Runtuhnya pertahanan Awan

"Kejahatan dilakukan karena adanya kesempatan."



Awan ke luar dari kamar mandi dengan keadaan yang lebih fresh, pria itu bertelanjang dada, dan hanya menggunakan handuk yang melilit di tubuh bagian bawahnya. Rambutnya terlihat basah, bahkan masih ada sedikit air yang menetes dari membasahi wajahnya.

Pria itu lupa dengan keberadaan wanita asing yang ada di apartrmennya. Untung saja, ia belum melepaskan seluruh pakaiannya seperti hari-hari biasanya.

Awan menyapu pandangannya ke seluruh tempat, dan benar saja netra birunya menangkap wanita mungil yang tengah tertidur di atas kasur.

"Hei, mandi sana," ucap Awan.

Namun, wanita itu masih saja terlelap tanpa merespon sedikit pun kepadanya. Awan menepuk pipi wanita itu dengan pelan, dan lama-lama menjadi sedikit keras.

"Kau ini wanita apa lembu sih, susah banget di bangunin," ujar Awan memaki. "Ya sudahlah, jika kau tak mau bangun."

Awan tidak terlalu memikirkan itu, lagi pula siapa yang akan kesusahan nantinya jika tidak mandi. Pasti biang keringat sudah menjalar ke seluruh tubuh wanita itu nantinya, dan akan membuat tidak nyaman.

Rain menggeliat sesaat, kemudian duduk dengan mata yang masih terpejam. "Iya, Bi. Rain akan mandi sekarang juga, tapi jangan aduin ke Papah, ya," ujarnya. Beberapa detik kemudian, wanita itu membuka kemejanya dan tersisa hanya tangtop yang menutupi dadanya. "Di sini terasa panas."

Namun, bukannya bangun dan pergi mandi, Rain malah tertidur lagi dengan pulas.

"Dasar wanita aneh," decak Awan kemudian masuk kembali ke kamar mandi untuk berganti pakaian.

°°°

Jam menunjukkan pukul dua belas kurang lima menit malam, Awan masih duduk terdiam di atas ranjang. Rasanya aneh, selama ini ia tidak pernah tidur bersama seorang wanita. Apa yang terjadi sekarang sungguh di luar dugaannya.

"Hei, Rain. Bangun!" ucap Awan seraya menggeser-geser tubuh Rain agar sedikit menjauh darinya. "Setidaknya pakailah bajumu."

Ayolah, Awan juga pria normal di sini. Melihat seorang wanita yang tertidur di sampingnya dengan pakaian yang terbuka, apa tidak menggoda? Sungguh Awan harus benar-benar menjaga imannya di sini.

Awan melihat tubuh bagian bawahnya, dan sialnya bagian intinya berdiri tegak, itu benar-benar di luar kendalinya, dan begitu menyiksa. Apa
ia akan terjaga semalaman karena wanita itu?

"Haish, bodo amat. Aku harus tidur," gumam Awan, kemudian merebahkan tubuhnya di samping Rain dan memunggungi wanita itu.

Lambat laun, Awan mulai memejamkan matanya dan menghilangkan pikiran kotornya itu.

°°°

Rain menggeliat ketika menyadari paparan sinar matahari pagi yang menerpa wajahnya. Rain duduk dan tersadar, semalam ia ketiduran, dan apa yang terjadi sekarang?

Rain melihat tubuhnya yang hanya memakai tangtop dan celana pendek saja. Apa Awan yang melakukan semua ini?

"Hancurlah sudah masa depanku," ucap Rain.

"Apanya yang hancur?" sahut Awan seraya mencharger ponselnya di sebelah kanan ranjang.

"Kenapa aku berpakaian seperti ini?" tanya Rain.

"Sungguh, apa kau tidak mengingat sesuatu?" tanya Awan balik dengan ekspresi mnegejutkan. "Kau tidak merasakan sesuatu yang keras menyentuh---"

"Cukup! jangan lanjutkan, aku belum siap mendengarnya," tukas Rain seraya menutupi kedua telinganya.

"Apa kau tidak merasakan aku menampar pipimu beberapa kali agar kau bangun?" desis Awan dengan wajah sinis.

Rain mencoba kembali mengingat-ingat apa yang sebenarnya terjadi padanya itu. "Ah, ya. Aku ingat. Maafkan aku," ujarnya.

Rain menyadari dirinya memang susah untuk dibangunkan sekalinya sudah memejamkan mata. Ia mengingat ketika di rumahnya juga sering dibangunin oleh ibunya dengan susah payah. Ia benar-benar merasa malu sekarang, menuduh Awan yang tidak-tidak, bahkan menyusahkan pria itu semalaman.

