiannya.
Herfian termasuk di antara orang-orang penting yang ikut menyalami para artis dengan senyum tipis di bibirnya.
"Perkenalkan, beliau adalah Pak Herfian Anggara, CEO-nya High Mall," kata salah seorang pembawa acara penayangan film, memperkenalkan Herfian kepada para artis yang berderet di depannya. Lantas ketika mereka sampai di hadapan Nirina, MC tersebut berkata, "Oh kalau sama Bu Nirina, nggak perlu saya kenalin lagi, kan? Suami sendiri sih."
Tawa membahana di antara mereka, termasuk Herfian dan Nirina. Fakta hubungan keduanya sempat membuat heboh semua orang apalagi Herfian diketahui selalu tertutup jika disinggung tentang kehidupan pribadinya. Berita ini lantas menjadi berita yang tidak habis-habisnya dibahas dan lantas dijadikan sebagai bahan ledekan. Tambahannya, karakter Nirina yang easy going dan super ramah menjadikannya sumber guyonan terbaik untuk mencairkan suasana.
Nirina tersenyum lebar, tetapi dia tetap menyalami suaminya. Lantas siapa sangka, Herfian mencondongkan tubuh dan memeluk istrinya, menambah kehebohan di sekitarnya.
"Selamat ya, Sayang," bisik Herfian ke telinga Nirina. "Aku bangga sama kamu."
"Makasih, Sayang." Nirina balas berbisik, tidak sadar matanya berkaca-kaca.
"Cieeeeee," ledek semua orang, membuat keduanya sadar diri dan melepaskan pelukan tersebut.
"Pak Herfian ternyata bisa romantis juga. Saya sampai mengira Bapak masih single saking seriusnya bekerja," celetuk MC, suaranya mengalahkan keributan berkat mic di sisinya.
"Saya juga masih nggak percaya kalau Nirina itu istrinya CEO mal," timpal Fira, aktris yang berbaris di sebelah Nirina. "Saya jadi punya pertanyaan. Boleh nanya nggak, Nir? Mumpung suami kamu ada di sini."
Nirina mengangguk, sementara semua yang awalnya berbaris dengan rapi mendadak membentuk lingkaran dengan menjadikan Nirina dan Herfian sebagai pusatnya.
"Aku udah lama tau impian kamu jadi aktris. Trus kenapa kamu nggak manfaatin relasi dari Pak Herfian?" tanya Fira. "Yaaa... walau kesannya nggak adil buat yang lain, tapi kamu berbakat banget, Nir. Kalo dari awal kamu manfaatin, mungkin impian kamu udah terwujud dari dulu."
Nirina tersenyum dan sedang membuka mulut untuk menjawab, tetapi Herfian telah membuka suara, membuat semua perhatian tertuju padanya. "Nirina mempunyai karakter mandiri. Meski dari luar kesannya suka merepotkan orang lain, dia selalu lebih memilih untuk mengandalkan kemampuannya sendiri."
Terdengar Fira menepuk tangannya dengan ekspresi takjub, yang efeknya segera menular ke yang lain.
"Wah, Pak Herfian kenal Bu Nirina luar dalam banget ya," puji MC dengan senyum lebar setelah tepuk tangan berakhir. "Kalo gitu kita segera selesaikan sesi perkenalan ini biar bisa kejar jam tayangnya. Nanti saya atur Ibu duduk di sebelah sama Pak Herfian di depan, ya? Biar bisa nonton romantis bersama."
"Wah, terima kasih sekali. Saya sangat menghargainya," ucap Herfian tulus, sementara senyuman Nirina ikut melebar.
"Cieeeee... cieeeeee...." Mendadak terdengar suara wanita yang baru saja bergabung, mengalihkan atensi semua orang.
Wanita itu berpakaian glamor, gaun yang dipakainya kali ini berwarna merah tomat dengan kacamata hitam yang menambah daya tariknya. Nirina tidak akan terkejut jika Yenni ikut berbaris dan mengklaim dirinya sebagai aktris.
Yenni melepas kacamata dan menjadikannya sebagai bando yang dinaikkan ke puncak kepalanya, lantas mendekat untuk bersalaman dengan Nirina, tidak lupa melakukan salam cipika-cipiki.
"Congratulations on your big day," ucap Yenni, memandang Nirina sepanjang lengan setelah memeluknya singkat. "I'm so proud of you."
