19). Three Men
Jerico mempunyai alasan utama mengapa dia memilih Universitas Asoka alih-alih kampus lain yang mungkin lebih bergengsi dan populer. Alasannya tidak lain tidak bukan adalah letaknya yang sangat strategis dengan Cafe Young yang mana adalah milik pamannya--Fendy.
Peran Om Fendy sangat besar dalam hidup Jerico, karena beliau telah mengasuhnya sedari remaja dan lantas menyayanginya dengan sepenuh hati.
Papa Jerico telah meninggal sewaktu dia kelas 3 SD, yang mana menjadi awal berkurangnya kasih sayang sang mama. Bukan sengaja sebenarnya, karena musibah tersebut membuat Yenni begitu syok dan kehilangan hingga terkesan mengabaikan anaknya sendiri, mengingat usianya saat itu masih terlalu muda dan terlalu sulit untuk menerima cobaan yang wanita itu hadapi.
Jerico yang juga saat itu masih terlalu muda untuk mengerti, lantas mengira kalau eksistensinya hanya mengganggu hidup Yenni. Beruntung, ada Fendy yang bersedia mengasuh dan menyayanginya sehingga dia tidak sempat terseret ke dalam dunia gelap atau melakukan kenakalan sebagai wujud pemberontakan.
Jerico tumbuh menjadi anak yang membanggakan dan layak untuk dibanggakan, meski mau tidak mau pertanyaan mengapa dia tidak tinggal bersama ibu kandungnya sendiri seringkali muncul. Sempat terpikir olehnya kalau Yenni memang tidak menginginkannya atau yang terburuk, mungkin mamanya telah menjalani kehidupan baru bersama pria lain.
Untungnya, pemikiran keruh tersebut selalu dijernihkan pada kenyataan kalau dia mempunyai Om Fendy di sisinya ditambah Om Herfian yang memperlakukannya sebagai anak sendiri.
Sehingga Jerico percaya, terkadang dalam hidup, dia tidak selalu bisa mengharapkan sesuatu yang tidak kunjung memberi jawaban pasti sementara dia mempunyai alternatif lain yang bisa menggantikan jawaban sesuai harapannya.
Ibarat memilih material dalam membangun pilar sebuah rumah, beton mungkin menjadi material terbaik, tetapi bukan berarti ketika kita tidak bisa membangun rumah di saat beton tidak tersedia. Alih-alih beton, kayu atau pun bambu bisa menjadi pilihan lain. Intinya, sama-sama membangun rumah, bukan? Bahkan tidak menutup kemungkinan, kedua material tersebut juga bisa memberikan kesan yang jauh lebih estetik dibandingkan pilihan pertama.
Jerico mendorong pintu kaca Cafe Young dan dia segera disambut sapaan hangat oleh semua pelayan cafe. Sudah hal umum kalau tujuannya berkunjung adalah untuk bertemu dengan Om Fendy.
Oleh karenanya, salah satu pelayan cafe mendekati Jerico dan berkata, "Bentar ya, Kak. Pak Fendy lagi ngasih arahan ke pelayan yang baru direkrut. Kakak mau dibuatin minum, nggak?"
"Nggak usah, Rin. Thanks ya. Aku juga nggak bakal lama," jawab Jerico sambil tersenyum sekilas. "Kasih tau Om Fendy, aku tunggu di dalem ya."
Pelayan tersebut menganggukkan kepala penuh semangat sementara Jerico melanjutkan langkahnya lebih dalam ke ruangan yang memberi kesan privasi, karena ada tempelan stiker dilarang masuk bagi yang tidak berkepentingan.
*****
Felina mendorong pintu kaca Cafe Young. Cafe ini sangat strategis, tidak heran jika tempat ini menjadi salah satu tongkrongan yang populer di Bandung. Sebelumnya, cewek itu telah melakukan riset dan cafe ini menjadi pilihan mengingat dia senang bekerja di tempat keramaian. Jika ramai, dia tentu akan sibuk. Jika sibuk, dia tentu akan mendapat tip yang banyak, kan?
