Ch. 9 : Kisah yang Terlewat

Sosok itu menghela nafas, "Kau selalu saja menjadi seseorang yang keras kepala. Karena itulah kau yang pertama kali menangkap perhatianku waktu itu. Duduklah, nak. Menurutku lebih baik jika kau tidak berdiri ketika mendengarnya"

"Saya mengerti" Enryu membungkukkan kepalanya, dan duduk di permukaan tanah yang kering namun lembut di bawah kakinya.

"Kau bilang kau terakhir mendengar kabar tentang Arlene Grace ketika dia hendak menaiki lantai 101, benar? Baiklah, karena aku juga tidak tertarik dengan perjuangan berdarah mereka, lebih baik aku mulai saja ketika mereka sudah sampai ke lantai 134.

Ketika mereka hendak lanjut ke lantai selanjutnya, yaitu lantai 135, Jahad menolak dengan tegas. Dia beralasan bahwa Administrator di lantai tersebut sangatlah kuat dan tidak bersahabat. Dia memang tidak salah, Administrator itu benar-benar kasar.

Arlene dan V menentangnya karena mereka ingin terus menaiki Menara untuk sampai ke puncaknya, mengkritik keputusannya dan berkata bahwa dia dibutakan oleh "kebohongan". Jahad itu keras kepala, kau tau? Dia menghiraukan protes mereka, membuat kontrak dengan Administrator dan menjadi Raja Menara.

Lalu setelah dia menjadi raja seperti yang selalu dia harapkan, dia menemui Arlene dan melamarnya"

"Apa?!" Enryu sontak berteriak ketika mendengarnya, "Ja- Jahad melamar Arlene?! Berani-beraninya dia!" geramnya seraya mengepalkan tinjunya.

"Tenanglah, nak. Aku tidak menceritakan ini untuk melihatmu kehilangan kendali. Ya, Jahad memang melamar Arlene, tapi Arlene menolaknya karena dia telah bertunangan dengan V. Setelah menjatuhkan lamaran dari Jahad, dia dan V pun kabur, membentuk sebuah organisasi untuk menentang Jahad.

Tujuan utama mereka adalah merebut "kunci" yang dimiliki Jahad, yang dapat memberi akses untuk menaiki lantai 135 dan seterusnya. Sebuah perang hebat meletus di Menara untuk waktu yang lama, penuh dengan darah yang seakan-akan tak akan berhenti tumpah.

Jahad, yang bersekutu dengan 10 orang lainnya yang termasuk dalam rombongannya, berhasil mengalahkan kubu oposisi, membuat Arlene dan V terpaksa bersembunyi sebagai buronan perang yang diburu. Yang tidak Jahad ataupun yang lain ketahui, Arlene sudah mengandung anaknya dan V ketika mereka kabur dari kekaisaran Jahad"

"Arlene dengan V..." Enryu tersenyum untuk menenangkan sedikit kebahagiaan yang tiba-tiba muncul dalam dirinya, "Kemudian apa yang terjadi?"

"Mereka kabur ke lantai 43, dimana Arlene melahirkan seorang bayi lelaki dan membesarkannya untuk sementara waktu"

"Sementara waktu?" Enryu mengulangi, "Apakah setelah putra Arlene lahir, mereka kembali kabur?"

"Tidak, nak" sosok itu menggeleng, dan Enryu dapat menangkap kesenduan dalam nadanya, "Cinta yang dimiliki Jahad untuk Arlene sangatlah besar. Dia shock ketika mengetahui Arlene memiliki putra dengan V. Dipenuhi ketidakpercayaan dan amarah, Jahad melacak keberadaan mereka, sampai beranjak dari singgasananya hanya untuk melampiaskan emosinya.

Kemudian membunuh putra Arlene tepat di depan ibunya sendiri"

Enryu terkesigap, tangan langsung naik untuk menutupi mulutnya yang bergetar. Dia dapat merasakan kedua matanya berdenyut kesakitan bagaikan ada yang menusuknya, dan pandangannya mulai kabur oleh air mata. Isakan pelan terselip dari bibirnya, dan dia berusaha keras untuk tidak menangis tersedu-sedu.

Sosok itu terdiam sejenak, memperhatikan Enryu yang tampak hancur seakan-akan dunia sedang terpecah belah di hadapannya. Dia memberinya waktu untuk menumpahkannya kesedihannya, sebelum kembali berbicara.

"Kehilangan putranya tepat di depan matanya sendiri membuat Arlene kehilangan kewarasannya. Sejak saat itu, Arlene benar-benar berubah, dan dia sudah beribu-ribu kali mencoba untuk bunuh diri, merasa bahwa hidup tak lagi ada gunanya jika putranya tidak ada.

V sudah tidak tahan lagi melihat istrinya dalam keadaan seperti itu. Tampaknya dia menyalahkan diri sebagai penyulut seluruh kejadian ini, menganggap bahwa karena dirinya lah istri tercintanya serta putra mereka harus mengalami hal kejam tersebut.

Meraih pedang kebanggaannya yang selalu dia bawa kemanapun dia pergi, V kemudian mengambil hidupnya sendiri. Karena dia tidak terikat dengan kontrak keabadian di Menara, dia akhirnya meninggal dunia karena bunuh diri.

V meninggalkan sebuah catatan untuk Arlene, bertuliskan bahwa dia sebaiknya melupakan semua yang sudah terjadi dan memintanya untuk kembali pada teman-temannya, supaya dia bisa kembali hidup dengan bahagia.