"Aku akan menebus kesalahanku, tolong beritahu aku apa keinginanmu," ucap Rain kemudian berdiri sejajar dengan Awan.

Awan terdiam dan melihat bibir Rain. Ia ingin merasakan benda itu, apa Rain akan mau jika ia mengatakan keinginannya? Ah, sudahlah. Jangan berpikir macan-macam, Awan masih bisa mempertahankan imannya.

"Ayo katakan," ucap Rain sekali lagi. "Izinkan aku tinggal di sini untuk beberapa saat, ya. Aku akan membersihkan apartemenmu, mencuci bajumu, menyetrika, memasak---"

Cup!

Runtuh sudah pertahanan Awan. Sekaras apa pun ia mencoba menyadarkan diri agar tidak melakukan hal yang aneh-aneh, tetap saja ia masih tergoda dengan bibir Rain yang sedari tadi mengoceh di depannya.

"Apa yang kamu---"

"Ini keinginanku, kau harus mengabulkannya," ucap Awan parau. Sepertinya sesuatu di bawahnya kembali mengeras.

"Itu ciuman pertamaku," ujar Rain masih berusaha menyadarkan diri agar tidak terpengaruh dengan bibir Awan yang memabukkan.

"Itu juga ciuman pertamaku," jawab Awan seraya melingkarkan tangannya pada perut Rain. "Kita sama-sama belum pernah melakukanya, dan aku yakin kau juga penasaran bukan bagaimana rasanya berciuman?"

Rain mendorong tubub Awan sekuat tenaga. "Apa yang kau katakan," teriak Rain.

"Beberapa detik lalu, kau sendidi yabg menawarkan tentang keinginanku. Ya ini keinginanku, merasakan bibirmu," ujar Awan seraya mengusap ujung bibirnya dengan jempolnya. "Aku mnegizinkanmu tinggal di sini sekarang, dengan syarat kau harus menjadi teman tidurku, dan kau harus mau melakukan apa yang aku minta."

Rain terdiam, ia merasakan ada sedikit nyeri di dadanya. Ia pikir Awan berbeda dengan pria di luaran sana, tapi nyatanya, Awan sama saja seorang pria yang hanya ingin memanfaatkannya demi hasrat egoisnya. Awan tak lain seperti Aron, di awal terlihat baik, tapi setelah itu mereka mneunjukkan wajah asli yang begitu menyeramkan.

"Aku akan pulang," ujar Rain seraya memakai baju lengkapnya.

"Pulanglah, aku tau kau siapa," ucap Awan. "Kau putri tunggal Pak Alexander, salah satu Miliader di indonesia yang sukses di bidang perhotelan. Apa kata dunia jika tahu putri Pak Alex kabur dari rumah dan pergi tidur dengan seorang pria asing?"

Rain menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. "Kau mengancamku? kenapa kau begini kepadaku?"

Awan mendekati Rain dan berbisik di telibga wanita itu, "sudah ku bilang, seekor kucing jika disuguhi ikan dengan gratis kucing itu pasti akan menerkam ikan itu juga."

Rain mengingat peringatan Awan kemarin, Rain mengerti kebodohannya. Ia terlalu percaya dengan seseorang yang baru dikenalnya begitu saja tanpa memedulikan resikonya. Dan sekarang, jika sudah seperti ini, siapa yang harus disalahkan?

"Tidak apa-apa, aku akan pulang. Terima kasih untuk semalam," ujar Rain.

"Apa kau yakin? Setelah kau ke luar dari apartemen ini kau akan aman?" tanya Awan.

Rain mengangguk. "Kenapa emangnya?" tanya Rain.

"Lihatlah berita pagi ini," ujar Awan kemudian menunjukkan layr ponselnya pada Rain.

"Selamat pagi semuanya, Saya Alexander telah kehilangan putri saya selama dua hari ini. Sepertinya dia diculik seseorang, jika ada yang menemukan wanita yang ada di foto bisa kabari saya.

Berapa pun yang Anda minta, akan saya berikan. Asalkan putri saya baik-baik saja."

"Aku yakin, sekarang banyak orang yang sudah mengenalmu dan ingin membawamu ke ayahmu agar mendapat uang yang ditawarkan ayahmu," ujar Awan.

Rain berpikir sejenak. Benar apa yang dikatakan Awan, setelah berita itu diluncurkan pasti ia tidak akan baik-baik saja berkeliaran di luar. Banyak orang yang mencarinya, dan pasti tidak semua orang itu adalah orang baik. Bisa saja, mereka hanya ibgin imbalan dari ayahnya. Dan bisa saja, mereka malah akan menjadikannya jaminan untuk mengancam ayahnya.

"Baiklah, aku akan tinggal di sini untuk beberapa waktu," ucap Rain.



To be continued....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top