1). Group Dating

Cafe Young adalah salah satu cafe bergengsi dan populer di pusat kota Bandung yang mana tidak pernah sepi dari pengunjung, baik yang hanya sekadar nongkrong maupun memanfaatkan fasilitas wifi-nya, terbukti tidak sedikit yang duduk nyaman ditemani laptop kesayangan.

Cafe tersebut juga menawarkan suasana tempat duduk outdoor terkhusus bagi mereka yang suka suasana di luar atau yang ingin merokok. Tidak heran, pengunjungnya bervariasi meski didominasi oleh kaum muda-mudi.

Ceritanya di sudut cafe bagian indoor, ada sekelompok muda-mudi yang sedang merencanakan group dating, terbukti dari jumlah mereka yang merata; empat cowok dan empat cewek. Seharusnya rencana tersebut bisa berlangsung dengan sukses jika saja tidak ada yang protes hingga merusak momennya.

Saking ributnya, tiga teman yang lain segera membawa gadis itu menjauh supaya protesnya tidak terlalu kentara, meski sia-sia saja karena suara cemprengnya yang membahana. "Curang banget sih kalian! Gue nggak tau kalo ini group dating!"

"Meil, ikutin aja kenapa sih? Kan bukan berarti lo langsung jadian sama salah satu dari mereka!" desis Dinda dengan tatapan jengah pada pelaku yang bernama Meilvie, sementara yang ditatap segera melebarkan mata besarnya hingga maksimal.

"Tau nih! Kayak dipaksa nikah siri aja! Ya kali kalo ada, sebelum akad mah udah pingsan duluan liat mata lo yang ngalah-ngalahin bola pingpong!" sambut Viona, membela Dinda tetapi lantas auto kicep ketika tatapan membunuh Meilvie beralih ke dirinya. "Tuh kan bener, gue aja udah mau pingsan liatnya," lanjutnya dengan suara pelan, tetapi tatapannya sengaja diarahkan ke yang lain.

Niatnya sih menyindir, tetapi yang disindir malah makin nyolot.

"Udahlah, Meil. Anggap aja kenalan sama mereka. Tuh pada kece-kece juga," timpal teman satunya lagi, Alina, yang terkesan paling polos karena berkacamata tebal. Dia berkali-kali melempar tatapan gugup pada sekelompok cowok yang masih menunggu mereka. "Gue sebenarnya juga nggak mau ikutan, cuma kata Dinda harus berempat biar seimbang gitu."

Melihat kegugupan Alina, Meilvie auto melunak. Bisa jadi, dia merasa sikap bar-barnya terkesan berlebihan karena temannya yang cupu saja bisa menerima group dating ini. Lagi pula, benar juga yang dikatakan teman-temannya. Dia tidak harus meresmikan hubungannya, kan? Anggap saja sekedar bertemu sama cowok random.

"Oke, gue nggak jadi marah. Tapi lain kali nggak ada group dating beginian lagi, ya. Gue bener-bener nggak mau. Janji?"

"Iya-iya, kita janji. Galaknya beneran udahan, kan?" tanya Dinda sambil tersenyum lebar, senang karena bisa melanjutkan rencana group dating-nya.

Keempat cewek akhirnya kembali ke meja di sudut, meski Meilvie yang terakhir bergabung karena dilakukan dengan setengah hati jika ditilik dari langkahnya yang diseret-seret.

Dinda memilih duduk di hadapan cowok yang sedari tadi melirik Meilvie karena tingkahnya, lantas sukses dibuat kicep karena cowok itu tiba-tiba berkata padanya, "Lo pasangan sama Dido aja. Gue mau dia yang duduk di depan gue."

Cowok itu mengendikkan dagunya ke arah Meilvie sebagai isyarat kalau dia memilih cewek itu.

Dinda segera memasang ekspresi terhina karena ditolak mentah-mentah. Ya jelaslah, misinya merencanakan group dating ini kan karena dia--Felix Denindra!