"Thank you so much, Yenni. Oh ya, kenalin dia—–"
"Nggak usah repot-repot, udah pada kenal kok," potong Yenni sembari mengedipkan sebelah matanya. "Yang penting kamu bintang utamanya. Aku duluan ya, mau ngabari anak-anak dulu di mana ruang teaternya."
Nirina ingin bertanya lebih lanjut, tetapi dia harus menyelesaikan dokumentasi bersama yang lain. Sebagai gantinya, Herfian keluar dari barisan dan bertanya pada Yenni, "Mereka udah sampai?"
"Udah, tapi katanya mau nungguin teman-temannya, jadi aku masuk duluan. Felina mau lama-lama di sana karena katanya kangen sama Felix. Nanti mereka duduk di mana nih? bebas, kan?"
"Ya dong, mal ini kan punya aku," jawab Herfian sombong. "Atau kalau perlu aku sama Nirina gabung sama kalian biar rame."
"Nggak perlu. Biarkan mereka pilih sendiri, lagian udah pada punya pasangan juga. Mungkin aku sendiri yang single di sini," kata Yenni dengan nada penuh candaan.
*****
"Fel!" teriak Felix ketika ekor matanya menangkap sosok cewek berambut pendek sebahu, terlihat sedang berbicara dengan Jerico. Meski cewek itu sedang duduk membelakanginya, Felix tetap bisa mengenalinya.
Felina berdiri setelah melihat Felix dan segera berlari cepat menghampirinya. Cewek itu juga sempat melakukan salam adu jotos gaul, membuat Felix tersenyum lucu.
"Felix! Gue kangen sama lo," kata Felina dengan senyum lebar, yang dibalas Felix tidak kalah lebarnya.
Felix tampak lebih baik dari sebelumnya. Sekali lihat, Felina segera tahu kalau adiknya telah menemukan kebahagiaan. Ekor matanya secara tidak sengaja menangkap sosok cewek yang sedari tadi berdiri di belakang Felix, tidak berani mendekat.
"Sering-sering mampir ke rumah, Fel. Lo ajak Felina ke rumah dong, Jer." Tatapan Felix beralih ke Jerico, abang kandungnya.
"Felina mulai sibuk nugas, banyak jadwal deadline katanya," jelas Jerico.
Felina tidak merespons, tetapi dia segera menyikut lengan Felix dan menuding Meilvie dengan dagunya. "Eh eh, kenalin dong."
"Agak sungkan katanya," jelas Felix, menatap Felina dengan tatapan jenaka. "Dia bilang lo galak, padahal dia-nya sendiri galak, ngalahin hantu Annabelle."
"HEH, GUE DENGER LOH YA!" hardik Meilvie refleks, lantas terkejut sendiri ketika menyadari kalau hardikannya membuat kaget keluarga Felix, termasuk beberapa orang di sekitarnya. "Ma-maaf...."
"Huaaa, gemesin banget!" puji Felina, menatap Meilvie dengan tatapan gemas. "Jadi pengen punya adik cewek kalo kayak gini!"
Meilvie menatap canggung, tetapi dia berusaha tersenyum. Untungnya kehadiran teman-teman yang lain segera menyelamatkan kewajibannya untuk merespons kata-kata Felina.
"Remmy? Lo dateng juga?" tanya Felina heran.
"Iya, Fel. Soalnya keluarganya juga termasuk sponsor filmnya," jelas Felix.
Remmy tersenyum tipis pada semua orang, tetapi dia menyeringai pada Felina untuk menyombongkan diri. "Gue nggak diwajibkan hadir sih, tapi gue datang karena lo."
Jerico mangap untuk mengeluarkan kata-kata pedas sebagai wujud kecemburuan, tetapi dihalangi oleh celetukan temannya.
"Nggak usah diladeni, Kak Felina. Taruhannya udah gagal. Uangnya malah udah—–" Niatnya Dido berterus terang, membuat Remmy segera membungkam mulutnya dengan tangan, meski sia-sia saja.
"Ohhh... taruhan rupanya, ya?" tanya Felina dengan sebelah alis terangkat. "Pantesannn...."
Jerico menyeringai dari balik punggung Remmy, sementara Felix menatap sahabatnya dengan tatapan yang diartikan menjadi udah-gue-ingetin-loh-sebelumnya.
