Wajah Asli Aron
Sebenarnya keinginan orang tua supaya kita menjadi seperti yang mereka mau itu baik, karena mereka juga ingin yang terbaik untuk kita kedepannya.
Namun kita terlalu cepat menanggapi dari sisi negatifnya, karena kita belum tentu bisa melakukannya.
Dan hal itu membuat kita tertekan dan beranggapan itu hanya kekhawatiran berlebihan belaka.
Pagi hari di rumah Raina sudah terjadi keributan. Ibu Rain yang datang ke kamar dan tidak melihat putrinya di mana pun terlihat panik dan berteriak memanggil suaminya seraya membawa sepucuk surat dari Rain.
"Hai, Mah, Pah. Maafkan Rain karena pergi tanpa meminta izin. Rain mendengar percakapan kalian kemarin, sepertinya hati Rain menolak untuk baik-baik saja.
Tolong izinkan Rain pergi selama beberapa hari untuk menenangkan diri, tenang saja, Rain akan kembali ke rumah setelah Rain benar-benar siap dengan semuanya. Rain sayang Mamah Papah.
-Love Rain"
Alexander meremas kertas putih itu dan membuangnya di lantai. Segera, ia memanggil semua pelayan di rumah itu dengan wajah yang merah padam karena marah.
Tidak ada yang tahu ke mana perginya Rain. Tidak ada penjaga di gerbang karena beberapa penjaga tengah cuti karena sakit. Ayah Rain pikir, tidak ada yang bahaya karena semua gerbang terkunci dengan aman. Ternyata tebakannya salah, putrinya yang penurut tiba-tiba sudah melarikan diri.
"Ke mana kalian semalam?" bentak Alexander kepada beberapa pelayan yang sudah berdiri berbaris di hadapannya.
Tidak ada yang menjawab, semuanya diam dengan kepala menunduk ketakutan.
"Jawab!" sambung Hera.
"Kalian semua ke luar dari rumah ini sekarang juga!" teriak Alexander seraya menunjuk ke pintu utama.
"Maafkan kami, Tuan. Kami tidak tahu jika Nona Rain akan pergi seperti ini. Semalam aku bertemu dengan Nona Rain di dapur, aku kira Nona Rain akan mengambil minum saja ternyata ...."
Plak!
"Kalin semua aku pecat, kemasi barang-barang kalian sekarang juga!"
"Tuan ...."
Semua pelayan di sana menangis dan meminta permohonan maaf. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada kesempatan kedua untuk satu kesalahan fatal.
°°°
Di sisi lain, Rain tengah mengeringkan rambutnya setelah mandi beberapa menit lalu. Wanita itu menoleh dan mendapati Aron yang masih tertidur pulas di sofa. Sebenarnya, Aron bersedia tidur di sofa di ruang TV. Namun, Rain yang tidak enak karena mungkin saja pria itu akan kedinginan meminta Aron untuk tidur di sofa yang ada di kamar walaupun ia sebenarnya takut dengan hal itu.
Rain meninggalkan kamar dan pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan.
Segala peralatan sudah ia siapkan, sekarang tinggal mengambil bahan-bahan di kulkas. Namun ternyata tidak ada apa-apa di sana, yang ada hanya telor dua. Dan beberapa botol air putih.
Rain terkejut ketika merasakan tangan kekar yang melingkar di perutnya. Rain langsung berbalik dan akan memukul pria yang memeluknya dari belakang itu.
"Tunggu dulu ...."
"Kenapa, kamu begitu lancang?" tanya Rain sedikit takut. Apa mungkin Aron juga akan mengatakan itu hal biasa?
"Maafkan aku, aku tidak bisa menahannya lagi. Aku suka bentuk tubuhmu. Apa kamu tau, semalaman aku tersiksa karena milikku yang terus-terusan keras ketika melihatmu yang tertidur," ujar Aron.
Plak!
Rain menampar keras pipi Aron, matanya sedikit berkaca-kaca. Mengapa pria yang ia anggap sebagai malaikat penolong tiba-tiba berubah menjadi iblis menjijikan seperti ini.
"Kenapa kamu menamparku, jangan sok polos, Rain. Kamu pasti tahu, dan kamu juga pasti sudah melihat punya pacarmu dulu," ucap Aron.
"Aku tidak pernah pacaran, dan aku tidak pernah melakukan hal-hal seperti itu," tukas Rain.
Rain sadar selama ini yang dilakukan ayahnya keadanya dengan selalu mengawasinya untuk tidak bergaul dengan laki-laki sembarangan yang bisa merusak moral itu adalah hal yang sangat baik. Namun mengapa ia selalu berpikir itu adalah suatu tekanan?
"Apa kamu tidak ingin mencobanya?" ucap Aron seraya menggenggam tangan Rain untuk membujuk. "Kamu pasti penasaran bukan bagaimana rasanya?"
Rain sontak menggeleng cepat. "Tidak, aku tidak ingin mencoba hal seperti itu. Jika memang harus melakukannya, aku berharap aku akan melakukan itu hany dengan suamiku kelak."
"Terserahlah, aku jamin kamu akan melakukannya sebelum kamu menjadi seorang istri. Camkan itu!"
Setelah mengatakan ucapan penutupnya yang menyimpah serapahi Rain. Aron kemudian berbalik dan meninggalkan Rain sendirian.
"Apa aku bisa pergi dari tempat ini? Papa tolong Rain. Rain takut dengan pria berbahaya ini," gumam Rain dalam hati.
Wanita itu kemudian bersandar di tembok seraya memegangi dadanya yang masih berdegup kencang karena begitu ketakutan.