Felix itu gantengnya kalau diterjemahkan ke bahasa baper, julukannya jadi ganteng yang menyiksa. Menyiksa kaum hawa untuk tidak menjerit-jerit, maksudnya. Soalnya menurut Dinda (dia juga yakin semua cewek akan setuju), cowok itu yang paling ganteng dari ketiga temannya. Sebelahnya--Remmy Athaya, juga tidak kalah gantengnya, tetapi versi keduanya jelas berbeda.

Kalau dikonversikan ke dalam drama Meteor Garden, Remmy ini mirip Ximen si tokoh playboy yang pandai menggaet hati cewek segampang mengedipkan sebelah matanya. Kulitnya tidak putih yang justru menambah keseksiannya. Itu loh, mirip aktor Korea Yoon Shi Yoon yang ketampanannya tidak berkurang walau kulitnya kecoklatan, kesannya jadi macho pakai kata banget. Matanya tajam, berisiko membuat para cewek auto salah tingkah jika ditatap lama-lama. Lantas seakan tidak cukup, bibirnya melengkapi visualnya. Kalau kata cewek jablay, tuh bibir kissable banget; penuh dan menggoda.

Ibarat bertolak belakang tetapi mempunyai definisi yang sama, visual Felix tidak bisa diremehkan. Kegantengannya itu lebih cocok kayak idol Korea yang mempunyai kulit putih bersih dan yang pasti mulus banget. Dinda tidak akan kaget kalau cowok itu dijuluki flower boy alih-alih macho soalnya dia memang se-'cantik' itu. Hidungnya mancung, dan dia oriental pakai kata banget.

Caranya menatap pun memberi kesan yang berbeda. Jika Remmy membuat cewek salah tingkah dengan matanya, Felix mampu membuat para cewek auto melumer jika ditatap lama-lama.

Sepertinya untuk kasus ini, Meilvie dikecualikan karena sejak tadi Felix menatapnya dengan intens, tetapi yang ditatap sepertinya tidak terpengaruh. Dia malah balas menatap cowok itu dengan tatapan galak seakan menantang siapa yang duluan melepas tatapan di antara mereka, akan dinyatakan kalah.

"Hmm... ini udah boleh mulai, kan?" tanya Viona yang juga menyadari kecanggungan aneh gegara adu tatapan sengit Felix-Meilvie.

"Mulai aja, dari lo deh." Ardi yang duduk di hadapan Alina, mempersilakannya untuk memperkenalkan diri berhubung posisi mereka berada di paling ujung. Keduanya juga sama-sama berkacamata, mungkin itulah sebabnya Alina memilih duduk di depannya tadi.

"Gue Alina Natasya. Tahun ini udah lulus SMP, rencananya mau masuk SMA Asoka tahun ini. Kalo lo?"

Viona menertawakan Alina tepat setelah cewek itu selesai bertanya, menghalangi Ardi untuk mengeluarkan suaranya. "Lin, lo lagi ngenalin diri atau mau modus, sih? Kalo mau ngajak doi satu sekolah, langsung ngaku aja!"

"Bukan gitu," kilah Alina, wajahnya segera memerah. "Gue nggak pernah ikutan ginian soalnya."

"Oh ya?" tanya Ardi, segera mendecak kagum dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Alina. "Sesuai dugaan, lo memang cewek baik-baik. Gue Ardi Baskara, salam kenal."

"Ish, jadi maksud lo, kita nggak baik-baik?" tanya Dinda tersinggung meski tidak berlangsung lama karena tatapannya beralih ke pasangannya yang bersebelahan dengan Ardi. "Gue Dinda Marsyanda. Udah punya pacar belum? Gue baru putus sama cowok gue kemarin. Males gue sama cowok sok tau."