"Tapi nggak apa-apa, bagus deh udah terungkap. Gue jadi lega," lanjut Felina enteng. "Itu lebih masuk akal soalnya. Gue nggak bisa bayangin kalo lo bener-bener suka sama gue."
Gantian Remmy mangap, niatnya menjelaskan sesuatu yang penting tetapi tidak jadi. Alhasil, raut wajahnya terlihat kecewa.
Beruntung situasi tersebut dialihkan oleh Ardi yang dengan senang hati mengenalkan diri dan teman-temannya pada Felina. "Kenalin, Kak. Aku Ardi—–siapa tau Kakak lupa sama aku. Dia Dido, kalau Remmy pasti Kakak lebih inget dong, ya? Trus yang cewek-cewek ini temennya Meilvie juga, cuma beda kelas sekarang. Dia Alina, yang ini Dinda, trus terakhir Viona."
Felina menyalami mereka satu per satu, disusul oleh Jerico.
"Kenapa kalian ikutan ke sini? Perasaan gue nggak ngundang kalian," tanya Remmy dengan nada menyebalkan pada Dido dan Ardi, terdengar seperti sedang melampiaskan kekesalannya.
"Oh... itu gue yang ngundang," jawab Felix, alih-alih duo temannya. "Awalnya gue mau ngundang lo, trus denger lo bakal hadir sebagai perwakilan sponsor jadi gue ngundang mereka berdua sekalian. Udah gue konfirmasi ke Tante Nirina kok. Katanya nggak masalah."
"Ini pacar kalian juga, nih?" tanya Felina kepo, sebagai bentuk basa-basinya karena telah berkenalan dengan mereka.
"Iya, dia cewek gue," jawab Ardi, melirik Alina di sebelahnya. "Nggak tau nih kalo Dido sama Dinda. Masih abu-abu. Ngakunya nggak pacaran, tapi sering ketahuan berdua. Jadi reveal aja deh sekarang. Pacaran, nggak?"
"Iya." Dido menjawab.
"Nggak!" Dinda menimpali.
Duo Ardi dan Alina menggeleng-gelengkan kepala mereka secara serempak.
"Udah, jadian aja kalian." Remmy menyeletuk, memancing amarah Dinda.
"Nggak usah sok jadi pakar cinta deh. Lo aja masih jomblo."
"Suka-suka gue, dong! Kenapa lo nyolot?" tanya Remmy tidak terima.
"Bilang aja susah move on dari kakaknya Felix. Gue denger Dido bilang itu alasan—–"
"HEH, NGGAK USAH NGADI-NGADI DEH—–"
"Hush! Kok malah ribut? Kita masuk aja, gimana? Udah mau mulai juga," usul Jerico, menghentikan debat sengit antara Remmy dan Dinda.
"Ya udah, ya udah. Mumpung udah pada berpasangan, gue duduk sama lo ya, Rem?" tanya Viona dengan riang, membuat Remmy memutar bola matanya dengan jengah.
Ya sudahlah ya, Remmy jadi pusing. "Terserah deh."
"Tumben. Jiwa rakun lo udah pensiun?" tanya Viona kepo sementara semua teman-temannya masuk ke dalam teater untuk menonton film perdana.
Viona tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Remmy bisa saja kelihatan sudah 'tobat' bermain dengan cinta, tetapi bukan berarti dia tidak mau setia dengan satu cinta, kan?
"Mau hiatus bentar," jawab Remmy asal, niatnya bercanda tetapi kesannya garing.
"Apa pun itu, gue suka lo apa adanya," kata Viona enteng seakan dia sudah berpengalaman dengan situasi seperti ini. "Sebagai informasi tambahan, gue satu-satunya cewek yang belum pacaran sama lo meski gue sempat jadi partner kencan lo di Cafe Young waktu itu."
"Jadi lo mau kencan sama gue sekarang?" tanya Remmy sementara Viona berjalan duluan untuk memilih tempat duduk. Sesuai dugaan, mereka semua berpencar dan duduk sesuai pilihan mereka masing-masing.
Viona sengaja memilih spot yang paling jauh supaya obrolannya dengan Remmy terkesan privasi. Untungnya cowok itu tidak banyak berkomentar dan iya-iya saja dengan keputusan Viona.