°°°
Alexander mencoba memanggil temannya yang kebetulan seorang polisi. Namun dikarenakan Rain belum hilang selama 24 jam. Teman Alexander tidak bisa membantu tanpa adanya surat perintah dari pihak kepolisian.
"Tolong coba kamu lacak nomor Rain," ujar Alexander seraya memberikan ponselnya yang sudah terdapat nomor Rain.
Beberapa menit kemudian setelah Ridho-teman Alexander memberikan nomor Rain kepada teman di kantornya untuk melacak nomor itu, ia mendapati bahwa sudah tidak bisa dilacak karena mungkin Rain sudah merusaknya.
"Sepertinya putri Anda memang sudah merencanakan ini semua. Apa ada teman atau orang yang sedang dekat dengan Rain?" tanya Ridho.
Alexander menggelen, "tidak ada. Tapi sepertinya Aron si Tutor itu yang sudah mulai dekat dengan Rain."
"Siapa?"
"Satu minggu lalu, aku membawa seorang tutor untu Rain. Dan dalam jangka tiga hari, Rain mulai akrab dengan pria itu. Apa mungkin dia yang bersama Rain?" tanya Alexander.
"Bisa saja, apa kita cari tau di tempat Aron terlebih dahulu?" ucap Ridho.
"Sepertinya itu ide bagus."
°°°
Rain duduk di ruang Tv masih berpikir suatu cara untuknya pergi dari tempat Aron yang berbahaya ini. Apa yang harus ia lakukan?
Suara bel berbunyi begitu nyaring. Siapa yanh siang-siang seperti ini datang ke apartemen Aron. Apa teman pria itu?
"Iya ...." sahut Aron dan pergi membukakan pintu.
Rain sedikit terkejut, ternyata dua orang wanita dan pria yang bertamu.
Si wanita dengan rambut blonde, dan setelan serba hitam di tambah dengan masker dan kaca mata. Begitu terkesan misterius. Sedangkan pria yang bergandengan dengannya berpakaian berbalik, rambutnya hitam pekat, dan ia memakai kaos putih oblong dengan celana pendek selutut tentunya dengan masker yang menutupi wajah juga.
"Hai ...." sapa keduanya.
Aron segera mempersilahkan dua manusia itu ke dalam, dan sekarang duduk berhadapam dengan Rain.
"Siapa mereka?" tanya Rain.
"Dia Seruni dan dia Handik, mereka pasangan suami istri yang biasa menjadi model lukisanku.
"Mereka berdua?" tanya Rain bingung. "Tapi aku belum pernah melihat lukisan mere--"
Tiba-tiba Rain teringat lukisan erotis yang ada di kamar Aron. Apa mungkin itu mereka berdua? Yang benar saja, Aron menyewa langsung dua orang itu?
"Iya, yang di kamar itu," ujar Aron ketika melihat ekspresi mengejutkan Rain.
"Terus ... apa aku akan melukis mereka juga?" tanya Rain.
Sesuai perjanjian sebelumnya. Aron akan mengajari Rain agar bisa pandai melukis, dan Rain akan menuruti perintah yang di berikan Aron.
"Iya," jawab Aron seraya tersenyum.
"Tidak, bisa tidak kita ngga usah menggambar hal erotis dulu," ujar Rain.
"Ayolah, di dunia seni. Sesuatu seperti itu tidaklah penting. Yang terpenting adalah bisa menghasilkan suatu karya yang bagus, Rain," ujar Aron.
Rain masih tidak percaya dengan semua ini, apa ia akan melakukannya juga?
Segera, Aron menyiapkan 2 alat untuk melukis di dekat tempat tidur. Dan mempersilahkan Rain untuk duduk dan mengikuti instruksi Aron. Sekeras apa pun Rain menolak, Aron tetap akan memaksa dan terus membujuk Rain jika di dunia seni hal seperti itu adalah mahakarya yang besar.
Aron juga mempersilakan dua orang sepasang suami istri untuk mulai berada di posisi.
Hal yang pertama Rain lihat di depan mata kepalanya adalah dua orang itu mulai melakukan hubungan yang hanya dilakukan oleh sepasang kekasih yang sudah menikah saja.
Rain sedikit jijik melihat itu, beberapa kali ia menggelengkan kepalanya untuk menenangkan dirinya, dan terbiasa dengan hal baru itu.
"Tidak apa-apa, fokuslah," bisik Aron tepat di telinga Rain. "Apa kamu ingin mencobanya juga denganku?"
"Cukup Aron! Aku tidak tahan lagi dengan semua ini," ucap Rain seraya bangkit dari duduknya.
Sebelum benar-benar meninggalkan tempat itu, Aron sudah dulu menghentikan Rai. dengan memegang erat pergelangan tangan wanita itu.
"Kenapa?" tanya Aron. "Apa kamu benar-benar tidak merasakan sesuatu? Atau aku yakin kamu mulai merasakan ada sesuatu yang basah di balik celanamu?"
"Aku tidak bisa melihat itu," ujar Rain.
"Kamu belum mencobanya, makanya kamu tidak terbiasa," ujar Aron. "Aku akan mengajarimu."
Beberapa detik kemudian, Aron segera memaksa Rain untuk berciuman dengannya. Tangannya mula menarik keras tengkuk Rain yang sangat kaku. Perlahan ia memajukan wajahnya agar bisa menyentuh bagian dari wajah Rain.
Ting ... Ting ... Ting
Suara bel apartemen terdengar lagi. Namun, kini Aron juga merasa bingun siapa yang datang di jam seperti ini?
Aron segera meninggalkan kamar dan berjalan ke arah pintu. Ia melihat keadaan di luar dari celah lubang kecil di pintu.
"Rain, itu Papa kamu," ucap Aron terkejut.
To be continued...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top