Niatnya Dinda mau menyindir Ardi yang terlalu cepat memberi penilaian subjektif, tetapi siapa sangka kata-katanya tidak sinkron dengan protesnya tadi. Duo Alina dan Ardi sampai menatapnya jengah yang jika diartikan menjadi; situ-tau-diri-nggak-sih?

Dido tertawa keras mendengar pertanyaan itu, tetapi ekspresinya berubah menjadi serius pada detik berikutnya. "Nama lengkap gue Dido Manggala. Gue punya banyak pacar. Lewat game online, tapi. Gue bahkan baru nikah kemaren sama salah satu cewek koleksi gue di sana."

Dinda menatapnya emosi, tetapi dia tahu kalau dia tidak punya pilihan. Nggak lucu kan kalau dia memaksa pindah trus ditolak lagi sama Felix? Mau dibawa ke mana mukanya yang harusnya bisa saingan sama anggota I*ZONE ini?

Jadi... ya sudahlah, ya.

Remmy sementara itu, menatap Viona dengan tatapan layaknya playboy kelas kakap dan mengedipkan sebelah matanya dengan menggoda. Yang ditatap sukses dibuat kesengsem hingga senyam-senyum uwu.

"Gue Remmy Athaya--"

"Gue tau," potong Viona. "Cowok ganteng kayak lo gini nggak mungkin gue nggak kenal. Gue--"

"Viona Edelwine, kan? Cewek cantik kayak lo gini nggak mungkin gue nggak kenal," balas Remmy sembari menyeringai puas ketika gombalannya berhasil membuat Viona tersipu. "Kayaknya kita cocok nih."

"Mau langsung jadian, nih?" tantang Viona dengan tatapan tidak kalah menggoda. "Sesuai kesan pertama, lo memang playboy cap kelinci deh, ya!"

Remmy menggoyang-goyangkan jari telunjuknya di depan wajah Viona dengan tatapan tidak setuju lalu berkata, "I prefer raccoon to rabbit, actually. You know why?

"Since he has black pattern on his eyes like black glasses, makes him just like a stealer," lanjut Remmy ketika Viona memusatkan perhatian untuk mendengarkan alasannya.

"Jadi maksudnya, lo ini playboy cap rakun?" tanya Viona dengan tatapan takjub dan segera mengerti korelasinya. "Si rakun yang mencuri hati para cewek?"

"Correct! You're a smart girl! No wonder you're the prettiest here!" seru Remmy yang saking excited-nya mengabaikan teman-teman Meilvie, terutama Dinda yang sekarang merasa kalah saing.

Dinda memanyunkan bibirnya. Padahal dia yang merencanakan group dating ini, tetapi mengapa ekspektasinya berbanding terbalik dengan realita? Lagi pula, seharusnya dia yang lebih unggul daripada Viona; dia lebih tinggi, lebih imut, lebih cantik, lebih putih, pokoknya serba lebih, deh.

"Heh, gue lebih cantik dari Viona kali!" protes Dinda keras, yang pada akhirnya berhasil melepas tatapan sengit antara duo Felix dan Meilvie. Bisa dibilang keduanya tersentak karena suara melengking milik Dinda.

Remmy mengalihkan atensinya pada cewek yang tingginya memang paling unggul dibandingkan teman-temannya yang lain. "Lo bener, tapi kesannya jadi beda karena lo sempat milih Felix tadi. Itu artinya, gue kalah dari dia dong? Sama aja kan posisinya sekarang?"

Ups, ketahuan deh. Dinda lantas melayangkan tatapan sok innocent-nya pada Remmy yang sekarang mengalihkan tatapannya ke sobat karibnya, Felix. "Nah, gantian kalian sekarang."

Namun, entah karena Felix mengabaikan ucapan sobatnya atau sedang menguji kesabaran Meilvie, yang jelas cowok itu tidak kunjung bersuara. Cewek di hadapannya ternyata juga sama kalemnya, seakan ingin menunjukkan kalau dia tidak akan 'kalah' duluan.