Oleh karenanya, Felina sangat senang karena berhasil diterima untuk bekerja di Cafe Young.
"Selamat siang, Pak. Saya Felina Anggara," sapa Felina setelah sedikit menundukkan kepalanya sebagai wujud kesopanan pada pemilik Cafe Young. Yang disapa otomatis mengulurkan tangannya untuk menyalaminya.
"Selamat udah diterima jadi salah satu karyawan di sini, ya. Sebenarnya kalo boleh jujur, tenaga kerja saya sudah cukup. Hanya saja, ada pelanggan tetap yang merekomendasikan kamu untuk kerja di sini waktu nggak sengaja lihat profil kamu di tangan salah satu karyawan. Oh ya, panggil saya Pak Fendy. Saya owner Cafe Young."
Felina terkejut. Sebenarnya dia hendak menanyakan siapa yang merekomendasikannya, tetapi tidak jadi karena ada salah satu karyawan yang mengenakan apron khusus Cafe Young mendekati Pak Fendy. "Pak, keponakan Bapak baru saja datang. Katanya dia bakal nunggu di ruang Bapak."
"Oke kalo gitu," respons Fendy dan pria itu mengalihkan atensinya kembali pada Felina. "Kalo gitu saya tinggal, ya? Kamu santai aja kerjanya. Kalo ada yang mau ditanyakan, langsung tanyakan ke senior di sini. Semuanya ramah-ramah, kok. Kalo belum terbiasa, kamu perhatiin aja dulu cara kerja mereka."
"Baik. Terima kasih ya, Pak."
"Nama lo Felina, ya? Kenalan, yuk. Gue Jodi, salam kenal ya?" sapa seorang cowok sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman sementara Pak Fendy telah meninggalkan jantung cafe dengan langkahnya yang wibawa.
"Gue Rini, salam kenal ya."
"Gue Mia, salam kenal juga ya."
"Gue Wandy, salam kenal."
Felina membalas uluran tangan mereka satu per satu dengan senyuman lebar hingga memunculkan lesung pipit samarnya. Benar yang dikatakan Pak Fendy tadi, semua rekan kerja di Cafe Young memang pada ramah dan sopan.
"Gue juga dong. Gue Remmy, salam kenal ya," kata sebuah suara lantang di belakang mereka, otomatis membuat semuanya menoleh.
Felina mengenalinya. "Lo temennya Felix, kan? Ngapain lo di sini?"
"Gue kan pelanggan setia Cafe Young. Ya kan, Mbak Rini?" tanya Remmy dengan senyum miringnya pada pelayan cafe bernama Rini.
Rini mengangguk cepat. "Betul. Dek Remmy adalah pelanggan setia Cafe Young, biasa dia selalu nongkrong di sini bersama teman-temannya."
"Gue mau pesan dong," kata Remmy. "Tapi gue maunya dilayani sama Felina."
Felina melotot, meski akhirnya cewek itu tidak mempunyai pilihan lain kecuali menghampiri meja yang sudah ditempati Remmy, ditemani sebuah tab khusus untuk mencatat pesanan dan menu.
"Mau pesan apa?" tanya Felina.
"Ini pasti hari pertama lo, kan?" tanya Remmy sambil memilah-milah menu dengan gaya yang sombong walau cocok dengan visual yang dimilikinya. "Santai aja, lo nggak perlu bersikap resmi kayak gitu ke gue."
Felina diam saja, membuat Remmy mengalihkan matanya dari menu. "Lo denger gue, nggak?"
"Gue lagi nunggu pesanan lo," jawab Felina pelan, ekspresinya tampak kesal.
"Kalo gue pesan lo, boleh kan?" tanya Remmy lagi dengan senyum jahil.
"Hah?"
