9). Want to Make a Bet?
Cafe Young tidak pernah sepi pengunjung karena selain strategis, letaknya juga berdekatan dengan SMA dan Universitas Asoka.
Tidak heran jika Cafe Young didominasi oleh anak sekolahan atau anak kuliahan, bahkan tidak sedikit yang sudah lama menjadi pelanggan cafe tersebut. Selain harganya terjangkau, juga tersedia fasilitas wifi untuk mengerjakan tugas atau sekadar menghalau kegabutan.
Remmy Athaya adalah salah satu pelanggan setia Cafe Young karena dalam sehari, setidaknya dia bisa mampir dua kali--minimal sekali untuk sarapan--karena cowok itu jarang pulang ke rumah. Selain cepat gabut, dia juga sering nongkrong bareng teman atau gebetan yang setiap saat selalu berganti sesuka hatinya.
Tambahannya, Remmy juga sulit diatur sehingga rutinitas yang dijalaninya sejak dia puber--apalagi ketika dia mengerti bagaimana cara menikmati hidup yang sebenarnya, lantas mengubahnya menjadi cowok playboy dan senang menggonta-ganti pacar di kala bosan.
Ini menjadi simbiosis mutualisme antara Remmy dengan cewek random yang dipacarinya, mengingat visualnya yang layak dipamerkan dan dompet yang selalu tebal. Tidak munafik, siapa sih yang menolak bersenang-senang dengan cowok ganteng nan tajir seperti dia?
Remmy baru saja menghabiskan nasi goreng spesial buatan Cafe Young ketika ponselnya berdering, melantunkan chorus lagunya The Boyz berjudul The Stealer.
Remmy auto menyanyikan barisan lagu tersebut sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, mengikuti alunan musik sembari mengeluarkan ponsel keluaran terbaru yang layarnya memiliki fitur lipat itu.
"I'm the Stealer (Yah)
shimjang gajang gipsukhan got ga (That's right)--ya iyalah, gue emang pencuri hati cewek. Ngomong-ngomong, siapa sih yang nelpon pagi-pagi buta begini? Nomer pribadi lagi. Ya elah zaman now masih mau private number segala, sok munafik dah lu--halo?"
Salah satu waiter Cafe Young yang sudah akrab dengan Remmy segera dibuat terkikik oleh tingkahnya. Masalahnya sebelum mengangkat telepon dia jelas-jelas tampak kesal, tetapi secara otomatis melembutkan suaranya dengan kesopanan yang patut diacungi jempol saat menerima panggilan itu. Bisa jadi, ini sebagai formalitas karena dia tidak pernah absen dicari cewek-cewek bening yang mengantri jadi pacarnya.
Remmy harus menjaga image-nya, kan?
"Halo? Lo Remmy, ya?" tanya suara khas cewek, membuat Remmy menaikkan sebelah alisnya dan tersenyum nakal.
"Bener. Aku Remmy. Hmm... dengan siapa, ya?"
"Lo temennya Felix, kan? Felix Denindra?" tanya cewek itu yang terdengar mendesak dan menuntut, mengabaikan pertanyaan Remmy.
Remmy mengangkat sebelah alisnya lagi, sebenarnya dia sedikit tidak terbiasa dengan cara bicaranya yang terkesan barbar apalagi mengajaknya berbicara 'lo-gue' bukannya 'aku-kamu'.
"Iya, gue temennya." Remmy menjawab setelah jeda beberapa saat dan berpikir untuk tidak perlu bersikap formal. Fakta dia mencari Felix jelas menunjukkan kalau cewek itu tidak mengincar dirinya.
Tidak masalah sih sebenarnya karena gebetan Remmy juga banyak. Lagi pula, ini bukan pertama kalinya para cewek mencari Felix lewat Remmy, mengingat cowok itu cenderung ganteng ganteng dingin, berbanding terbalik dengan Remmy yang ganteng ganteng panas.
"Gue boleh minta nomer hp-nya, nggak? Soalnya gue udah spam komen ke akun medsos yang dia punya, tapi nggak direspons."
Remmy auto menyeringai karena berhasil menebak tujuan cewek itu menghubunginya. Maka dari itu, dia berkata, "Walau gue temennya Felix, tapi gue harus izin ke orangnya dulu soalnya gue nggak bisa kasih gitu aja. Namanya juga privasi."
Niatnya si Remmy mau mengedepankan kesopanan dan tata krama, padahal cowok itu tidak pernah meminta izin pada Felix hanya untuk memberikan nomor kontak. Gimana ya... zaman sekarang gitu, loh. Mana ada sih acara minta izin segala?
Namun, untuk kali ini Remmy menggunakan trik tersebut pada cewek barbar itu. Entahlah, apa mungkin karena nada suaranya yang terdengar menuntut?
