🕕 06 | Goodbye ..., Love
18 Desember 2022
Sapphire Grand Hotel
Jakarta, Indonesia
06:00 pm
Naeva tersenyum diam-diam ketika membayangkan bagaimana sang Ibu dan tunangannya itu bersumpah dihadapan Yang Maha Kuasa tadi pagi. Dia dan Jaden duduk berdampingan saat itu hanya bisa terdiam dan bertepuk tangan ketika pasangan baru itu berciuman kasih sayang. Saling mengucapkan 'Hello, my family' dengan balutan formal dan mewah itu tadi pagi.
Tidak disangkanya telah selesai dengan pemberkatan, dilanjutkan dengan acara evening party di sebuah hotel. Tentu saja, mereka sekeluarga telah berganti pakaian menyesuaikan tema. Dia berdiri di belakang pintu besar yang tertutup, berjejeran dengan flower girl dan ring bearer di depannya berdampingan. Paling depan diisi dengan pasangan kakek-nenek dari Naeva dan Jaden.
"Kamu gugup? Mau minum?" tanya Jaden yang berada di sampingnya.
"A bit," bisiknya dan tertawa canggung.
Di belakang mereka sudah ada Kyle yang mengaitkan tangannya di lengan Samuel. Keduanya sudah siap untuk menuntaskan kegiatan hari ini dengan busana yang baru. Busana yang juga mereka abadikan di dalam foto pre-wedding.
Naeva dan Jaden sudah melihat album tersebut dan tidak disadari bahwa pintu telah terbuka, menandakan bahwa mereka harus masuk ke dalam ball room yang telah diisi oleh tamu undangan. Jaden menaikkan lengannya, disambut dengan rangkulan malu-malu oleh Naeva di lengan pemuda itu. Mereka berjalan masuk ke ruangan dekorasi mewah.
"Hati-hati jalannya."
Meskipun telah putus, Jaden masih perhatian dengannya. Bahkan menarik kursi baginya untuk duduk sebelum pemuda itu mengambil tempatnya di kursi yang lain yang telah disusun oleh panitia.
Pesta telah dimulai, pasangan resmi itu sudah berkeliling menyambut tamu yang datang. Naeva tidak mau ambil pusing mengenai siapa mereka. Karena, pastilah adalah kolega mereka semua dan teman-teman. Sayangnya, baik Naeva maupun Jaden tidak berniat mengundang siapapun ke sini.
Kecuali kalau orang tua dari teman mereka memang memiliki koneksi dengan orang tua mereka.
Naeva berdiri di jajaran dessert yang menyuguhkan makanan manis-manis, melihat kerumunan itu yang kondusif. Tatapannya mengarah ke satu titik yang membuat berdenyut nyeri. Gaunnya yang sampai ke tanah membuatnya kesulitan untuk bergerak dan memilih berdiri bagaikana staff hotel yang melayani di bagian makanan penutup itu.
Satu-satunya yang membekas di ingatannya, Jaden Lionel Adhitama.
Pemuda itu berkali-kali lipat menawan dengan jas hitam yang dibiarkan tidak dikancing, menampilkan kemeja putih dan dasi panjang hitam sedang berdiri di stan minuman sambil mengobrol dengan pasangan yang seusia dengan orang tua mereka.
Naeva tidak heran. Jaden memang ditakdirkan menjadi penerus Adhitama Group sehingga sang Ayah kerap kali mengajaknya ke dalam perjamuan makan malam keluarga antar kolega.
Namun, satu hal yang membuatnya tidak nyaman. Rambut merah Jaden membuat pemuda itu berkali-kali tampan dari biasanya yang dia lihat dengan rambut hitam dan poni yang jatuh menutupi dahinya. Kali ini Jaden tampilannya sangat berbeda.
Setidaknya dia tahu, ketampanan yang mengalir di darah Jaden diturunkan oleh sosok yang sekarang dipanggilnya Papa Sam sesaat sebelum acara sulang-menyulang minuman tadi. Naeva menginterupsi dengan beberapa pesannya yang membuat Kyle Allison menangis.
"Mama, Om ... Papa, selamat untuk pernikahan kalian."
"Mama harus bahagia dengan Papa, ya? Jangan sering lembur."
"Kalau ada waktu ..., ayo liburan bersama sekeluarga. Mama, Papa, aku ... dan Jaden."
Ya, hanya begitu, tidak ada pembicaraan lain lagi. Karena semuanya sudah dikatakan sebelumnya.
