Malam yang indah🔞

Hari sudah semakin malam, setelah mengantarkan Jia ke rumahnya, Awan akan kembali ke apartemen. Namun, ia berpikir kembali apakah Rain sudah pulang ke apartemen atau pulang bersama Arya?

Semakin dipikirkan semakin membuat Awan gusar. Atau jangan-jangan, Rain malah pulang ke orang tuanya. Walaupun itu adalah hal baik, jadi ia tidak perlu melihat Rain di apartemennya dan wanita itu kembali ke orang tuanya. Tetapi tetap saja, Awan masih merasa bersalah dengan kejadian beberapa jam lalu, dan juga ia merasa kasihan kepada Rain.

Awan sudah sampai di basement apartemennya, ia turun dari mobil kemudian sedikit mempercepat langkahnya untuk memastikan sesuatu.

Awan merogoh kunci pada saku celananya, membuka kenop pintu secara perlahan.

"Kau baru pulang?"

Suara wanita yang tak asing tiba-tiba mengagetkan Awan. Itu Rain yang tersenyum di depan pintu seperti tidak terjadi masalah apa-apa, dan itu membuat Awan lebih merasa bersalah sekaligus khawatir.

Rain menunduk seraya menarik satu tangan Awan untuk digengnggam. "Maafkan aku soal kejadian tadi sore, itu kesalahanku aku tidak bisa mengontrol kemarahanku sendiri," ujarnya.

Awan sontak menggelengkan kepalanya, menarik Rain ke pelukannya. "Itu bukan kesalahan kalian berdua, yang sudah terjadi biarlah terjadi," ucap Awan seraya mengelus pelan surai Rain.

Rain mendongak dan tersenyum menatap Awan. Kemudian membuka kemeja pria itu dan tersisa hanya kaos hitam polos saja.

"Kau pasti cape seharian pergi, istirahatlah!" tukas Rain, dan berbalik mendahului Awan.

Awan tersenyum sekilas, dan langsung menarik Rain, memeluk wanita itu dari belakang. Awan menyandarkan kepalanya pada pundak Rain.

"Kenapa? Kau tidak bisa begini ke Jia, jadinya kau melakukan denganku?" tanya Rain.

Awan tidak setuju dengan pertanyaan Rain. Mungkin sebelum-sebelumnya ia melakukan itu karena tidak bisa melakukannya dengan Jia. Namun sekarang, ia melakukan dengan sendirinya, ia memang ingin memeluk Rain.

"Iya, kan?" tanya Rain sekali lagi karena masih belum mendapatkan jawaban dari Awan.

"Engga, aku memang ingin meelukmu," ucap Awan. Pria itu kemudian membalikkan badan Rain, perlahan memajukan wajahnya hingga kini mereka hanya berjarak satu milimeter.

Rain bisa merasakan napas Awan yang memburu. "Kenapa?" tanyanya.

Awan tersenyum, "sudah lama kita tidak berciuman," ujar Awan, dan seketika itu langsung menyambar bibir Rain.

Mereka beradu lidah satu sama lain, saling mengecap bibir satu sama lain, dan mengontrol napas mereka yang mulai kekurangan oksigen. Ketika tangan Awan mulai menjelajah seluruh tubuh Rain, wanita itu merasa tidak nyaman. Rasanya aneh.

"Cukup, Awan. Aku belum siap," ujar Rain seraya mencegah Awan agar tidak meneruskan aksinya. "Aku cape."

Awan tidak memedulikan ucapan Rain dan malah membuka seluruh kancing kemeja Rain, dan membuka kaos Rain membuat wanita itu kini terekspos hanya menggunakan bra saja.

Rain menyilangkan kedua tangannya untuk menutupi dadanya yang terbuka. Menggeleng putus asa ke arah Awan.

"Jangan sekarang," ucap Rain.

"Aku tidak bisa menahannya lagi, Rain. Kumohon!" titah Awan, kemudian membuka tangan Rain perlahan. "Apa kau risih? Dadamu sangat bagus."

Rain mengernyitkan keningnya, menunduk untuk melihat apa yang dikatakan Awan. "Apa maksudmu?" tanya Rain polos.

"Idaman pria," ucap Awan sekilas dan langsung menuntun Rain ke kamar. Merebahkan wanita itu di ranjang, dan mulai menjamah, dan membuka satu persatu bagian di tubuh Rain yang tertutup.

"Awan aku ...." ucap Rain menggantung. Wanita itu ingin mengatakan sesuatu, akan tetapi tidak berani mengatakannya.

"Kenapa? Kamu harus siap, sayang," ujar Awan parau.