"Ini kenapa jadi horor gini, ya?" tanya Dido, menatap pasangan Felix-Meilvie dengan heran. "Kalian ngerasa kayak ada aura mistik gitu nggak, sih?"

"Meilvie, santuy aja lah. Pamali loh jutek sama cowok secakep Felix," timpal Dinda, yang masih setengah hati karena seharusnya dia yang berada di posisi Meilvie.

"Lo dah denger kan nama gue?" tanya Meilvie pada Felix dengan nada sinis, memberi kerlingan ke Dinda sekilas sebelum atensinya kembali pada cowok di hadapannya. "Gue juga udah tau nama lo dari temen-temen lo--berkali-kali, malah. Jadi udah jelas banget nama lo siapa."

"Oke. Itulah sebab utamanya kenapa gue malah milih lo yang jadi partner gue, soalnya..." Felix sengaja mencondongkan tubuhnya ke depan, "... sama seperti lo, gue juga nggak setuju banget sama group dating ini. Jadi, gue nggak perlu repot-repot buat nolak lo."

Keduanya masih bertatapan selama beberapa detik setelahnya, meski eskpresi keduanya bertolak belakang; Meilvie yang masih melotot galak dan Felix yang memberikan senyum miring, sukses membuat duo Dinda dan Viona ketar-ketir tidak jelas di kursinya, bahkan Alina meski tingkahnya masih layak disebut wajar.

"Gue cabut dulu, ya." Felix pamit setelah menyadari getaran pada ponselnya dan mengecek nama di layar. Dia tidak membutuhkan waktu yang lama untuk meninggalkan Cafe Young, mengabaikan semua orang yang kini menatap punggungnya menjauh.

"Biasa... pasti dicariin sama sugar mommy-nya," jelas Remmy, menjawab semua tatapan ingin tahu dari kubu cewek kecuali Meilvie.

"Sugar mommy?" ulang Dinda dengan nada kepo.

"Kalo ada istilah sugar daddy, buat kasus Felix, dia punya sugar mommy." Remmy menjelaskan lagi dan tersenyum lebar atas reaksi para cewek. "Meski rentang usianya nggak jauh-jauh amat sih, beda lima tahun doang. Biasanya yang sugar-sugar gitu kan gap-nya terlalu jauh."

"Aissshhhhh! Kenapa lo nggak bilang dari tadi?" hardik Dinda keras, membuat Remmy terhenyak dan refleks mengelus bagian dadanya dengan sayang. "Tau gini sia-sia dong gue rencanain semua ini!"

"Loh bukannya kata lo mesti berempat biar seimbang, kan? Sama seperti lo, gue juga ngajak Felix biar seimbang. Yahhhhh... meski resikonya dia harus cabut sesuka dia kalo sugar mommy-nya nyari," jelas Remmy sambil nyengir, merasa tidak berdosa.

"REMMY!!" teriak Dinda geram, sukses membuat kejut teman-temannya lagi terutama para cowok karena belum terbiasa dengan emosinya yang seperti singa ngamuk.

"Seperti gue bilang, kayaknya cuma lo cewek baik-baik, ya." Ardi menyeletuk pada Alina yang kontan menunjukkan senyum manis sekaligus malu-malu layaknya cewek kasmaran, mengabaikan Dinda yang menghadiahi death glare-nya.

"Sama. Seperti gue bilang juga kalo Viona yang paling cantik di sini," timpal Remmy sembari mengedipkan sebelah matanya dengan nakal pada Viona. Ekspresinya tidak jauh berbeda dengan Alina sekarang, membuat Dinda memutar bola matanya jengah dan lebih kesal lagi ketika melihat Dido tersenyum padanya dari depan.

Meilvie? Cewek itu sudah pewe dengan dunianya sendiri, menyedot cappuccino sembari menikmati pemandangan yang terpapar di hadapannya.

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top