"Gue booking lo selama yang gue butuhkan," kata Remmy sembari mengeluarkan ponsel dan menekan tombol, lalu menempelkannya ke telinga. Setelah menunggu sebentar, cowok itu berkata, "Halo... Om Fendy? Aku Remmy, pelanggan setia Cafe Young selama hampir satu dekade. Aku mau booking staf Om yang baru masuk, nih. Itu tuh, yang kemaren aku rekomendasiin... si Felina Anggara. Iya, Om. Hmm... berapa lama, ya? Satu jam ke depan, mungkin? Untuk tahap awal nggak perlu lama-lama. Bener banget, Om. Oke deh, sip. Makasih banyak, Om."
Felina menggeram marah. Tindakan Remmy jelas merusak reputasinya sebagai karyawan, apalagi hari ini adalah hari pertamanya di sini. Apa kata orang-orang nanti? Belum lagi reaksi dari rekan kerjanya yang baru saja ramah padanya.
"APA-APAAN SIH LO?" hardik Felina, mengabaikan ekspresi syok di sekitarnya, termasuk Remmy yang baru saja mengunci layar ponsel. "Lo pikir di sini lo bisa seenaknya main-main?"
"Siapa bilang gue main-main? Gue serius, kok. Gue akan lebih senang kalo lo sekarang duduk di hadapan gue dan temani gue makan. Oke? Hitung-hitung sebagai ucapan terima kasih karena lo resmi jadi karyawan Cafe Young berkat gue."
"Apa? Tapi... tapi tunggu dulu, tadi gue denger lo bilang ke Pak Fendy tentang rekomendasi, kan? Apa jangan-jangan--"
"Yoi. Sesuai apa yang dipikirkan sama otak lo, gue adalah orang yang rekomendasiin lo jadi karyawan di sini. Seneng dooooong pastinya?"
"Oh, jadi lo yang rekomendasiin gue?" tanya Felina dengan nada yang dimanis-maniskan, meski tidak sinkron dengan ekspresinya. "Alasannya?"
"Lo mau tau alasannya?" tanya Remmy bersemangat hingga melupakan menu dan malah memainkan sudutnya dengan iseng. "Karena gue mau kencan sama lo."
"Hah?"
"You got the point, Baby." Remmy menjawab selagi menatap Felina dengan tatapan yang diyakininya akan membuat cewek itu tergila-gila, bahkan sempat mengedipkan sebelah matanya.
Alih-alih terpesona, Felina malah menggeram hingga menggertakkan gigi dan segera berpikir untuk jauh-jauh dari Remmy, tetapi sayangnya sebelum berhasil, Remmy lebih cekatan karena dia telah menarik pergelangan tangannya dengan erat.
"Lo kenapa sih? Lepasin, nggak?" Felina berusaha menarik tangannya agar lepas dari genggaman tangan Remmy, tetapi tidak disangka genggamannya terlalu kuat bagi cewek itu, sempat membuatnya terperangah karena dia selalu bisa menandingi tenaga cowok tanpa hambatan sebelumnya.
"Jawab gue dulu. Mau kan pacaran sama gue? Walau umur gue lebih muda tiga tahun dari lo, tapi pengalaman pacaran gue nggak jauh beda sama oppa-oppa tampan yang--"
"This is insane!" umpat Felina dengan tatapan membunuh yang biasa dia tunjukkan pada siapa saja yang mengganggunya. "Gue peringatin lo untuk segera lepasin, karena kalo nggak--"
"Kalo nggak, kenapa?" tantang Remmy. "Lo mau jewer telinga gue seperti lo jewer adik tersayang lo? Silakan aja karena tenaga gue jelas--"
"HEH! LEPASIN TANGAN LO SEKARANG JUGA!" teriak seseorang yang membuat siapa saja syok untuk kesekian kali, termasuk duo Remmy dan Felina.
Bahkan dua pelayan Cafe Young tidak tahan untuk menunjukkan minat mereka pada pertunjukan ini. Untung saja situasi cafe tidak seramai biasa.