Awan menciumi seluruh tubuh bagian atas Rain, kemudian beralih menatap di balik celana pendek Rain. Pria itu masih melakukan keinginannya walaupun sedari tadi Rain terus-terusan mencegahnya.

Rain menendang Awan sekuat tenaga hingga terpental jauh. "Maafkan aku, aku sedang menstruasi," ucap Rain pelan.

Awan mengusap bokongnya yang membentur lantai dengan keras, menatap wajah Rain yang sudah merah padam. "Ya ampun ... maafkan aku, kenapa kau tidak mengatakan dari tadi," ujar Awan.

"Kau tidak memberikanju kesempatan untuk mengatakan," desis Rain.

"Yaudah, maaf. Pakailah bajumu," ucap Awan seraya bangkit, dan menghampiri Rain. Membantu wanita itu memungut beberapa pakaian yang tadi ia buang. "Jadi, aku harus selesaikan sendiri lagi?"

Rain mendongak menatap Awan yang kini berdiri di depannya. "Iya," sahutnya.

"Ini sudah terlanjur, maukah kau membantuku? Untuk kali ini saja," titah Awan seraya menyatukan kedua telapak tangannya, memohon kepada Rain.

"Caranya?" ucap Rain seraya memakai pakaian.

"Jangan dulu dipakai, nanti aku ajari." Awan duduk di samping Rain, dan langsung meminta wanita itu melakukan instruksinya untuk menuju kenikmatan duniawi seorang pria.

°°°

Rain membuka matanya ketika mendengar suara alarm yang berbunyi sedari tadi, wanita itu mengambil alaram di atas meja, dan langsung mematikannya.

Rain melihat pria di sampingnya yang masih tertidur lelap seraya memeluknya. Wanita itu mengingat kejadian panas semalam. Dengan membayangkan kembali saja membuat pipi Rain sangat merah sekarang. Ia tidak pernah menyangka akan melakukan hal seperti itu.

Hal yang paling Rain sukai ketika bangun tidur adalah mengamati wajah Awan. Ketika pria itu tertidur, Rain bisa dengan leluasa memandangi wajah pria itu sepuasnya.

Rain menggerakan tangannya untuk menyetuh pipi Awan. Namun gerakannya terhenti ketika kini tangan Awan mencegahnya.

"Sudah puas menatap ketampananku?" tanya Awan masih dengan mata terpejam.

Rain menarik tangannya kembali, "kau sudah bangun?" tanyanya.

Awan membuka matanya, dan menatap Rain. Tersenyum cerah ke arah Rain.

"Siapa yang akan tahan jika terus dipandangi wanita secantik kau, Rain," ucap Awan.

"Ada apa denganmu? Tak seperti biasanya. Kenapa kau begitu manis pagi-pagi, membuat aku curiga saja," ujar Rain kemudian mendudukkan badannya memunggungi Awan.

"Kau malu?" tanya Awan seraya memeluk manja Rain yang sedang duduk.

"Lepaskan, Awan!" titah Rain.

"Ngga mau," sahut Awan.

Rain menatap Awan, "kenapa kau tidak merengek ke Jia saja. Kau punya pacar bukan," ujar Rain.

Awan mengedurkan pelukannya. "Aku tidak pernah manja ke Jia. Malu lah, pasti Jia langsung menendangku," ujar Rain.

"Terus kau melampias---"

"Sst ... jangan berkata seperti itu lagi, aku tidak melampiaskannya denganmu. Hatiku yang memang menginginkannya denganmu," ujar Awan seraya mendudukkan badannya sejajar dengan Rain. Pria itu mengambil kaosnya yang tergeletak tak jauh darinya, kemudian langsung memakainya.

"Kenapa?" tanya Rain.

"Karna kau begitu menggoda," bisik Awan kemudian berdiri dari tempat tidurnya dan berlalu meninggalkan Rain untuk membersihkan diri.

Rain tertunduk malu, iya dia malu kepada dirinya sendiri yang sudah berharap lebih. Ia kira Awan melakukan itu karena ada sedikit prrasaan keadanya. Akan tetapi tebakannya salah, Awan melakukan itu tak lain karena tubuhnya yang katanya menggoda itu.

Rain memukul kepalanya pelan untuk menyadarkan diri agar sadar diri dengan posisinya.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Awan yang kembali mengambil hnaduk di belakang pintu.

"Eum ... ngga apa-apa, aku hanya merasa ada kutu di rambutku," ujar Rain seraya tersenyum ke arah Awan.

"Mandilah kalau begitu, itu pasti biang keringat di rambut kepalamu," ucap Awan seraya bergidik dan meledek Rain.

"Iya," sahut Rain.

To be continued...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top