Bahagia??
"Terkadang sesuatu yang kita lihat tidak tentu sesuai dengan kenyataan."
Rain tengah menyiapkan sarapan untuk Awan yang masih tertidur pulas. Hari ini adalah weekend, dan Awan harus menghabiskan satu hari penuh bersama Rain di rumah membuat pria itu enggan untuk bangun dari tidurnya.
Rain memasak menggunakan bahan seadanya saja. Mengingat minimnya bahan-bahan makanan di apartemen Awan.
"Awan, pergilah cari bahan-bahan makanan. Banyak yanh sudah habis," ujar Rain seraya menepuk-nepuk pundak Awan.
"Malees, ini weekend pasti ramai di pasar," sahut Awan.
"Yaudah, aku aja ya yang belanja," ujar Rain.
"Jangan, nanti bawahan Papa kamu liat kamu gimana?" tanya Awan mulai panik.
Pria itu duduk menatap Rain dengan wajah kusut khas bangun tidur. Matanya setengah terbuka dengan suara sedikit serak.
"Aku akan pergi sembunyi-sembunyi," ucap Rain. "Kan baju aku baru semua, mereka pasti tidak akan mengenaliku jika aku meutupi wajah aku."
Awan menggeleng cepat. Akan sangat berbahaya jika ada yang melihatbRain keluar dari apartemennya. Selain tetangga apartemen yang suka menghosip, Awan juga takut ada yang mengenali Rain sebagai wanita yang hilang karena diculik. Itu membuat Awan begitu khawatir.
"Kan aku udah hampir satu minggu tidak ke luar. Aku ingin hirup udara luar juga, dong."
Awan membuka matanya lebar, kemudian lngsung berdiri di samping Rain. "Okelah kalau begitu, kita pergi sama-sama. Tapi saratnya kau tidak boleh ketauan sama sekali," ujar Awan.
Rain mengangguk kemudian memperlihatkan peralatan yang sudah ia persiapkan dari dulu. Ada kaca mata kotak, cindung wanita, serta masker hitam. Pasti siapa pun yang melihatnya tidak akan mengenalinya, di tambah ia jago melukis, kali ini ia akan melukis wajahnya agar terlihat sedikit terluka. Jadi tidak ada yang akan curiga karena tau Rain hanya menutupi lukanya saja.
°°°
sepuluh menit berlalu. Rain menunggu Awan yang masih di dalam kamar sibuk memilih-milih baju.
Rain mencibir, "cowo dandanya melebihi cewe, bahkan lebih lama."
"Sabar!" teriak Awan.
Beberapa detik kemudian, Awan ke luar dari kamar dengan begitu keren. Selain wajahnya yang tampan, Awan juga pandai dalam masalah penampilan, karena kerjanya di perusahaan periklanan, Awan belajar dari beberapa model di perusahaannya.
"Tampannyaa," ucap Rain.
Awan menarik satu alisnya ke atas ikut mengamati penampilan Rain. Berhasil, bahkan dirinya juga tidak bisa mengenali Rai. dari tadi karena bakat Rain yang bisa menutupi identiras wanita itu.
"Kita pergi sekarang?" tanya Awan.
Rain mengangguk kemudian menggandeng tangan Awan. "Jangan lupa ada luka di sekitar mataku, semu orng pasti mengira aku itu buta."
Awan mengangguk mengiyakan Rain. Mereka berdua akhirnya bisa pergi dengan aman ke luar apartemen tanpa ada yang mencurigai keduanya.
Awan tersenyum menyapa seseorng yang baru saja lewat di depan apartemennya. Sepertinya tidak ada yang curiga tentang Rain. Mungkin saja mereka mengira Awan membawa adik perempuan pria itu yang ada di kampung. Karena mereka tahu, adik Awan tidak bisa melihat.
"Aman?" tanya Rain yang langsung dijawab anggukan oleh Awan.
Mereka berdua memasuki mobil sedan silver yang Awan punya dan mulai membelah kepadatan kota Jakarta di hari weekend.
Beberapa kali mereka terjebak macet lampu merah di persimpangan jalan. Sudah lama Rain tidak melihat suasana kota Jakarta. Ia selalu dikurung di dalam apartemen. Lebih tepatnya bersembunyi di sana.
Hanya betuh waktu sepuluh menit untuk Awan sampai di tempat perbelanjaan sayur dan buah-buahan segar. Mereka turun dari mobil dan mulai memainkan peran masing-masing.
Rain sengaja membuat luka di sekitar matanya agar ia bisa terus dekat dengan Awan. Ia takut akan ditinggalkan sendirian oleh pria itu, dan juga ia merasa nyaman di dekat Awan.
"Apa yang harus kita beli dulu?" tanya Awan.