Remmy jadi tertarik untuk mengerjainya.
"Emangnya lo siapa sih? Yaaaa... biar gue bisa kasih tau langsung ke Felix. Kali aja lo sepenting itu sampe Felix bisa langsung nyariin lo," jawab Remmy dengan nada diulur-ulur padahal ekspresinya semangat banget.
"G-gue... hmm... bilang aja gue kakak tirinya," jawab cewek itu setelah sempat terbata-bata selama beberapa kali.
Remmy tertawa tanpa bersuara. Kakak tiri? Yang benar saja! Hei, zaman sekarang gitu loh! Apa mungkin seorang kakak tiri mencari adik tirinya? Dan hei! Dalam cerita dongeng saja jelas menegaskan seperti apa hubungan keduanya.
Remmy yakin, cewek ini pasti juga ingin mengerjainya. Minimal, cewek itu tidak ingin memberitahu identitas yang sesungguhnya sehingga dia menggunakan alasan yang tidak masuk akal.
"Kalo apartemen Felix... lo pasti tau di mana, kan? Kasih tau gue, ya?" pinta cewek itu lagi setelah jeda beberapa saat dan Remmy tidak kunjung merespons. "Jangan salah paham, gue bukan penguntit kok. Sumpah. Gue bener-bener harus ketemu dia. Secepatnya."
Namun sayangnya, pertanyaan Felina termasuk denial-nya justru membuat otak Remmy berpikir yang tidak-tidak. Gila aja kan, ada cewek yang sampai tahu kalau Felix tinggal di apartemen dan bahkan ingin menemuinya segera.
Apa jangan-jangan, cewek ini psikopat gila? Remmy punya dugaan kalau cewek ini lebih berbahaya dari Cindy Naraya--sugar mommy-nya Felix.
"Hmm... sama kasusnya kayak nomor hp, gue juga nggak bisa sembarangan ngasih alamat. Gue nanya Felix dulu, ya? Sebelumnya--"
"Oke. Gue tunggu," potong cewek itu sebelum pembicaraan di antara mereka diakhiri sepihak olehnya.
"Isshh! Dimatiin lagi. Nggak ada akhlak banget, sih!" omel Remmy, meletakkan ponselnya di atas meja dengan sekali lemparan hingga menimbulkan suara berisik gegara benturannya.
"Hei hei hei! Pagi-pagi udah ngamuk aja," celetuk seseorang yang baru saja tiba di Cafe Young dan menarik kursi di sebelahnya.
Cowok itu berkacamata. Ardi Baskara.
"Dido mana?" tanya Remmy, ekspresinya masih kesal. Baru kali ini dia mencak-mencak gara-gara panggilan yang ditutup secara sepihak, padahal biasanya dia yang memutuskan pembicaraan lebih dulu.
"Panjang umur dong. I'm here," jawab suara lain milik Dido Manggala. Cowok itu duduk di sebelah Ardi sehingga teknisnya Ardi duduk di antara Remmy dan Dido. "Why are you so terrible today? Is there anything wrong?"
"Ck, gabut. Lebih gabut lagi karena cewek barbar yang ngaku-ngaku kakak tirinya Felix, tapi kayak psikopat. Udah gitu, maksa banget minta nomornya si Felix."
"Oh ya? Gue baru denger kasus kakak tiri yang mau nyari adik tirinya," respons Ardi setelah memesan minuman pada salah satu waiter, disusul Dido. "Kalo zaman sekarang sih, nggak bakal ada yang percaya. Disangka modus atau punya motif terselubung."
"Nah, bener. Gue juga punya persepsi kayak gitu. Wajar kan kalo gue langsung parno?"
Bunyi kursi yang menjerit karena ditarik oleh seseorang tepat di sebelah Remmy membuat semua orang di meja tersebut kaget sekaget-kagetnya.
"Ya ampun, Felix. Lo selalu aja ngagetin kalo dateng," komentar Remmy setelah berhasil mengendalikan diri dan mengelus dadanya dengan sayang. "Mana gue lagi parno tentang psikopat, lagi."
"Emang kenapa?" tanya Felix meski bahasa tubuhnya tidak menunjukkan ketertarikan. Setelah duduk di kursi, netranya memperhatikan salah seorang barista yang sedang asyik membuat latte art.
"Ada yang nyariin, ngakunya sih kakak tiri lo. Make sense, nggak?" tanya Remmy, berhasil membuat Felix membeku dan tatapannya kosong meski tidak berlangsung lama karena dia kemudian mengalihkan atensinya pada Remmy dengan tatapan datar.
Kakak tirinya mencarinya? Apa itu mungkin? Apa mungkin Felina mencarinya?
Tidak mungkin. Buat apa sih Felina nyari gue? Sementara papa kandung gue sendiri aja nggak pernah punya alasan buat nyari gue atau bahkan setidaknya mengakui eksistensi gue.