"Mama harus bahagia dengan pernikahan Mama, ya? Demi aku ...."
20 Desember 2022
Soekarno-Hatta International Airport
05:00 am
Kyle memeluk putri tunggalnya, tidak peduli kalau suaminya setia berdiri di sampingnya. "Mama nggak pengen kamu jauh-jauh. Tetap tinggal di Jakarta aja, ya? Heum?" bujuk Kyle yang masih enggan melepaskan dekapannya.
Kalau gitu, aku dan Jay nggak akan bisa move on, Ma. Maaf ....
"Nggak bisa, dong. Kan beasiswanya sudah diterima. Sayang banget kalau ditolak, Ma," ucap Naeva dengan senyuman. Dia menarik troller yang berisi koper dan bawaannya. Tas kecil yang berisi dokumen penting serta laptop akan berada bersamanya di penerbangan.
Sang putri itu melihat Samuel, Ayah sambungnya sekarang dengan tatapan penuh sirat makna.
"Ma, Pa, aku pergi dulu, ya. Nanti pertengahan bulan, aku pulang," tutur gadis itu yang tidak melunturkan senyumannya sama sekali.
"Kamu nggak kembali. Biar Papa sama Mama yang ke sana. Hati-hati di jalan dan di sana. Kabarin Mama kalau sudah sampai."
Naeva mengangguk, dan mengurusi dokumennya. Satu jam telah terbuang dan Naeva sudah ada di dalam pesawat duduk paling dekat dengan jendela kecil dan tidak berapa lama, burung besi itu berderu dan mulai melayang di angkasa, berteman dengan gumpalan kapas di sana.
Satu jam penerbangannya berlalu dengan aman dan gadis itu meminta cemilan yang tersedia karena penerbangannya akan sangat lama sampai ke London.
Namun, tiba-tiba lampu pesawat kelap-kelip dan menyala merah, membuat semua orang yang ada di sana kaget dan panik. Apalagi disertai dengan suara pramugari yang meminta mereka untuk tenang dan tetap di tempat.
Naeva menoleh keluar dan terkesiap, asap dari sayap pesawat itu terbakar dan mengepul asap di sana.
God ..., save me.
Bibirnya enggan berteriak, berbeda dengan sekitarnya yang mulai ricuh dan memekakkan telinga. Awalnya, dia mengira mereka bisa selamat ketika mencari daratan untuk melandas secepatnya. Namun, tiba-tiba seseorang berteriak kalau sayap sebelahnya juga mulai menimbulkan asap yang membuat situasi di sana semakin runyam.
Pekikkan serentak terdengar ketika pesawat itu menukik turun. Suara mesin semakin bergetar di bawah kakinya. Naeva melihat keluar, telinganya terasa tuli dan emosinya mendadak berhenti.
Ma, this is my confession.
Ma, I do love my ex-boyfriend like you love your husband now.
Thinking about my life in the future, I got to tie the knot with him and I will walk in the aisle. My imagination must be cringing too much. But that day might be my happiest day ever.
I do, Ma ....
I do.
But I must say I did because your happiness is what matters to me.
Manik Naeva mulai berkaca-kaca. Mungkin hidupnya hanya tinggal menunggu waktu. Tidak peduli kalau sebelahnya sudah ribut untuk menyelamatkan dirinya. Pesawat itu terasa semakin turun dengan cepat. Siapapun tidak akan berani untuk berdiri.
I believe that one day ... I will meet my prince and I will become the princess.
Like you said to me.
Although, I think I won't meet him.
I can meet him in another life, right?
Naeva mengeluarkan ponselnya yang dalam mode pesawat itu. Layarnya menyala, mengeluarkan wallpaper yang berisi keluarga barunya dengan Jaden dan Samuel bergaya elegan karena merupakan adegan photoshoot.
Ma, I'm so sorry for making you cry because of me.
For not being the good girl you want.
Gadis itu mengusap layar ponselnya dengan mata yang berlinang air mata.
Ma, now you have Jaden. He is your son.
Take good care of him as you treat your own son.
Papa, please I hope you remember what I said before.
I am so grateful to be your daughter, even just one day.
And, Jaden ... let's meet in another life and another universe.
Setelah itu, Naeva bersandar pada kursi pesawat, memejamkan matanya, berserah untuk menyerahkan nyawanya. Serentak dengan pesawat itu langsung berhenti beroperasi dan menabrak daratan dengan kencang.
God, please don't let Mama cry over me later.