"Hmm... ternyata ada juga ya kisah nyata dari dunia kehaluan," celetuk Jodi di sebelah Rini yang menatap mereka hingga bibirnya terbuka.
"Khelvin?" panggil Felina syok, bersamaan dengan suara Remmy yang juga memanggilnya hingga membuat cewek itu mengalihkan fokus.
"Wow, pewaris tunggal Weiner?"
"Lo kenal dia?" tanya Felina heran.
"Anak konglomerat ternyata bisa kenal sama Felina, ya?" tanya Remmy sinis, alih-alih menjawab pertanyaan Felina. Cowok itu balas menatapnya dengan ekspresi tertarik. "Ternyata lo cewek yang bener-bener buat gue takjub."
"Iya, gue kenal sama dia. Trus lo mau apa?" tantang Khelvin. "Awas aja kalo lo macam-macam sama Felina, gue akan buat perhitungan sama lo!"
Remmy tersenyum mengejek sementara Khelvin menarik tangan Felina yang bebas. "Ayo, lo ikut gue!"
"Gue kerja di sini, Vin!" hardik Felina sambil menarik tangannya hingga lepas. "Lo seharusnya nggak ikut campur. Lo ngapain di sini?"
Remmy memberikan Khelvin tatapan mengejek lagi, membuat Khelvin naik darah. "Gue nggak peduli, lo nggak perlu kerja di sini! Sekarang ikut gue!"
Khelvin menarik pergelangan tangan milik Felina yang sempat terlepas sehingga kedua cowok itu sekarang melakukan tarik-menarik, membuat Felina yang terjebak di antara mereka segera menggeram kesal.
Namun sebelum Felina berhasil mengumpat, ada suara lain yang membuat ketiganya serta duo karyawan selaku penonton setia, sukses dibuat kaget lagi.
"Siapa bilang Felina boleh meninggalkan tempat ini?" tanya sebuah suara keras yang ternyata milik Jerico.
"Jerico! Ngapain lo di sini?" tanya Felina. Bisa dibilang ekspresi kagetnya adalah yang paling mendominasi kali ini. "Damn it! Mesti berapa kali sih gue nanya 'ngapain lo di sini' sama kalian?" lanjutnya dengan nada pelan, seakan bertanya pada diri sendiri.
Jodi yang mendengarnya tentu saja menatap Felina dengan takjub. "Wow, diperebutkan tiga cowok! Kapan ya gue bisa gini?"
"Lo mau diperebutkan cowok juga?" gantian Rini menatapnya dengan tatapan yang bisa diartikan menjadi; yakin-lo? Namun sayangnya Jodi terhanyut dalam tontonan seru di hadapannya hingga tidak mendengar respons rekan kerjanya.
"Siapa lo?" tanya Remmy, sementara Khelvin mengernyit. Sepertinya dia pernah melihat cowok itu sebelumnya.
"Gue keponakan Paman Fendy. Lo pasti belum kenal gue walaupun gue tau lo pelanggan tetap cafe ini," jawab Jerico santai. "Dan kita pernah bertemu di kelasnya Pak Rifky," lanjut Jerico pada tatapan bertanya Khelvin, membuat cowok itu segera mengerti.
"Wah, wah... lo bener-bener buat gue takjub sama lo," celetuk Jerico, matanya terpancang pada wajah Felina. "Ternyata selain Khelvin si anak konglomerat, lo juga bisa buat pelanggan tetap cafe ini tertarik bahkan sampai rekomendasiin lo jadi karyawan dan nge-booking lo semerdeka dia. Makin lama gue makin penasaran deh sama lo."
Felina lagi-lagi merasa menjadi pengecut di hadapannya. Lantas, di saat dia berhasil mengendalikan diri dan hendak membalas Jerico dengan hardikannya, pintu cafe terbuka lagi dan ada seseorang yang memanggil nama Jerico.