Rain melirik ke atas dengan satu tangan yang memegang dagunya. "Sayur dulu," ujarnya.
Awan langsung mengangguk dan menggandeng Rain ke tempat sayuran yang tak jauh dari mereka berdiri saat ini.
Mereka berdua bersenang-senang memilih bahan-bahan makanan yang diperlukan. Walaupun orang-orang menganggap Rain misterius, Rain tetap saja enjoy dengan kegiatanya.
Namun semuanya berakhir begitu saja ketika Rain melihat beberapa bawahan ayahnya yang sedang berpatroli di sana. Jangan sampai mereka menganali Rain. Walaupun Rai. sudah semaksimal mungkin menyamar. Tetap saja, ia takut bawahan ayahnya masih bisa mengenalinya. Ia tidak ingin membahayakan Awan jika nantinya ia ditangkap dan Awan akan di sangka penculik karena tengah betada dengannya.
"Ayo kita seleseikan ini," tukas Rain sedikit grogi.
"Baiklah," sahut Awan. Pria itu menoleh menatap seseorang yang sedang Rain perhatikan dari tadi. "Apa kau kenal dengan mereka?" tanyanya.
Rain mengangguk mengiyakan. "Mereka bawahan Papa aku. Ayo kita pergi saja dari sini."
Awan kemudian menarik tangan Rain agar pergi berlawanan arah dengan para penjaga itu.
Di basement tempat mobil mereka terparkor. Tiba-tiba saja ada seseorang yang menepuk pundak Rain dari belakang.
"Aron," gumam Rain tanpa bersuara.
"Apa aku boleh bertanya?" tanya Aron. Pria itu masih tidak curiga dengan penampilan Rain. Kemudian memberikan sebuah foto kepada Awan. "Apa Anda melihat wanita ini di sekitar sini?"
Rain melihat Aron yang tengah mencarinya juga. Ia melihat foto dirinya senditi yang berada di tangan Aron. Akan sangat berbahaya jika ia ditemukan oleh Aron terlebih dahulu.
Awan menggeleng sebagai respon. Dan Rain juga berusaha agar tidak berbicara sepatah katapun, karena pasti Aron akan mengenali suaranya. Mengapa pria itu bisa sampai di tempat ini?
Aron berterima kasih kemudian pamit untuk pergi. Namun, baru beberapa langlah, Aron kembali menoleh membuat Rain dan Awan begitu terkejut.
"Hei, Tuan. Akan lebih baik jika istrimu melakukan operasi plastik. Wajahnya begitu jelek, bahkan bau," tukas Aron kemudian kembali melangkahkan kaki.
"Yes!" ucap Rain girang. Tidak menyangka usahanya membuahkan hasil. Ia memang sengaja sedikit mmeberikan anti biotik di wajahnya agar terlihat nyata luka itu.
"Baguslah, ayo kita pergi dari sini," ujar Awan.
"Tunggu!"
Mereka berdua menoleh dan melihat dua anak buah ayah Rain sudah berada di belakang mereka. Sial, sepertinya mereka menyadari keberadaan Rain.
"Hei wanita buta, apa kau mencuri sesuatu," ucap salah satu dari mereka. Ternyata mereka bukan mencurigai keberadaan Rain akan tetapi mereka mencurigai tas yang dibawa Rain. "Aku sudah sangat curiga dengan tas yang kau bawa, dan gerak-gerik kalian yang mecurigakan."
"Tidak," ucap Rain. Namun dua orang itu tidak langsung percaya dan langsung merebut tas Rain dan mendorong Rain hingga jatuh.
"Kami tidak percaya wanita sepertimu tidak akan berbuat ulah, kami tau kau hanya pengemis yang menyamar untuk bisa mengambil barang seenaknya di sini."
"Apa yang kau katakan!" teriak Awan. Pria itu langsung maju dan meninju dua bawahan ayah Rain. "Setidaknya kami punya uang untuk membayar."
Dua orang itu membuka tas Rain dan mengeluarkan seluruh isinya, dan tidak menemukan apa-apa selain buku besar. Melihat apa yang dicurigainya ternyata salah, dua orang itu kemudian langsung pergi dari sana tanpa meminta maaf kepada Rain maupun Awan.
"Makanya kalau mau menuduh seseorang, pikirkan dulu. Untung kami tidak menuntut kalian berdua!" teriak Awan.
Dua orang itu masih acuh seperti tidak ada salah apa pun, dan meninggalkan tempat itu.
"Sudahlah, kita harus bersyukur mereka tidak mengenaliku, ayo kita pulang," ujar Rain.
Awan mengangguk kemudian membuka kunci mobilnya dan memasukkan sayuran yang tadi ia beli di kursi penumpang.
To be continued...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top