Kyle Allison menutup bibirnya tidak percaya ketika sebuah tandu berisikan mayat anak perempuannya di depan mata. Sudah dua hari sejak berita menyebar tentang kecelakaan pesawat yang ditumpangi Naeva.
Naeva Lotus Cathania
19 Desember 2005
Samuel langsung menangkap istrinya ketika Kyle serasa tumbang, sepasang kaki jenjang wanita itu berubah menjadi jelly.
Tidak jauh berbeda dengan Jaden yang mengikuti mereka, anak laki-laki itu langsung tumbang di samping tandu mantan kekasihnya. Tangannya menyentuh ujung kain yang menutup raga yang menghitam karena terbakar dengan isak tangis melolong dari bibirnya.
"Babe ...," lirih laki-laki itu, menunduk dan menangis keras.
Jaden berbalik, berlutut di kaki pasangan itu, "Ayah, bawa Cathania kembali. Aku tidak masalah dengan berapa biaya dan pengorbanan lainnya asalkan dia bisa kembali. Ayah, aku lebih rela merestui hubungan kalian daripada kehilangan Cathania secepat ini."
"Ayah, bawa Cathania kembali!"
Kyle langsung menarik anak laki-laki itu, memeluknya dan menangis. Mereka semua kehilangan pertama ceria mereka hari itu.
"Ibu ..., aku rela menjadi saudara tiri Cathania. Tidak apa-apa, aku akan membuang perasaanku. Tapi, bawa Cathania kembali, Bu. Aku tidak bisa dengan seperti ini."
Kyle hanya menangis di sana, tidak bisa bersuara sama sekali. Sedangkan Samuel, pria berjas hitam dan kemeja putih di dalam melihat tandu tersebut dengan menyendu.
"Om ... Ah! Tidak, Papa Sam. Aku benar-benar ada yang harus disampaikan, Papa."
Sungguh, Samuel berani bersumpah itu pertama kalinya dia merasa berdesir hangat ketika dipanggil Papa oleh anak perempuan.
Begitulah rasanya. Meskipun, itu di koridor hotel yang sepi, malam sebelum hari pernikahannya dan Kyle.
"Bantu aku jagain Mama, ya, Pa?"
"Mama selama ini sudah banyak berkorban untukku. Aku tahu Mama lembur biar aku bisa hidup tenang dan makan enak. Maka dari itu, aku yang berkorban sekarang, Mama pantas bahagia dengan Papa."
"Saat aku di London nanti, bantu aku ingatin Mama untuk makan, ajak dia untuk jalan-jalan. Dia paling sering membicarakan tentang Berlin dan Santorini. Aku rasa dia akan sangat senang diajak ke sana. Mama pernah, kan, bahas itu?"
Samuel mengangguk ketika mengingatnya, "Iya, Mama suka banget bahas Santorini belakangan ini. Papa berencana membawanya ke sana setelah menikah."
"Lalu ..., jangan sakiti Mama, ya, Pa. Karena dia tidak pernah pantas untuk mendapatkan perlakuan seperti itu. Kalau aku mendengar Papa melakukannya, aku akan kembali ke Indonesia detik itu juga."
Ya, pesan terakhir yang dikatakan oleh Naeva malam itu sangatlah panjang dan sangat peduli dengan Kyle. Mereka sudah terbiasa untuk hidup berdua dan tiba-tiba menjadi berempat bukanlah hal yang mudah bagi Naeva terima.
Samuel memeluk keluarga kecilnya itu, hiruk-pikuk tangisan juga terdengar di lapangan kosong bandara siang itu. Diam-diam Samuel berbisik, berjanji dengan dirinya sendiri.
"Tidak akan, Anakku. Tidak akan pernah menyakiti Mama. Terima kasih sudah membiarkan Papa bersama Mama."
"Terima kasih sudah hadir menjadi anak Mama, Cathania. Mama tidak akan melupakanmu sama sekali. Kamu hebat, Mama bangga denganmu, Cath."
"Sayangku, Cathania, ayo berjumpa lagi di kehidupan selanjutnya dengan kisah yang berbeda dari kehidupan ini."
The End
Yuhuuu akhirnya tamat juga Rain of April.
Akhirnyaaaa.
Bagaimana dengan cerpen ini?
Oh, ya, cowo dengan suit hitam itu, anggap saja Jaden. Walaupun, bukan dia orangnya.
Jujur Sky baru pertama kali nulis cerpen untuk tahun ini. Sudah lama juga belum nulis cerpen.
Sampai jumpa di lain work.
See ya ^^
31 Desember 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top