Prolog

Dua puluh lima tahun silam, kakak perempuan Raina Olivia yang berumur lima belas tahun meninggal dalam kecelakaan. Hal itu membuat keluarga Rain begitu kehilangan. Karena Alexa-saudari Rain dulu adalah anak yang paling dibanggakan di keluarga itu, dan semua orang juga meyukai Alexa.

Setelah kematian saudarinya, Raina dilahirkan, dan di tuntut untuk menjadi seperti Alexa. Mulai saat itu, Rain hidup hanya untuk menjadi Alexa, putri tersayang keluarganya.

Penampilan, sikap, gaya rambut, bahkan hobi harus seperti Alexa. Rain tidak diizinkan untuk menjalani hidupnya sesuai keinginan. Karna Rain dilahirkan untuk menjadi Alexa.

Rain hidup untuk orang lain, wanita malang itu dari kecil begitu menginginkan kebebasan, menjadi dirinya sendiri, melakukan apa yang di sukainya dan tidak selalu dituntut untuk melakukan apa yang tidak ia sukai.

Melukis adalah kesukaan Alexa. Sedangkan Rain begitu suka bernyanyi, menjadi penyanyi terkenal adalah impiannya. Namun, demi kedua orang tuanya, Rain memaksakan diri untuk menjadi pelukis seperti yang diinginkan mereka, dan mengubur dalam-dalam cita-citanya.

"Kenapa kamu melamun?"

Rain menoleh ke arah wanita paruh baya yang baru saja menutup pintu ruangan.

Rain menarik ujung bibirnya ke atas, memaksakan diri untuk tidak terlihat sedih. Wanita itu membersihkan tangannya yang penuh dengan cat warna dengan kain, kemudian menatap ibunya.

"Rain sedang memikirkan apa yang perlu Rain lukis, Mah," ujar Rain.

Wanita paruh baya itu melangkah, mengamati lukisan putrinya yang baru setegah jalan. Hera tersenyum, dan mencubit pipi Rain gemas.

"Bagus sekali, Rain. Kalo Papa kamu liat pasti bangga dengan kamu," ujar Hera-ibu Raina.

Rain terlihat bahagia mendengar ucapan ibunya. "Benarkah?" ucapnya tak lepas dari senyumnya yang cerah.

"Iya," jawab Hera seraya tersenyum. "Makanlah setelah kamu selesai, ya. Mama tunggu di bawah, sebentar lagi Papa juga pulang."

Rain melirik jam bundar di tengannya, sudah tiga jam ia duduk di ruangan itu. Sekarang sudah hampir larut, dan ia belum juga menyelesaikan lukisan yang ayahnya minta.

Gadis itu kemudian bergegas secepatnya menyelesaikan lukisannya.

°°°

Rain terdiam dan menundukkan kepalanya ketika ayahnya datang ke ruangan lukisnya untuk mengamati hasil lukisannya.

"Kamu lukis apa ini?" tanya Alexander-ayah Rain degan suara keras. "Dulu pas Kakak kamu masih hidup, walaupun masih kecil dia sudah begitu hebat melukis."

Rain sudah berusaha keras, dan tetap saja hasilnya tidak pernah membuat ayahnya puas. Ingin sekali Rain membantah ayahnya, setiap orang berbeda-beda dan memiliki keahlian berbeda juga.

"Besok Papa bawa Tutor buat kamu, selama sebulan kamu harus bisa semaksimal mungkin," ujar Alexander.

Rain hanya mengangguk dengan kaki yang masih gemetar. Rain kuat, gadis itu tidak mudah menangis. Lebih tepatnya, bisa menjaga air matanya agar tidak keluar. Ia sudah kebal menghadapi hal seperti ini.

To be continued...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top