Namun tidak, Arlene tidak mengindahkan permintaan suaminya. Menggunakan suatu mantra yang dapat menjaga tubuh anaknya yang sudah meninggal dari membusuk, Arlene meninggalkan lantai 43 dan diam-diam berkelana di Menara untuk mencari jalan keluar. Sejak itu kabarnya tidak pernah terdengar lagi"

Enryu menarik nafas dalam, mengangkat kepalanya yang semula tertunduk saat dia menangis tanpa suara. Matanya sedikit membengkak oleh air matanya, namun giginya saling bergemeletuk saat dia kembali bersuara, "Cerita anda tampaknya belum selesai. Apa ada hal lainnya yang ingin anda sampaikan pada saya?" tanyanya, nada dingin dan keras.

"Pria seperti Jahad bukanlah pemimpin yang cocok bagi Menara. Seseorang akan mendatanginya dan menurunkannya dari tahtanya. Sayang sekali Jahad telah membuat kontrak lainnya dengan para Administrator, yang membuatnya tak bisa dikalahkan oleh mereka yang hidup dalam Menara.

Yang menurunkanya dari tahtanya haruslah orang luar seperti dirinya"

"Kalau begitu, apa anda ingin saya memasuki Menara untuk menghadapinya?" Enryu berkata, menerka air matanya yang masih terkumpul di pelupuk matanya dengan kasar, "Jika benar penghuni Menara tak bisa mengalahkannya, maka saya sendiri yang akan melakukannya dengan kedua tangan saya sendiri"

"Tidak, nak. Itu bukanlah takdirmu, namun takdir orang lain. Karena itulah aku memanggilmu kesini. Ada sesuatu yang aku ingin kau lakukan" sosok itu kemudian mengungkapkan sesuatu pada Enryu. Sebuah jarum merah yang berbentuk segi empat bagaikan bentuk wajik. Ketika Enryu menerimnya, seluruh tubuhnya bergetar oleh kekuatan yang dia rasakan dari jarum itu.

"Jarum ini..." Enryu memegangnya dengan tampang ragu, "Jadi... Anda ingin saya memberikannya pada seseorang di Menara?"

"Nak, seseorang yang aku maksud itu bahkan belum ada. Aku memintamu untuk mendatangi Menara dan meninggalkan jarum ini di salah satu lantainya. Tidak peduli siapapun yang menemukannya, mereka tidak akan bisa menggunakannya kecuali mereka merupakan orang dari luar Menara. Orang-orang di dalam Menara tak akan pernah bisa membendung kekuatan yang diberikan oleh jarum ini.

Jarum itu akan membelah tenggorokan sang raja, dan pemiliknya akan membawa keadilan yang sudah sepantasnya diterima oleh penghuni Menara"

"Dimana saya harus meletakkannya? Menara punya banyak sekali lantai" tanya Enryu ketika jarum itu melayang di atas bahunya.

Sosok itu terdiam sejenak.

"Tuan?" Enryu memanggilnya dengan suara kecil.

"... Beberapa tahun kemudian setelah kejadian tragis Arlene kehilangan putranya, Jahad membangun sebuah kuil di salah satu lantai di Menara untuk memuja dirinya dan membuat pengikut fanatiknya untuk berbondong-bondong datang ke tempat itu sebagai tempat pemujaan. Dengan pengaruhnya, dia juga menghapuskan segala jejak mengenai Arlene dan putranya dari lantai tersebut, memastikan bahwa seakan-akan mereka tak pernah ada"

Manik merah darah Enryu membelak ketika dia mengerti maksud sosok di hadapannya.

"Lantai yang kumaksud adalah lantai 43, nak. Lantai favorit Arlene, dan lantai dimana dia melahirkan dan membesarkan putranya"

Enryu tiba-tiba bangkit dari posisinya, dan berlutut penuh hormat di hadapan sosok tersebut, "Saya akan melaksanakan perintah anda secepatnya. Saya tak akan mengecewakan anda" suaranya penuh dengan keyakinan, dengan sedikit kemurkaan yang menghiasinya.

Sosok itu hanya mengangguk, tidak mengatakan apa-apa lagi saat dia menyaksikan Enryu berbalik pergi, dengan jarum itu yang perlahan berubah menjadi tidak terlihat di atas bahunya.

.

"Kau ingin memasuki Menara?!"

"Enryu, mungkinkah itu adalah perintah dari "dia"?"

"Diam kau! Seenaknya aja nyelak! Enryu harus menjawab pertanyaanku dulu!"

"Apa maksudmu hah?! Aku juga punya hak buat nanya, dasar!"

"Kalian berdua bisa diam gak sih?!" Enryu mengangkat kedua tangannya untuk menjitak kepala Urek dan Phantaminum yang saat ini sedang berdiri di halaman rumahnya, menghiraukan pekikan kaget plus kesakitan mereka.

Enryu menggerutu sambil mengusap-usap kepalan tangannya, "Untuk pertanyaanmu, Urek, jawabannya adalah iya. Dan untuk pertanyaanmu, Phantaminum, ini memang perintah dari "dia". Aku sedang buru-buru, jadi kalian jangan berani-berani menghalangiku"

Urek dan Phantaminum hanya bisa menyaksikan saat Enryu melangkah melewati mereka, langkahnya tegap dan kokoh. Mereka melirik satu sama lain dengan ragu, dan Urek adalah yang pertama untuk memecah keheningan yang tiba-tiba tercipta di antara mereka.

"Kau merasakannya juga kan, Phantaminum?"

Yang ditanya menganggukkan kepalanya.

"Ya. Aura kekuatan yang sangat besar dapat kurasakan dari Enryu"

"Tampaknya akan ada seseorang yang mati nih"

"Kayaknya bukan seseorang lagi deh, tapi banyak orang"

Urek terkekeh, menoel-noel lengan Phantaminum dengan sikunya.

"Kali ini saja aku setuju denganmu"

"Aku iyain aja biar cepet"

~~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top