"Kakak tiri? Kalo kakak tiri dalam dongeng mungkin gue baru percaya," jawab Felix sambil tersenyum miring. "Lo yang urus aja, deh. Gue nggak mau ladeni orang kayak gitu. Buang-buang waktu aja."
"Sesuai dugaan gue, mungkin dia ini psikopat yang terobsesi sama lo," kata Remmy. "Dia sampai tau lo tinggal di apartemen meski dia belum tau alamatnya, sih."
Felix mengalihkan kepalanya kembali ke mesin kopi di seberangnya. "Nggak ada kerjaan banget."
"Mumpung hari Minggu dan anggota lagi lengkap, kita seru-seruan bareng, yuk? Hmm... tapi mau ngapain, ya?" tanya Dido sembari mengedarkan pandangan ke semua teman-temannya, berharap salah satu di antara mereka menemukan ide.
"Oh iya, sebelum kita lanjut ke sesi hang out bareng, gue mau nagih janji kalian dong soal taruhan. Kali ini gue menang, kan?" tanya Remmy dengan senyum penuh kemenangan, sukses membuat duo Dido dan Ardi terkesiap.
"Cuma seratus ribu doang aja inget!" omel Dido sembari mengeluarkan dompetnya dan menyerahkan selembar uang sesuai yang dijanjikan ke tangan Remmy, disusul Ardi.
"Kita ngaku kalo kita kalah," timpal Ardi. "Soal menaklukkan cewek, lo memang paling top di antara yang top. Gue kapok nantangin lo. Nggak mau lagi deh daripada duit gue ludes."
"Iya nih," sahut Dido. "Kita nggak pernah menang. Mau cewek modelan sama bentuknya kayak apa, tetep aja lo bisa naklukin mereka. Gue nggak ada ide lagi, deh."
Remmy tertawa bangga. "Of course, since I'm the real heart stealer. Hmm... target berikutnya lagi, siapa? Punya ide?"
Duo Dido dan Ardi refleks menggeleng kuat-kuat, mereka rupanya benar-benar sukses dibuat kapok oleh Remmy si penakluk wanita yang paling ulung.
"Hmm... cewek kalem--checked, cewek galak--checked, cewek seksi--checked, cewek munafik--checked, cewek--"
"Heh, kebanyakan kali kalo mau sebutin satu-satu! Kalo mau pamer ya nggak gini juga kali," potong Dido kesal sekaligus merasa tersindir karena jiwa kejombloannya auto memberontak. "Intinya semua tipe dan jenis cewek udah berhasil lo taklukkan. Kayaknya nggak ada lagi deh kandidat yang unik."
"Ada," kata Remmy tiba-tiba. "Gue belum pernah ngegaet cewek yang usianya lebih tua dari gue."
"Emangnya bisa?" tanya Ardi refleks. "Biasa yang lebih tua galaknya nggak ketulungan. Belum lagi lo harus bisa nyambung kalo ngomong sama dia. Yaaa... namanya lebih tua, kan?"
"Mau taruhan?" tanya Remmy sembari mengangkat sebelah alisnya dengan sok pada kedua temannya sementara Felix telah hanyut dalam dunianya sendiri. Di antara semuanya, Felix memang paling pasif terutama dalam dunia tentang asmara seperti ini. Itulah sebabnya mengapa semua temannya sukses dibuat kaget sekaget-kagetnya saat pertama kali mengetahui kalau dia mempunyai hubungan dengan cewek yang umurnya jauh lebih tua dan bahkan tinggal bersamanya.
"Gue terinspirasi sama Felix yang punya pacar lebih tua. Gue jadi penasaran gimana sensasinya," lanjut Remmy dengan ekspresi yang tidak ada bedanya dengan balita yang menemukan mainan baru. "Kalo gue kalah, gue bayar kalian masing-masing sejuta. Kalo gue menang, kalian berdua jadi pelayan gue selama sebulan. Gimana?"
Kepala Dido dan Ardi otomatis saling berhadapan dan tatapan mereka terkunci satu sama lain. Lantas, keduanya secara serempak mengalihkan atensi mereka kembali dan mengangguk bersamaan.
"Deal," jawab duo Dido-Ardi.
"Oke kalo gitu," jawab Remmy bersemangat, tetapi sebelum dia memikirkan kandidatnya, ponselnya melantunkan lagu The Stealer lagi, membuat dua temannya auto menyanyikan chorus-nya bahkan menarikan koreografinya secara serempak.
"Ck. Dia lagi," keluh Remmy geregetan namun ekspresi itu tidak bertahan lama karena mendadak ada ide yang terlintas dalam otaknya bersamaan dengan seringai lebar, membuatnya mirip serigala yang membaui mangsa.
"Gue jadi punya ide."
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top