"Nggak cuma kencan," jawab Viona setelah keduanya duduk dan menunggu pemutaran film. Lampu utama masih menyoroti ruang teater, jadi cewek itu masih bisa memperhatikan reaksi Remmy. "Gue mau lebih dari sekedar kencan."
"I may be a good player, but I'm not that guy who sleeps with random girls. Soal dunia itu, bukan level gue. Sori aja ya."
Viona menoyor kepala Remmy dengan geram. "Otak lo itu. Bukan itu maksud gue!"
"Ya trus apa?" tanya Remmy tidak kalah geram, mengelus sudut kepalanya dengan sayang. "Kata-kata lo juga ambigu banget, kali!"
"Ck. Maksud gue, pacarannya serius sama gue, bukan sekadar kencan doang seperti yang lo lakuin ke cewek lain. Pacar lo mungkin banyak, tapi pacar yang melibatkan perasaan... mungkin lo belum pernah. Karena kalo nggak, lo nggak mungkin segampang itu gonta-ganti cewek."
"Masih muda juga. Ngapain diseriusin. Emang lo mau nikah sama gue?" tanya Remmy sambil tersenyum miring, mengejek.
Terdengar suara MC yang menjelaskan kalau film perdana akan segera dimulai. Lampu-lampu lantas segera dimatikan, mengawali suasana gelap di antara mereka.
"Kalo serius ya mau dong," jawab Viona tidak kalah entengnya. "Siapa sih yang nolak lo? Udah ganteng, kaya, mempesona—–"
"Ada," potong Remmy tiba-tiba. Nadanya terdengar serius, tetapi sayang Viona tidak bisa melihat ekspresinya karena suasana sudah gelap, kecuali layar super besar di depan yang mulai menayangkan filmnya.
"Hah?"
"Pokoknya, gue nggak tertarik pacaran serius. Jadi kalo lo mau pacaran sama gue, ya udah kita kencan tapi tanpa melibatkan perasaan."
"Kalo gitu gue kondisikan keinginan gue. Gue mau hubungan kita lebih dari kencan itu maksudnya... gue mau pacaran lama-lama sama lo. Gue nggak mau kita cepat putus."
"Lo nggak bakal betah sama gue," kata Remmy yakin diiringi dengusan keras. "Lo kira gampang pacaran sama cowok playboy?"
"Yang bener itu... lo yang bakal betah pacaran sama gue. Lo liat aja."
"Idih, pede banget," ejek Remmy, lantas memiringkan tubuh ke samping dengan tatapan masih terpancang pada layar lebar. "Ada yang bilang jangan terlalu melibatkan perasaan kalo nggak mau terluka lebih dalem."
Viona mengalihkan atensinya, dia jadi bisa membaui aroma tubuh Remmy dalam jarak sedekat ini. "Tapi ada juga yang bilang, kalo cinta bisa hadir karena terbiasa. Lo bakal terbiasa sama gue kalo kita pacarannya lama-lama."
"Mau se-lama apa sih, memangnya?" tanya Remmy, masih bertahan dengan posisinya. Bisa jadi secara tidak sadar dia juga nyaman dengan posisi tersebut, apalagi dia bisa membaui aroma tubuh Viona dalam jarak sedekat ini.
"Sampai lo suka sama gue. Sepenuh hati."
Viona menekan dua kata terakhirnya dengan mantap, sementara Remmy tersenyum. Untung saja suasana di antara mereka tidak memungkinkan cewek itu untuk melihat senyum manisnya.
"Kalo nggak berhasil, gimana?"
"Ya pacaran terus."
"Pede banget sih."
"Ya iya—–"
"Heh, ini bisa diem nggak, sih? Kalo mau debat-debat mesra, di luar sono!" omel suara Dinda, yang ternyata duduk tidak jauh di depan Viona-Remmy.
"Idih, bilang aja iri. Gue sumpahin lo ngebucinin Dido sampe merit biar tau rasa!" balas Viona.
"Gue sumpahin lo juga biar—–"
"Amin. Thank you, ya!" potong Viona, mengira sumpah Dinda sama sepertinya.
"—–biar jadi perawan tua maksud gue, AWWW!!"
"SSSSSTTTTTTT!"
Terdengar suara tas memukul sesuatu yang tumpul sementara desisan keras yang lain membuat para pelaku sukses dibuat kicep.
Tamat
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top