"Jerico!" panggil seorang wanita paruh baya, berpakaian serba glamor dan bisa dipastikan usianya masih muda. Felina seharusnya tidak merasakan sesuatu yang janggal jika saja wanita itu tidak memandangnya dengan intens diiringi kernyitan dalam pada alis seakan mengenalnya, sementara Jerico tiba-tiba saja gugup.
Jerico segera bergerak dengan cepat dan menghampiri wanita itu, kemudian menarik lengannya supaya mengikutinya.
"Hei... kamu kenapa, Jerico? I-itu Fel--"
"IKUT AKU, MA!" teriak Jerico dengan tatapan yang sarat akan kecemasan yang kentara.
Ini kenapa, sih? Kok kayaknya tante itu ngenal gue? Trus, kenapa Jerico bertingkah kayak gitu?
Felina melepas kedua tangannya yang masih ditahan oleh Khelvin dan Remmy. Untung saja keduanya sedang lengah sehingga cewek itu bisa melepaskan diri dengan mudah.
Felina kemudian melepas apronnya sendiri dan menyerahkannya pada Jodi yang menatap heran.
"Maaf ya, Jodi. Gue berhenti kerja aja, ya. Sampaikan maaf ke Pak Fendy."
"Loh, kenapa?" tanya Jodi kaget, bersama karyawan lain bahkan Remmy di balik punggungnya.
"Gue masuk atas dasar rekomendasi dan gue nggak bisa kerja kalo diterima atas dasar itu. Maaf, ya."
"Bagus deh," celetuk Khelvin sembari menepuk pundak Felina. "Ikut gue, ya. Gue anter lo pulang."
"Heh, emangnya lo siapa? Pacar aja bukan! Kalo bucin baru iya! Dasar bucin konglomerat!" ejek Remmy.
"Lo kira lo pacarnya juga? Dasar bucin brondong!" balas Khelvin.
"Heh, lo pasti mau gelut sama gue, kan? Ayo sini! Gelut sama gue!" tantang Remmy sambil menyeringai, bahkan dia telah bersiap sedia dengan gaya kuda-kudanya.
Felina menatap keduanya jengah dan memilih untuk meninggalkan Cafe Young selagi mereka sedang sibuk melakukan aksi gila, sementara para karyawan cafe segera menengahi mereka.
"Hei! Jangan gitu dong kalian! Nanti ketahuan Om Fendy gimana?" lerai Jodi cemas.
"Biarin nanti gue--HEI FELINA! LO MAU KE MANA? TUNGGUIN--" teriak Khelvin, tetapi sia-sia saja karena Remmy telah memitingnya dengan kekuatan yang tidak tanggung-tanggung. Konyolnya pitingan tersebut persis dengan apa yang pernah Felina lakukan, meski tangan Remmy yang lain memeluk sekeliling pundaknya, alih-alih menyudutkannya ke tembok.
"Damn it! Lo ngapain meluk gue dari belakang?" protes Khelvin marah. "Lepasin gue!"
"Heh! Ini bukan pelukan, kali! Lo nggak tau ya ini teknik dasar mengunci gerakan lawan?" tanya Remmy dari balik bahu. Masalahnya ketika berbicara, jarak bibir cowok itu terlalu dekat dengan telinga milik Khelvin, sukses membuat cowok itu bergidik jijik.
"HEH, GUE INI COWOK LOH YA!"
"HEH, KALO LO COWOK, GUE PRIA! YA JELAS GUE LEBIH MACHO DARI LO, LAH!" teriak Remmy tidak terima. Kali ini telinga Khelvin berada dalam bahaya karena setelah bisikan 'mesra', dia harus mendapat hadiah teriakan.
"ASTAGA! TELINGA GUE! LEPASIN, NGGAK?"
Aksi mereka berikutnya adalah saling piting-pitingan yang tidak jelas hingga membuat Jodi misuh-misuh.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top