Hasrat Awan
Brak!!
Pintu apartemen terbuka dengan begitu keras, di balik pintu, Awan berjalan tergesa-gesa seraya megedarkan pandangannya mencari seseorang.
"Rain," panggilnya mencari ke penjuru arah.
Hari ini, Awan seperti biasa pergi bekerja di pagi hari dan akan pulang ketika sore datang. Namun kali ini, Awan pulang terlambat karena akan makan bersama kekasihnya.
Sakarang sudah jam sembilan malam, dan Rain sudah siap-siap akan tidur, tiba-tiba dikagetkan dengan kedatangan Awan yang terlihat begitu aneh.
"Awan, kenapa?" tanya Rain bingung.
Tanpa aba-aba, Awan langsung menarik Rain dan memeluk wanita itu dengan erat. Perlahan, ia pun menghirup serta menciumi aroma rambut Rain yang baru saja keramas.
Gelakak Awan terlihat begitu aneh sekarang, membuat Rain kebingungan dengan sikap pria yang kini memeluknya.
"Izinkan aku menciummu," ujar Awan parau. Sepertinya pria itu tengah menahan sesuatu. Apa yang terjadi?
"Apa?"
Belum sempat Rain bertanya, Awan langsung menyambar bibir Rain dengan bringas membuat sang empu kewalahan untuk mneyeimbangkan diri.
Awan merebahkan tubuh Rain perlahan, menciumi wanita itu dari ujung kepala, kemudian turun ke bawah. Sebelum sempat pria itu mencium dada Rain, Rain langsung menghentikannya dengan kedua tangan yang menahan tubuh Awan.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Rain.
"Kau berjanji untuk selalu ada di saat aku membutuhkannya. Dan sekarang aku ingin menagih janjimu," ujar Awan parau.
"Apa yang kau inginkan sebenarnya?" tanya Rain kembali.
Awan tidak mengatakan apa pun, dan melanjutkan aksinya. Menciumi seluruh tubuh Rain tanpa memedulikan wanita yang kini meronta-ronta ingin di lepaskan. Bahkan Rain menutup mulutnya sendiri agar tidak menangis histeris. Ia sungguh takut sekarang, apa yang harus ia lakukan?
"Jia, aku mencintaimu," gumam Awan.
"Siapa Jia?" Rain lagi-lagi dibuat terluka oleh Awan. Mengapa di saat seperti ini pria itu malah memanggil nama wanita lain.
Rain menatap ke wajah Awan penuh permohonan. Namun tetap saja, Awan tidak memberikan celah sedikitpun. Rain dengan berani menampar pipi Awan untuk menyadarkan pria itu.
Awan merebahkan tubuhnya di samping Rain dan mengurungkan niatnya. Pria itu mengusap wajahnya kasar, kemudian duduk dan menyelimuti tubuh Rain melihat baju wanita itu kini sudah terangkat ke atas mengekspos tubuh polos wanita itu.
Rain memeluk kakinya seraya memunggungi Awan. Ia menangis tanpa mengeluarkan suara, batinya begitu terluka dan terkejut dengan tindakan Awan.
"Maafkan aku," ujar Awan tanpa menoleh.
Rain kembali terisak. Ia pikir hidupnya akan sedikit damai di sini, dan waktu itu Awan hanya mengancamnya saja. Namun ternyata nasibnya selalu saja seperti ini, tidak beruntung.
"Kenapa kau melakukan itu," tukas Rain.
"Aku ... aku ingin melakukannya dengan Gea, kekasihku. Tapi aku tak bisa," ucap Awan.
"Kenapa?"
Rain duduk kemudian menatap Awan dari samping.
"Jia berharga bagiku, aku tidak ingin dia kecewa jika aku melakukannya. Aku ingin selalu menjaganya," ujar Awan.
Tanpa sadar, air mata Rain lolos begitu saja di pipi mendengar jawaban Awan yang begitu menyakitkan.
"Jika Jia berharga bagimu, seperti apa sebenarnya aku di matamu?" tanya Rain. "Apa kau anggap aku hanya pemuas hasratmu saja? Begitu?"
"Bukan seperti itu ... maksudku, aku belum berani melakukan itu dengan Jia. Jadi aku melampiaskan---"
"Melampiaskan? Aku? maaf, aku baru sadar sekarang aku bukan siapa-siapa di sini. Aku hanya wanita tak tau malu yang memohon untuk ditampung," tukas Rain.
"Arrgh!! Kenapa kau tidak faham-faham?" teriak Awan. "Aku belum pernah melakukan hal seperti itu, dan aku takut ketika aku mencoba dengan Jia dia akan kecewa denganku! Jangan lupa tempatmu di sini hanya sebagai teman tidurku saja, Rain. Jangan bertindak seolah kau siapa, dan aku berhak melakukan apa pun denganmu karna kau sudah berjanji."
"Cukup!!" teriak Rain.
Hanya ada keheningan di tempat itu. Suara deru napas terdengar sangat jelas, dan keduanya sama-sama terdiam saling menatap satu sama lain.
Jika bukan karena keadaan Rain yang sedang dalam intaian banyak orang, sebenarnya Rain juga sudah tidak tahan tinggal bersama Awan lagi di ruangan yang sama. Untuk apa bertahan jika di tempat ini Rain tidak merasa dihargai sedikit pun.
"Kau benar, aku hanya wanita yang berlindung di sini. Aku bukan siapa-siapa, maafkan aku karena membantahmu," ujar Rain. "Ayolah, lakukan apa yang kau mau. Aku tidak akan berteriak, membantah atau apa pun."
Rain mengusap air matanya, mencoba menarik kedua ujung bibirnya untuk sedikit tegar. Rain mengingat kejadian kemarin ketika Awan menyelamatkannya dari beberapa pengawal ayahnya dan Aron. Rain mengingat balas budi yang harus ia berikan kepada Awan.
"Lupakan!" ujar Awan kemudian pergi meninggalkan Rain.
°°°
Di atap apartemen, Awan berdiri mengamati suasana kota yang terlihat jelas dari sana. Pria itu mengambil satu bungkus rokok di dalam saku celananya, mengambil satu batang kemudian menyalakan api dan langsung menghisap rokok itu.
Pria itu terus memandangi langit yang penuh bintang malam ini dengan mulut penuh kepulan asap rokok. Awan mencibir dirinya sendiri yang tidak bisa dikendalikan.
Tiba-tiba, ia teringat ketika keluar secara diam-diam bersama Rain kemarin. Rasanya begitu menyenangkan bertindak layaknya seorang buronan polisi. Tanpa sadar Awan tersenyum tipis.
"Kau itu terkadang bodoh dan menyebalkan, tapi kau juga sering terlihat cantik dan lucu," gumam Awan.
Awan duduk seraya memainkan ponselnya dengan cara diputar-putarkan ke atas. Jika dipikir-pikir, ia sudah begitu menyakiti hati Rain tadi. Mau bagaimanapun, Rain adalah seorang wanita dan jangan lupa Wanita mudah sekali sakit hati.
Awan mengusap wajahnya kasar, jika sudah begini apa yang harus ia lakukan nantinya. Pasti Rain sudah sangat marah kepadanya. Atau kecewa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top